Sekat

6K 624 33
                                    

"Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran." Imam Asy - Syafi'i.

Bergerak, Manusia diharuskan bergerak tak tinggal diam. Berbaur dengan dunia tapi tidak lebur. Tau tujuan pasti akhir hidup kita kemana.

Langkah kokoh para pemuda alangkah baiknya digunakan untuk melanglang buana diatas bumi ini. Mencari ilmu, kerabat dan kehidupan baru. Karena setiap tempat yang baru, orang - orang baru selalu memberi pengajaran penting untuk diri kita.

Dimana sekarang Raiz sudah sampai di negri kinanah. Mesir, dimana disinilah tempat baru untuk dia menuntut ilmu.
Udara gersang menyambutnya untuk pertama kali.

Kulit Raiz yang bersih akan kemerahan jika kepanasan. Maka dia selalu malu karena sebagai seorang lelaki jika dia kepanasan, pipinya juga akan ikut bersemu merah dengan keringat membanjiri dahinya sehingga rambut hitam legamnya lepek.

Diantara para calon mahasiswa beasiswa dari Indonesia, Raiz yang mendapat perhatian banyak dari kelebihan fisiknya. Mata tajam dengan bingkai alis tebal dengan hidung mancung menjadi menyenangkan jika dilihat dari samping.

Bibirnya tidak tebal, tidak tipis. Pas dengan wajahnya. Kemerahan, dan selalu bergerak melantunkan dzikir.

Para mahasiswa diantar menuju asrama khusus mahasiswa Indonesia yang belum lama ini di resmikan pemerintah Indonesia untuk para mahasiswa yang mengeyam pendidikan di Mesir ini.

Raiz sudah mendapatkan kamarnya beserta dua orang lainnya yang bernama Anhar dan Gilang. Lulusan pesantren dari Jawa. Mereka berparas hitam manis dengan bahasa yang medok sekali.

"Akhi, Senang bisa sekamar dengan kamu. Dari rombongan kamu sendiri yang keliatan mencolok. Kita - kita ini pada dekil." Ujar Anhar dengan huruf D nya yang jelas banget.

Raiz tersenyum. Di bereskannya pakaiannya ke lemari yang di sediakan.

"Iyoo. Pasti nanti kamu bisa menggaet gadis - gadis Mesir yang cantik itu kaya Mas Fahri." Timpal Gilang.

"Ini bukan cerita Novel karya Habirurahman itu. Ini ceritaku sendiri." Jawab Raiz yang sekarang lagi merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
Pendingin ruangan bekerja begitu banyak di negara ini.

"Aku penasaran dengan negara ini dari kapan lalu. Aku izin keluar dulu sebentar. Pengen liat sekitaran asrama." Pamit Raiz meninggalkan dua teman sekamarnya.

Melangkah menuruni tangga - tangga menuju lantai dasar dan keluar yang langsung disambut sengatan matahari. Raiz reflek menghalangi sinar matahari dengan tangannya.

Angin gurun yang berterbangan serasa membuat dadanya sesak. Raiz melangkah lebih jauh melihat-lihat sekitar yang sampai mata memandang hanya di dominasi satu warna yakni warna pasir. Bahkan cat - cat bangunan disinipun kebanyakan bewarna demikian.

Matahari semakin menyengat. Raiz melihat jam tangannya yang menunjukan sebentar lagi waktunya Ashar. Dia mencari masjid terdekat dan ketemu. Langkahnya berlarian menuju mesjid yang tak terlalu besar itu.

Sesampainya di mesjid. Hawa dingin menelusup mengeringkan keringat-keringatnya yang tadi bercucuran. Dia belum pandai berbahasa arab juga bahasa orang - orang Mesir.

Makanya sebelum masuk Al Azhar semua mahasiswa di beri pelatihan selama tiga bulan untuk memperdalam bahasa - bahasa tersebut. Untuk mempermudah interaksi dalam belajar mengajar nantinya.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang