Muhammad Raiz

17.9K 1.1K 94
                                    

Muhammad Raiz. Anak dari kedua orang tua yang menikah muda. Umurnya baru tujuh belas tahun, sebentar lagi. Anak tunggal dari pasangan suami istri bernama Farhan dan Rahma.

Ayahnya aktivis dakwah. Beliau sering bepergian untuk menyebarkan ilmu yang sudah beliau dapatkan. Bundanya, memiliki butik pakaian muslimah yang dimana banyak sekali pelanggannya.

Ayahnya berjenggot, Bundanyapun bercadar. Visi dan misinya yakni mencetuskan generasi Rabbani. Generasi yang mencintai Allah dan Rasulnya.

Mereka mendidik anaknya dengan baik. Raiz hafidz Al – qur’an walaupun masih lima juz. Kata Ayahnya, itu sudah Alhamdulilah dan harus di pertambah. Anak muda itu mengiyakan dengan senyum patuh.

Pagi ini sebelum berangkat ke sekolah, keluarga kecil inipun sarapan bersama.

“Raiz.” Panggil Ayah.

“Iya yah?” Tanyanya.

“Pimpin Do’a.” Perintah Ayahnya menatap lurus anak semata wayangnya itu.

Muhammad Raiz yang memiliki nama panggilan Raizpun dengan patuh menuruti perintah ayahnya. Setelah selesai sarapan , Anak muda keluarga inipun berangkat sekolah setelah mencium tangan kedua orang tuanya.

Selain dakwah, Ayah Raiz memiliki usaha kuliner. Restorannya sudah dimana–mana. Penghasilan utama keluarga mereka sehingga Raiz hidup serba berkecukupan tapi kedua orang tuanya tidak pernah memanjakan anaknya dengan semua apa yang mereka miliki.

Raiz menunggu angkot yang menuju ke sekolahnya, Ayahnya tidak pernah memfasilitasinya dengan barang apapun, Raiz diharuskan mandiri menjalani hari-harinya karena sekolah di sekolah umum adalah keinginan Raiz bukan keinginan kedua orang tuanya apalagi Ayahnya.

Sehingga Raiz bertanggung jawab penuh atas keputusannya, saat Ayah mengizinkannya untuk sekolah di sekolah umum bukan di pesantren seperti SMPnya kala itu.

“Rai, Ayo berangkat. Ada manggung hari ini kita.” Ujar anak remaja yang tiba-tiba sudah ada disamping Raiz dengan motor gedenya.

Raizpun naik dengan senyum sumringah. Motor yang mereka tumpangipun sampai di sekolah. Di sekolah sudah di bebaskan dari belajar mengajar. Mereka tinggal menunggu raport di bagikan. Raiz akan naik ke kelas tiga SMA.

“Wuah, vokalis ganteng kita rapi sekali.” Ledek temennya yang lain.

“Biasa, dia berkepribadian ganda, di rumah jadi Raiz, disekolah jadi Rai.” Celetuk temannya yang lain lagi.

Raiz tersenyum saja dengan sahabatnya langsung mengacak rambutnya. “Ayolah, fansmu pada nunggu tuh.” Ujar temannya.

Raiz dikelilingi tiga orang lelaki yang seumuran dengannya.
Mereka bertiga sahabat Raiz, Teman sekelasnya, teman nongkrong dan teman ngebandnya.

Diantara mereka Raiz yang paling mencolok perihal kerupawanan wajah. Muhamad Raiz itu begitu tampan. Katanya darah bandung itu benar–benar ajaib pada pembentukan wajah.

Mereka naik ke atas panggung. Sorak sorai para gadis menyambut mereka. Raiz  mengalungkan gitar dan memainkannya dengan begitu kerennya.

“Rai.” Pekik para gadis remaja histeris. Raiz cuek saja, resiko lelaki tampan memang dekat dengan pekikan gemas kaum hawa tersebut.

Sebetulnya Raiz anak patuh jika di rumah, tapi jika diluar dia seperti ini. Dia selalu berdo’a, “Semoga hamba tidak termasuk ke golongan orang munafik. Maafkan hamba Ya Allah.”

Dia mulai berjingkrak di atas panggung. Dan mulai bernyanyi, Dia menyanyikan lagu sheila on 7 melompat lebih tinggi.

Kupetik bintang untuk kau simpan, cahayanya tenang, berikan kau perlindungan.”

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang