Chapter 23

65 12 0
                                    

Happy reading

**di mulmed seragam basket Cinta yaa?? Abaikan wajah :v
---__--_-_-_-_-_-

Gertakan dan ucapan sarkas terdengar silih berganti. Kedua orang yang tengah berdebat itu seakan tidak peduli bahwa suara mereka mengganggu ketenangan di lapangan basket indoor itu.

"Cinta, udahlah. Ngalah aja," akhirnya Tasya membuka suara yang langsung di hadiahi pelototan oleh Cinta.

"Mana bisa gue ngalah, Sya! Gue mau jadi kapten tim! Titik!" Nada bicara Cinta jelas seakan tidak bisa di ganggu gugat lagi.

"Ya udah, kalau gitu, lo yang ngalah, Ar," Arsyad menanggapi yang langsung ditatap Arnold dengan tajam.

"Dia gak becus jadi kapten. Dia cewek, harusnya lo bela gue," nada Arnold terdengar meremehkan.

"Lo aja kalah tanding sama gue. Gue yang lo bilang gak becus?" emosi Cinta terpancing lebih tinggi. Ya, karena sedari tadi Cinta memang emosi.

"Hoki," ketus Arnold sambil mengangkat bahunya. Berusaha tidak menatap wajah Cinta.

"Lo bilang aja gak bisa," Cinta berusaha memancing emosi Arnold yang tumben-tumbennan tidak emosi dalam perdebatan mereka.

"Gue bisa. Gue tetap jadi kapten tim, meski lo nolak," Arnold memilih menyingkir dari hadapan Cinta,a menghampiri Arsyad yang menyodorkan , "Atau, kita tanding lagi, satu lawan satu? Lokasi dan waktu, biar gue yang nentuin. Lo tinggal tunggu beres aja."

Cinta mengangguk setuju.

"Dan, gue mau, gak ada satupun orang selain kita dalam pertandingan itu. Cam kan itu, Dinda," Arnold merapikan barangnya. Cinta lagi-lagi mengangguk tanpa membantah. Setuju-setuju aja. Toh gak ngerugiin dia bukan? Tapi yang tidak Cinta sadari, semuanya akan berubah jika ia nekat memenuhi tantangan Arnold.

"Latihan kita lanjutkan besok. Gak usah bawa buku karna kita latihannya di stadion kota," Arnold menutup sesi latihan itu. Beranjak meninggalkan anggota yang mulai mengemasi barangnya.

"Cinta, mau pulang bareng gue? Kebetulan kita searah. Kebetulan lagi sopir gue udah jemput," Tasya menghampiri Cinta yang tengah berjalan.

"Boleh. Tapi kita beli martabak dulu ya, adek gue nitip," Cinta tersenyum manis. Tasya hanya mengangguk setuju.

Mobil melaju pelan meninggalkan sekolah. Tidak ada percakapan terjadi diantara mereka. Hanya beberapa lagu barat menemani perjalanan itu.

"Ta, lo dari dulu emang kaya gitu sama Arnold?" Tasya memulai percakapan dengan pertanyaan.

Cinta menatap Tasya sejenak sebelum mengangguk.

"Trus kenapa dia manggil lo Dinda? Lo tau? Waktu MOS hal itu jadi percakapan anak-anak. Mereka ngira kalian pacaran," Tasya terkekeh.

Cinta terkikik, sedikit menahan tawa. Ia tidak tau ada gosip seperti itu, 6 bulan yang lalu.

"Paling juga ngelupain masa lalu," Cinta mengangkat bahunya, tak acuh. Tasya malah mengernyit heran. Memang ada apa dengan masa lalu musuh bebuyutan itu? Mantan kah?

"Sudahlah, lo gak usah mikirin kali. Ntar pusing kan berabe. Lagian gue juga ngelakuin hal yang sama kok, gak dia aja," Cinta mengerjapkan matanya.

Tasya terkekeh melihat hal itu. Cinta, gadis yang dulu sangat sulit ia dekati, atau lebih tepatnya takut ia dekati, kini mereka malah bercanda seperti teman akrab.

"Okok, gak bakal gue bahas lagi. Yodah, turun. Katanya mau beli martabak?" Tasya menarik lengan Cinta untuk turun.

Tawa meluncur begitu saja tanpa Cinta tahan. Entahlah, ia merasa mendapatkan Khaira lagi ketika bersama Tasya. Ia seakan melihat Khaira yang dulu pada diri gadis itu. Khaira yang memberinya perhatian, bukan Khaira yang kini sibuk dengan percintaan.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang