Chapter 12

90 19 1
                                    

Halaw guys.. Udah lama ya gak update?? Sorry banget, kemaren itu ide mendadak jongkok 😂😂
Happy reading ya guys.. #awasTyphoo..
**★★★

Terima Ta, ini yang terbaik. Cinta terus mengulang-ulang kalimat itu di dalam hati dan pikirannya. Ia berjalan gontai menuju ruangan tempat adiknya sedang tertidur pulas. Ia sudah memutuskan. Malam ini juga, ia harus melihat bagaimana sosok adik yang dicintainya itu. Raka mengikuti langkah Cinta di belakang. Berjaga-jaga, jangan sampai Cinta roboh karena tekanan batin yang beberapa saat lalu dialaminya.

"Lo yakin sanggup?" tanya Raka hati-hati.

Cinta mengangkat bahunya, tidak tau. Tapi, di sudut hatinya yang paling kecil, ia menyadari. Keberadaan sosok bedebah di dekatnya cukup membuatnya tenang dan damai. Ia berfikir, setidaknya masih ada yang akan merangkulnya saat rasa sakit itu kembali menghujam. Walau orang itu sangat membencinya.

"Suster, saya ingin menemui adik saya, " Cinta memaksakan senyum ke arah suster yang sedang berjaga itu.

"Atas nama siapa, dan apa hubungan anda dengan sang bayi," Cinta menjelaskan dengan cepat. Suster itu mengangguk dan mengajak Cinta ke ruangan itu.

"Rungan adik anda bisa dibilang terisolasi dari ruangan bayi yang lain. Dia membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Dia memang sudah menangis tadi, namun tidak keras. Sehingga helaan nafasnya masih belum teratur, pendek-pendek," suster itu menjelaskan. Namun Cinta tidak mendengarkan.

Suster itu membukakan pintu. Cinta segera masuk. Terlihat di sana, adiknya di dalam kotak kaca. Terkurung.

"Boleh aku..?" suara Cinta tercekat. Seakan mengerti apa yang Cinta maksud. Suster itu mengangguk. Ia membuka box kaca bayi itu. Kemudian, ia menyerahkan si kecil kepada Cinta.

"Adek kakak sayang, kakak mohon, jangan tinggalin kakak. Ibu udah berjuang lho usahain biar adek bisa lihat dunia kita ini. Adek harus bisa, adek harus kuat," dengan perlahan Cinta mencium bayi itu. Tidak tahan lagi, akhirnya setetes air mata itu jatuh. Tepat di pipi adek kecil itu, bekas ciuman Cinta.

Sontak, seakan tau segalanya, seakan mengerti kesedihan dan kepedihan yang dirasakan kakaknya.

Tangis bayi itu meledak. Menggema di ruangan kecil itu. Menggetarkan langit-langit ruangan yang menjadi saksi bisu. Betapa Cinta mencintai adik kecilnya. Betapa ia merasakan bahwa, adiknya adalah sosok dirinya yang lain, yang lebih kecil, yang akan menggantikannya esok nanti.

Tangis itu benar-benar memilukan hati. Tanpa disadari, Cinta ikut terisak. Bahagia? Senang? Gembira? Sungguh, ia tidak tau bagaimana cara mendeskripsikannya.

Suster itu tergopoh-gopoh mengambil bayi itu dari Cinta. Entah apa yang ia lakukan. Cinta tak terlalu memperhatikan.

"Namamu memang seperti dirimu," ucap Raka pelan.

Cinta tertegun, sedikit mengernyit. Kemudian ia tersenyum penuh arti. "Namamu juga,"

Raka mendesis kesal. Ia seakan kesal, padahal ia salah tingkah dengan apa yang diucapkan Cinta. Jujur, itu berhasil membuatnya sedikit tersipu.

"Selamat, dek. Nafas bayi sudah kembali normal. Detak jantungnya juga. Ia tidak kurang satu apapun," ucapan dokter itu berhasil membuat Cinta nyaris bersorak bahagia. Adiknya, adik kecilnya sehat walafiat.

"Tapi kami harus memeriksa lebih lanjut," Cinta mengangguk saja. Pernyataan suster tadi berhasil membuatnya euforia sesaat. Melupakan kepedihan akan ayah dan ibunya.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang