Lelaki Dibawah Mendung

5.8K 728 46
                                    

Detik berubah menit, Menitpun berubah jam. Jampun berubah jadi hari. Begitupun hari berubah menjadi minggu dan minggupun berubah jadi bulan dan akhirnya setahunpun terlewati dari dentangan jam yang dikira tak berarti.

Kelulusan SMA itu diterima di tangan para siswa. Semua yang berseragam putih abu itu bersorak sorai. Hanya Raiz yang diam bak patung di tengah keramaian. Setelah sekian lama tak ada perubahan apapun di hidupnya.

Akhir - akhir ini dia habiskan untuk mengejar beasiswanya ke Mesir atas anjuran dan dukungan para sahabatnya.

Rutinitasnyapun selalu sama tapi sahabat - sahabatnya kini menjadi pribadi yang baru. Pribadi yang baik untuk memulai suatu kebaikan.

Yang lainnya sibuk mau menghabiskan hari terakhir mereka dimana tapi Raiz menatap langit cerah dengan berbagai tanya, Kekosongan itu selalu ada kan? Disaat kita sendirian padahal kita tidak sendirian.

Hatinya gerimis menatap bayangannya di genangan air di halaman sekolah ini. Pandangannya mengabur, Air mata itu merembes membasahi pipinya.

"Bunda." Lirihnya.

Ada saatnya sekuat apapun kita pasti ada di titik ingin berkeluh kesah. Bermanja - manja dengan sosok ibu. Hari ini hati Raiz serasa koyak.

Ingin sekali bahunya dia rebahkan di pangkuan Bundanya.
Meringankan segala beban yang menghimpit pundaknya setiap saat. Meringankan segala sakit bahwa Ayahnya belum bisa memaafkannya.

Raiz meninggalkan sekolah ini terlebih dahulu. Meninggalkan sahabatnya tanpa memberitahu. Langkahnya membawanya ke kediamannya. Dimana untuk pertama kali dia menghirup nafas di dunia.

Langkahnya pelan mengintip dibalik pagar rumahnya. Bundanya terlihat sedang melatih jalan adik kecilnya yang baru lancar berjalan. Jam menunjukan jam 10 pagi pasti Ayahnya tak ada di rumah.

Dengan langkah berat dia membuka gerbang rumah. Bundanya langsung menatap ke arahnya. Raiz berlari, berhambur memeluk Bundanya.

Seorang anak remaja yang kuat diluaran sana selama setahun ini, ambruk. Menangis tersedu di pangkuan ibunya.

Dia tak berujar apapun. Hanya bahunya bergetar menandakan dia sedang menangis hebat. Di tatap wajah bundanya yang sudah memerah karena menangis.

"Mendadak Raiz kangen Bunda." Ujarnya.

Adik kecilnya berjalan menghampirinya. Berbicara belum jelas menarik - narik baju Raiz. Raiz tersenyum dan menggendongnya, Menciuminya. Membisikan bahwa ini Raiz kakak lelakinya.

"Mulai tak mampu hidup sendirian?" Tanya suara yang lantang dan tegas itu.

Raiz menatap takut - takut sosok ayahnya itu.

"Istriku, Ajak Khadijah masuk."

Bundanya Raiz menurut. Meninggalkan anak dan ayah itu di halaman rumah. Raiz tak berani menatap wajah ayahnya.

"Ayah, Raiz lulus." Ujarnya.

Raiz kesini ingin memberitahukan ini. Dia lulus SMA. Dia bisa lulus sekolah. Apa Ayahnya akan bangga dengannya? Dengan pencapaiannya?

"Ayah lihat, Raiz dapat juara umum di sekolah." Ujarnya lagi sambil memperlihatkan mendali yang tadi kalungkan padanya.

Ayahnya tak bergeming. Melintasi Raiz begitu saja dan masuk kedalam rumah tanpa sepatah katapun. Awan kelabu mulai berarak, gerimis mulai meluncur membasahi bumi.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang