Angin mengitari diri
Derap terasa sunyi
Melihatmu yang memunggungi
Berdiri tak jauh dari tempatku berdiri.Detak berdetak senyap
Udara mendadak pengap
Mata dipastikan terperangkap
Dalam bayangmu yang tertangkap.Kepala itu menoleh, mematung aku di tempat
Mata itu tak mampu terdefinisi
Bahasa tubuh itu tak bisa aku terjemaahkan.Sekian waktu memberi jarak
Sekian lama jangka memberi jeda
Sekian takdir yang aku jalani sendiri
Terlebih ada keputusan yang membuatku kehilangan arti diri.Masihkah, Asaku mampu terhampar jelas di hatimu
Seperti dulu dimana kita masih begitu lugu dalam mengerti segala sesuatuSekarang, Aku tak pandai merealisasi
Sanggupku hanya bernarasi di dalam kalbu
Kalbu yang berbahasa menyebutkan namamu acap kali.**
Malam dengan suasana berbeda melingkupi diri seorang pemuda. Dia sedang berada dalam duduk panjangnya setelah melaksanakan shalat isya. Riko setelah selesai shalat langsung ke dapur untuk memasakan makan malam buat sahabatnya.
Tidak berapa lama terdengar suara Aldi dan Ardi yang masih berpakaian kerja mereka. Riko yang pake sarung dan kaos oblong hitam menyambut dari dapur.
"Rai lagi nyelesein dulu dzikirnya. Duduk dulu aja. Mau di buatin apa kalian?" Tanya Riko.
"Kita ambil sendiri aja tadz, Lagi masak?" Tanya Ardi mengikuti Riko ke dapur dan mengambil minuman dalam kulkas.
"Iya untuk makan malam kita."
Ardi langsung membuka jasnya. Menggulung kemejanya membantu Riko. Aldipun ikut membantu. Raiz yang mendengar suara sahabatnya mengkerutkan kening saat tak mendapati mereka di ruang tengah.
Langsung dia menuju dapur. Raiz tersenyum, mengingat kembali kebersamaannya dulu bersama mereka. Sahabatnya sudah bermetamorfosis menjadi pribadi yang mengagumkan.
"Tercengang, Melihat kalian jadi keren begitu." Ujar Raiz.
Aldi dan Ardi menoleh dan berhambur memeluk sahabat yang dia rindukan. "Masya Allah, Senang melihatmu dalam keadaan baik-baik saja." Ardi bersuara.
"Alhamdulilah. Senang juga melihat kalian menjadi tampan seperti ini."
"Ishh, Kita tampan dari dulu Rai." Timpal Aldi.
Riko langsung menyuruh mereka membawa makan malamnya ke ruang tengah yang sudah di gelar karpet. Rai membawakan sambal tempe. Makanan ini yang selalu menemani hari-hari Raiz saat itu untuk menghemat pengeluaran belanja mereka.
Ke empat lelaki itu duduk bersila. Raiz langsung menyendokan sambal tempe dan menyatukannya dengan nasi. Tercenung dia melihat satu ceplok telor.
Gerimis hati Raiz. Mengingat dahulu. Di potongnya menjadi empat telor itu dan di bagikan ke piring sahabat-sahabatnya. Mereka tersenyum.
"Ceplok telor yang sungguh berarti." Ujar Ardi.
Riko seperti sengaja, Bernostalgia dengan kepedihan mereka di masa lalu yang menjadi lecutan sehingga mereka jadi pribadi seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You #ZahRaiz
Espiritual[COMPLETED] Muhammad Raiz seorang anak muda yang mengaku dirinya sebagai anak munafik di keluarganya. Zahra Nurazizah seorang perempuan shalihah yang mondok dipesantren. Dikejutkan dengan pertemuannya yang tiba-tiba dengan lelaki yang jauh dari eks...