Chapter 22

47 12 0
                                    

Happy readingg :))

--___----___---

Helaan nafas berat keluar dari bibir Cinta. Gadis itu tengah merenung di tengah keramaian cafe dekat taman kota. Entah apa yang merasukinya sehingga sepulang sekolah tadi gadis itu berjalan tanpa arah, sampai akhirnya tiba di cafe itu.

Apalagi kali ini? Entahlah, yang jelas Cinta sangat lelah sekarang. Sangatt lelah. Tubuhnya seakan remuk redam. Hatinya? Ah, tak usah ditanya. Sungguh, gadis itu butuh seseorang tuk jadi sandarannya. Tapi apa daya? Seakan takdir tak membiarkan itu terjadi.

Satu jam yang lalu, gadis itu masih mengingat dengan jelas. Kejadian yang meski sudah berulang ia lihat, tetap saja menyakitkan. Khaira dan Arnold. Khaira dan Arnold. Seolah kaset rusak, 2 nama itu memenuhi pikiran Cinta. Ia sudah lelah sakit hati. Tapi kenapa hati itu seakan senang di sakiti, sehingga membiarkan luka terus tertoreh?

Cinta meminum jus yang dipilihnya asal ketika sampai di cafe. Ia bahkan tidak terlalu memperhatikan pelayan yang beberapa detik lalu meletakkan minuman sambil tersenyum ramah.

Cafe terlihat ramai. Pasangan tampak bercengkerama seakan dunia hanya milik mereka. Cinta sempat menyesal ‘tersesat’ ke sini. Bagaimana tidak? Jika semua pengunjung cafe ini tidak sendiri, lain halnya dengan Cinta yang justru terbengong. Huh, jonesnya sangat terlihat. Sehingga, daripada melihat ke pengunjung yang tertawa, Cinta lebih memilih menatap jendela di sampingnya. Meskipun di luar lebih banyak lagi pasangan yang hilir mudik.

“Ada angin apa lo minum jus naga?” sebuah suara menyentak lamunan Cinta. Gadis itu segera menoleh ke depan. Didapatinya seorang cowok duduk tanpa dipersilahkan.

“Angin duduk,” jawab Cinta ketus, membuang pandangannya.

Cowok itu mengangkat alisnya sebelah, tersenyum mengejek, “gue gak mau tau ya, kalau lo sampai muntah beberapa detik lagi.”

Cinta membulatkan matanya tersadar. Ia tengah meminum jus naga? Segera mata Cinta menatap gelas yang ditangannya. Detik itu juga, perut Cinta seakan bergejolak, ada sesuatu yang hendak keluar dari mulut itu. Dan, BRAAKK! Tanpa sadar Cinta mendorong kursi sebelum mengambil langkah seribu menuju toilet.

Sumpah serapah dilontarkan Cinta dalam hati. Sial! Seharusnya ia menyadari rasa aneh ketika menyeruput jus itu. Ia sangat tidak bisa meminum jus buah naga. Dia bisa muntah, atau paling parah pingsan detik itu juga.

Semua pengunjung cafe menatap heran Cinta yang keluar dari toilet. Penasaran apa yang terjadi pada gadis itu. Tapi, Cinta hanya mengangguk ramah sambil berlalu menuju mejanya. Satu hal yang pasti, untuk meredakan rasa mual, Cinta butuh--.

“Minum tuh milkshake vanila lo, biar mualnya redaan.”

Ucapan itu membuat Cinta menatap meja, segelas milkshake vanilla dengan es krim di atasnya. Segera Cinta meraih gelas itu. Ia tersenyum senang, mualnya tidak separah tadi.

“Makanya, kalau milih minuman itu liat menunya baik-baik. Jangan asal milih. Untung lo baru minum, coba udah dari tadi dan GAK ADA GUE di sini. Udah pingsan lo itu mah,” ujar cowok itu sambil menekan nada beberapa kata.

Cinta memutar bola matanya jengah. Sekaligus heran, jarang-jarang cowok satu ini berucap panjang lebar tantang Cinta.

“Iya bawel,” sungut Cinta pelan sambil terus menyeruput milkshakenya.

Raka mengangguk pelan, sedikit terkekeh melihat Cinta, “Lo kenapa gak langsung pulang?”

“Bukan urusan lo!” ketus Cinta. Ia sedikit melirik penampilan Raka. Jaket kulit yang dipakainya terlihat serasi dengan celana jeansnya. Apa mungkin cowok itu memakai motor ke sini? Tumben sekali? Lagi pula kenapa seakan berjodoh, cowok  datang menyelamatkan hidupnya. What the hell! Are you crazy? Cinta mengumpat dalam hati. Apa apaan pemikiran itu!

“Urusan gue, karena nyokap lo minta gue nyari lo, yang dari tadi belum pulang. Gak ngasih kabar lagi! Lo gak liat sekarang jam berapa?” Raka berucap kesal. Cinta benar-benar membuatnya kesal dan khawatir setengah mati sekaligus!

Cinta malah mengernyit heran, “Kenapa dia nyuruh lo nyari? Kenapa gak nelfon gue?”

“Sebelum ngomong, mending lo liat tuh hp,” Raka memanggil pelayan, memesan makanan.

Cinta segera melihat hpnya. Mode silent. Pantas saja ia tidak tau Elsa menelfonnya seperti kesetanan. 30 panggilan tak terjawab. 18 dari Elsa, 12 dari cowok yang ada dihadapannya sekarang. Lalu, diliriknya jam. Ternyata sudah larut, hampir magrib. Ia tidak sadar karena terus melamun.

“Lo mau pesen apa?” tanya Raka, seketika Cinta mengalihkan pandangannya dari handphone.

“Kaya biasa aja,” ujar Cinta. Ia segera menelfon ibunya. Lalu, tak lama, Cinta nyengir menyadari sesuatu.

“Hmm, gue pinjam hp lo ya. Mau nelfon nyokap,” Cinta melirik Raka yang sekarang menatapnya tajam.

“Lo lupa beli pulsa lagi?”

Cinta mengangguk sebagai jawaban. Tanpa banyak pertanyaan lagi, Raka melempar handphonenya. Cinta segera tersenyum manis yang dihadiahi dengusan oleh Raka.

Tapi, gadis itu tidak peduli dengan tanggapan Raka. Ia segera membuka pola kunci hp tersebut lalu mencari kontak mamanya. Ia tidak boleh membuat ibunya terus khawatir.  Itu akan mempengaruhi kesehatan beliau yang belum sepenuhnya pulih.

Pesanan mereka datang bertepatan dengan selesainya Cinta menelfon Elsa. Kwetiau seafood, nasi goreng pataya, es krim vanila dan secangkir cappuccino, ada di hadapan mereka sekarang. Cinta segera melahap nasi goreng kesukaannya tanpa banyak bicara. Ia lupa kalau ia lapar saat ini. Melamun memang bisa membuat orang lupa dunia.

Sementara itu, Raka menatap Cinta. Gadis itu seakan menganggapnya tidak ada. Tapi, tidak apa. Menyaksikan Cinta yang melahap makanan, sedikit banyak membuat rasa sakit di hatinya terobati.

Cinta menelungkupkan sendok. Tandanya gadis itu selesai makan. Lalu di tatapnya Raka yang tengah menatapnya intens. Hal itu membuat Cinta salah tingkah. Untuk mengurangi kegugupannya, Cinta meraih sendok, ia memakan es krim sambil mengedarkan pandangannya keluar. Berusaha tidak menatap manik mata Raka.

Satu sendok, dua sendok. Cinta masih gelisah dengan tatapan Raka yang tak beralih darinya. Tiba-tina, cowok itu berdiri dari kursinya yang membuat Cinta segera menoleh. Masih dengan gerakan tiba-tiba , Raka menghapus es krim yang ada di tepi mulut Cinta.

Menyadari hal itu, tanpa sengaja Cinta menepis tangan Raka dengan kasar. Sepersekian detik, Cinta dapat memperhatikan sorot luka dari manik mata Raka. Ah, tapi mana mungkin?

“Kalau makan es krim tuh, hati-hati. Udah gede juga, masih aja berlepotan,” Raka bersikap tak acuh untuk mengurangi rasa sakit di hatinya.

Hening menyergapi mereka. Cinta sedikit banyak merasa bersalah. Tapi, ya sudahlah. Bukankah cowok itu lebih banyak menorehkan rasa sakit ke hatinya?

“Hmm, gue mau pulang,” cicit Cinta pelan. Raka sesaat terdiam, lalu mengangguk. Ia segera berdiri ke kasir, lalu berjalan menuju parkiran.

Cinta mengekori Raka dari belakang. Tanpa pembicaraan berarti, mereka melanjutkan perjalanan menaiki motor. Beberapa menit kemudian, mereka sampai.
Cinta segera turun dan menyerahkan helm ke Raka, “Gue minta maaf.”

Raka yang hendak melajukan motornya terhenti. Kemudian, ia tersenyum kecut, “Gapapa, gak usah minta maaf.”

Kemudian, Raka melajukan motornya dengan kencang. Ia menahan air mata agar tidak jatuh. Sebut saja ia cengeng! Memang benar! Tapi ia bisa apa? Orang yang sangat dicintainya, terang-terangan menolak. Lalu, masih adakah keberanian yang tersisa untuk mengungkapkan rasa yang ia pendam? Entahlah.

Sedangkan Cinta, kini melangkah gontai menuju kamarnya. Ia teringat kejadian di cafe tadi. Lalu tersenyum miring. Ah, baju memang mengubah mereka, tapi, bukankah aku belum ganti baju? Cinta terkekeh sendiri menanggapi argumentasi di kepalanya.

---__-_--_-_-_-

Vomment please:)

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang