Chapter 6

145 22 8
                                    

Sorry udah lama ngegantung kalian.. sungguh, dedeq gak bermaksud jahat kok :P.

Happy Reading guys... Awas typo!

-------------------------------

"Mending lo ngomong aja, gue males basa-basi sama lo," Cinta menatap sinis. Elsa tersenyum kaku, mereka tidak berubah rupanya, pikir Elsa.

"Hmm.. anak-anak. Ibu ke dapur duluan ya. Nanti kalian nyusul, ok?" Elsa perlahan berjalan mundur menuju pintu. Ia segera menutup pintu. Urusan anak remaja.

Cowok itu duduk di sofa, menyalakan TV, seakan Cinta tidak ada di sana. Cinta menahan kesal, cowok ini benar-benar membuatnya frustasi. Entah kenapa ia merasa udara menjadi panas. Cukup sudah, cowok ini benar-benar menguji kesabarannya.

"Lo cepet ngomong sekarang juga, atau gue pergi ke kamar. Gerah gue di sini," desah Cinta, ia sudah berdiri di hadapan cowok itu. Menghalangi pandangannya ke televisi.

Cowok itu tersenyum miring, berdiri tepat dihadapan Cinta, "Well, emang gue ada bilang mau ngomong sama lo?"

Pas, tepat di hati Cinta. Cinta mendengus sekali lagi, menyumpah dalam hati. Cowok ini sungguh membuatnya mengatur emosi berkali-kali. Ia membalikkan badan, lebih baik ia segera ke kamar, membersihkan diri, membaca novel, apapun yang jelas bukan berhubungan dengan lelaki bedebah satu itu.

Cowok itu kembali duduk, melanjutkan menonton TV yang tadi sedikit terganggu. Ia sunguh sangat teramat terpaksa pergi kesini. Seandainya kedua orangtuanya itu tidak memaksanya sampai mengancam pula agar ia pergi, ia sungguh tidak akan pergi. Tidak ada yang salah dengan keluarga ini, bahkan keluarga ini sangat baik, apalagi kepada dia. Tapi, kenapa 'cewek itu' harus berasal dari keluarga sebaik ini?

Cinta menghentak-hentakkan kaki menuju kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam saat ia selesai membersihkan diri. Daripada harus kembali keluar dan bertemu cowok bedebah itu, Cinta memilih membaringkan tubuhnya di kasur, membaca novel. Setelah ia memastikan tidak ada tugas untuk besok.

Cinta baru membaca tiga paragraf pertama saat ia mendengar ibu memanggilnya agar segera ke ruang makan. Dengan enggan, Cinta menyeret langkahnya. Ia tau, pasti ibunya mengajak ia dan cowok itu untuk makan bersama. Sesaat ia merasa lega karena telah makan di mall tadi.

"Cinta, ayo duduk. Kita makan sama-sama," terdengar suara lembut khas seseorang. Seseorang yang sebenarnya ia rindukan. Cinta segera menolehkan pandangan ke arah pemilik suara itu.

"Mommy Manda!" Cinta bersorak histeris, segera memeluk Manda dengan erat. Membuat seluruh isi ruangan itu terkekeh, kecuali cowok itu.

"Kamu benar-benar merindukanku, hm?" ujar Manda, melepas pelukan erat dari Cinta. Mengelus kepala gadis itu.

Cinta mengangguk antusias, "Kapan Mommy pulang dari Paris? Bawa oleh-oleh kan?"

"Tentu. Kamu yang dari tadi tidak keluar dari kamar. Seakan tidak merindukan kami," Daddy Rifqi menjawab, mencubit pipi Cinta.

"Uh, sorry Daddy. Cinta bener-bener gak tau kalau Daddy sama Mommy ke sini. Kirain cuma dia yang kesini." Cinta pura-pura memasang wajah bersalah.

"Its Ok, dear." Manda tersenyum manis. Anak sahabatnya itu tidak berubah, "Nah, Raka, ambil oleh-oleh buat Cinta ke sini," ujar Manda kepada anaknya itu.

Raka dengan enggan mengambil bungkusan yang ada di ruang tamu. Bungkusan berwarna pink, yang sudah di wanti-wanti oleh kedua orang tuanya agar ia yang menyerahkannya kepada Cinta. Dia sudah bersikeras menolak, tapi mamanya itu lebih keras. Ah, cewek memang selalu benar, pikirnya.

"Nih, buat lo," Raka menyerahkan bungkusan itu.

"Waaa, Thanks Mommyy!!!! Udah bawain buat aku. Mommy emang everything lah," Cinta sekali lagi memeluk Manda. Tanpa menoleh bahkan untuk berniat mengucapkan terima kasih kepada Raka.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang