Chapter 8

103 21 7
                                    

Happy reading.. Awas typhooo
****★★★★★

7 detik lengang. Cinta masih menatap lekat-lekat bola mata Brian, kemudian ia tersenyum tipis, "ide yang bagus, Bri, diam di situ," Cinta berusaha meraih tisu. Seakan berkaca di bola mata Brian yang berwarna abu-abu, "ah, selesai,"

Brian kembali duduk, tersenyum kecut. Mengutuk diri sendiri. Apa yang telah ia fikirkan?

"Nah, ayo kita pergi," Cinta berdiri dari duduknya. Membayar es krim. Brian mengikuti dari belakang.

-----______-------_______--------

"Kamu serius, nih Bri?" Cinta berusaha mengalahkan suara desau angin. Mereka sedang berada di atas motor.

"Iya, emang kenapa? Cocok banget sama kostum kita kan?" Cinta tersenyum simpul, cowok ini seakan telah merencanakan segalanya.

Lima menit, akhirnya mereka sampai. Cinta segera turun, diikuti Brian. Brian menarik tangan Cinta, mengajaknya berjalan.

"Huft, dingin ya," Brian merapatkan jaketnya. Cinta terkekeh, tuh tau. Mereka terus berjalan sejauh 1 km. Cinta dan Brian mengatur nafas, akhirnya mereka sampai. 10 menit sebelum sunset terjadi.

"Aaaaaaaaaaaahhhhhhh!!!!!" Brian berteriak, merentangkan tangan. Membiarkan dirinya diterpa angin. Cinta mengernyitkan dahi, apa yang terjadi dengan anak ini?

"Cobalah," Brian menarik tangan Cinta ke tepi tebing. Terpampanglah pemandangan yang indah di bawah. Rumah berjejeran meski tak terlalu teratur, sawah-sawah hijau layaknya permadani .

"Kamu rentangkan tangan, berteriaklah, lepaskan semua beban yang ada difikiranmu sekarang. Pasti perasaanmu akan jauh lebih baik,"

Cinta mengernyit, lantas tersenyum tipis. Kemudian ia meniru kelakuan Brian, melakukannya berbarengan. Cinta merasa lega, ia seakan telah menumpahkan segala kekhawatirannya selama ini, segala ketakutannya, kecemasannya, kemarahannya, segalanya seakan lenyap. Kemudian ia menatap laki-laki yang ada di sampingnya itu, tersenyum. Lantas serentak tertawa terbahak-bahak.

Mereka berdua duduk di tepi tebing bukit, mengunjurkan kaki. Ya, mereka sekarang berada di titik tertinggi dari bukit yang ada di kota mereka. Tidak terlalu tinggi, tapi cukup membuat rumah dan lainnya terlihat kecil.

"Makasih, Bri," ucap Cinta tulus. Menatap matahari yang siap tenggelam di hadapan mereka. Brian ikut tersenyum, entah hanya perasaannya, Cinta lebih banyak tersenyum dan tertawa saat bersamanya. Atau dia hanya geer?

"Sama-sama," Brian menggenggam tangan Cinta. Menatap sunset yang akan terjadi. Cinta tidak menolak, membiarkannya. Karna ia merasa "nyaman".

"Cinta," panggil Brian, setelah sunset selesai. Cinta menoleh, apa? Brian dengan sedikit gugup mengajak Cinta berdiri. Menggenggam kedua tangan Cinta sambil menatapnya lamat-lamat. Cinta semakin terlihat cantik diterpa cahaya senja.

"Aku tau, ini terlalu cepat, teramat sangat cepat malah. Tapi aku menyadari aku merasakan sesuatu, sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Sebuah rasa yang diam-diam menyusup hatiku. Tidak, bukan diam-diam tapi langsung menyerbu tanpa basa-basi, sekejab memenuhi hati. Membuatku harus menyadarinya dengan cepat," Brian menarik nafas, jelas sekali dia terlihat gugup. Walau dia terkenal playboy, entah kenapa kepada Cinta, dia merasakan hal yang berbeda.

"Tak butuh semenit rasa itu masuk, tak butuh sejam ia memenuhi hatiku, tidak butuh sehari aku menyadari hal itu. Rasa itu mencuri tempat di hatiku, memberikan sinyal kepada otak. Sinyal rindu, sinyal cemburu, sinyal egois. Memberikan sinyal kepada jantung agar olahraga lebih keras," Brian tertawa kecil, mencoba berkelakar. Cinta tercenung, ia merasakan sesuatu.

How Are You, Hate? (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang