Chapter 24

88 13 4
                                    

Happy reading ;* special for Hana Izzani :))

--_-_--_-_-_--
Baju olahraga, sepatu, dan topi menjadi pilihan Cinta untuk pergi ke lapangan basket beberapa menit lagi. Lapangan basket yang dipilih oleh Arnold tidak jauh, hanya 5 menit jika berjalan kaki. Cinta memutuskan untuk sampai 5 menit sebelum jam yang ditentukan Arnold. Setidaknya, Cinta tidak ingin dibilang jam karet.

Sebelum keluar dari gerbang, Cinta memutuskan untuk melakukan pemanasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum keluar dari gerbang, Cinta memutuskan untuk melakukan pemanasan. Tubuhnya akhir-akhir ini, tidak bisa di ajak kompromi, cepat lelah. Huft,menyebalkan bukan? Bagaimana bisa ia menjadi kapten tim jika tubuhnya lemas seperti ini? Tapi, mau bagaimana lagi. Mundur dari tantangan yang Arnold berikan adalah pantangan untuknya.

10 menit sebelum jam 3 sore, Cinta berlari kecil menuju lapangan basket itu. Kalau tidak salah, lapangan itu berada di belakang gedung radio. Kawasannya tidak ramai, namun tidak sepi juga. Karena di samping lapangan basket itu, terdapat taman bunga yang cukup besar.

Nafas Cinta sedikit terengah ketika ia sampai di lapangan itu. Ia segera menghampiri gazzebo dan meletakkan tas kecilnya yang berisi sebotol air minum, handuk kecil, dan handphone.

Baru saja Cinta duduk, di ujung lapangan terlihat Arnold tengah mendribel bola ke arahnya. Pria itu terlihat gagah dengan baju olahraga berwarna putih.

Tiba-tiba Arnold menatap ke arah Cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba-tiba Arnold menatap ke arah Cinta. Lalu tanpa sengaja Cinta mengalihkan pandangannya ke langit.

Awan tampak mendung sore ini. Cinta mendesah, seharusnya ia membawa payung. Karna terlalu antusias dengan tantangan Arnold membuat Cinta lupa hal kecil seperti itu.

"Lo udah siap?" suara Arnold membuyarkan lamunan Cinta. Cinta mengangguk pasti.

"Peraturannya sederhana. Kita bertanding sampai ada salah satu dari kita mengaku kalah. Tapi, jika salah satu dari kita mendapatkan point 150 terlebih dahulu, maka dia yang menang," ujar Arnold panjang lebar.

Cinta mengangguk paham, "Artinya kita main non stop?"

"Tidak juga, setiap kali ada salah satu di antara kita mencapai point 20, kita akan berhenti selama 10 menit."

"Dan penghitungan score? Gue gak bisa percaya lo gak mengubah nominal angkanya ketika konsentrasiku justru terarah kepada permainan."

Arnold mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kemudian, ia melihat seorang anak laki-laki berumur 10 tahunan di tepi lapangan. Arnold melambaikan tangan, memanggil anak tersebut. Anak itu bernama Thaufiq, sepertinya dia yang akan menghitung score mereka. Arnold membisikkan sesuatu kepada Thaufiq.

"Lo bilang apa? Gak main curang kan?" Cinta mengernyit curiga.

Arnold mengangkat bahu tak acuh, ia malah melempar bola ke arah Cinta, "Dia gak terlalu ngerti basket. Jadi, setiap bola itu masuk ke ring, kita dapat point 2. Walaupun lagi di daerah three point."

Cinta mengangguk pasti. Ia mulai mendrible bola menuju ring Arnold. Pertandingan dimulai.

Arnold bergerak dengan lincah. Tak ubahnya Cinta, mereka saling merebut bola dan melakukan shooting. Keduanya tampak tangguh.

Point 20 pertama kali di dapat oleh Cinta pada menit ke 30.

Cinta sungguh geram dengan situasi kali ini. Bagaimana tidak? Arnold seakan sedang mempermainkannya! Berulang kali Arnold merebut bola tepat sebelum Cinta melakukan shooting, lalu ketika ia hendak melakukan shooting, seperti di sengaja, Arnold malah membiarkan bola direbut oleh Cinta. Bukankah itu sangat amat terlalu menyebalkan?

Jam sudah menunjukan 15.45 ketika Cinta merasakan tubuhnya oleng sebentar. Ia merasa sangat lelah. Ada apa ini? Tidak biasanya tubuh Cinta seakan melawan keinginannya untuk menang. Bahkan biasanya ia sanggup marathon selama 3 jam non stop.

Hujan mulai turun, gerimis. Cinya menatap Arnold yang sedang menatap langit, lalu tersenyum gugup. Sial! Apa sih yang direncanakan oleh cowok itu?

Tepat pukul 4 sore, hujan turun dengan derasnya. Tubuh Cinta seketika menggigil. Tubuhnya tidak kuat lagi menanggung remuk tubuhnya saat ini. Apalagi saat Arnold sengaja menatapnya intens, tubuhnya seakan luruh ke pusat bumi. Sungguh! Cinta sudah tidak tahan lagi! Ini sangat menyakitkan.

"Gue nyerah!" Cinta berteriak diantara desau angin.

"Apa?" Arnold berhenti mendribel bola, menatap Cinta terkejut.

"Gue nyerah! Lo berhak jadi kapten tim!" Cinta mengambil handuk dari tasnya. Sedikit menahan tatihan. Tubuhnya sangat lelah.

Arnold terdiam. Tidak menyangka dengan apa yang di dengarnya barusan. Cinta? Apa? Cinta berkata apa barusan?

Baru beberapa meter Cinta berjalan, tiba-tiba kepalanya seperti ditimpuk bola. Tubuh Cinta oleng.

"Apa-apaan sih Ar-"

"Ti Amo Cara!" ucapan Arnold memotong ucapan Cinta.

Cinta segera berbalik menatap Arnold. Apa tadi?

"Ti Amo Cara. Ik hou van je. Ich liebe dich. Aishiteru. Saranghe. I love you. Aku mencintaimu," Arnold menatap Cinta lembut.

Tubuh Cinta bagaikan luruh ke tanah. Oh Tuhan, sekarang ia tau mengapa. Tubuhnya seakan remuk redam.

"Tapi, bagaimana bisa?" gumam Cinta pelan.

"Aku tidak tau. Rasa itu tumbuh begitu saja. Aku bahkan tidak sadar jika rasa itu sudah memenuhi hati. Bahkan waktu aku mmengatakannya kepada Khaira, sahabatmu itu berkata aku termakan karma," Arnold menghampiri Cinta, "Aku mau kamu jadi kekasihku."

"Aku.. Aku,," Cinta tidak sanggup menjawab.

"Kamu tidak perlu menjawab. Karna jawabannya adalah ya," Arnold berucap arogan membuat Cinta membulatkan matanya tidak percaya.

"Apa-apaan sih?"

"Kamu ingat? Kamu kalah tantangan soal anak pertukaran pekajaran itu. Aku ingin menagih imbalannya. Aku mau kamu jadi pacar aku."

Cinta semakin heran? Ini cowok kesambet apaan coba? Nembak gak ada romantisnya, "Tapi, Khaira siapanya kamu?"

"Sepupu," Arnold mengangkat bahu acuh, "Jadi? Jawabannya apa?"

"Ayolah, kamu gak butuh jawaban aku kan?" Cinta memutar bola mata kesal membuat Arnold terkekeh.

Cinta mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia menyadari satu hal. Bukankah ini?

"Ya, aku ingin menghapus kenangan lama kita, Cinta," Arnold berbisik di telinga Cinta, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. Untuk kemudian tersenyum manis.

"Ya, aku tau. Karna aku juga mencintaimu, Rakanda Arnold Hafidzani," Cinta balas berbisik.

---___--++___+----

Gimana? Gimana? Gimana? Seru? Deg degan? Kaget? Ayo yoii.. Jangan histeris yaa? :v

Vomment please.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang