Puncak Masalah

5.6K 647 31
                                    

Matahari berdiam gagah di langit sana. Sinarnya yang terik membuat kepala - kepala orang sibuk itu semakin mendidih.

Angin berlalu lalang begitu bebas. Menyapa daun seperti menceritakan sebuah rahasia yang membuat daun bergemirisik gaduh.

Dibawah pohon rindang halaman pesantren. Di jam istirahat kedua Raiz sedang duduk bersila. Riko menemaninya. Dia membuka - buka buku agama yang di kasih Raiz kepadanya.

"Rai, ngaji dong." Ujar Riko.

"Okee" Raiz mulai membaca basmallah dan mengaji.

Dia muroja'ah surah yang dia sudah hapal. Suaranya mengalun indah. Raiz tidak pernah pelan jika bertilawah. Masa ayat Allah harus kalah dengan lengkingan suaranya saat bernyanyi.

Riko terlihat senang mendengarnya. Santri yang lain terlihat mulai melirik Raiz tapi Raiz tidak terganggu dan tetap mengaji sambil menutup matanya. Angin sepoi - sepoi itu seolah senang dan duduk berkeliling mendengarkan Raiz mengaji.

"Masya Allah, Gue juga pengen bisa ngaji kayak gitu. Buat mendo'akan nenek gue disana."

"Baguss..Loe akan bisa Rik.. Gue yakin itu."

Riko mengangguk. Dia kembali membaca buku agamanya.

"Rai, Jangan tinggalin gue ya." Ujar Riko tiba - tiba.

"Apaan? Lebay luu..Geli gue." Raiz terbahak.

"Gue gak punya siapa - siapa. Gue gak tahu kalau hidup jauh dari loe. Jadi manusia hina kali gue Rai."

"Weitss, Janganlah. Okay kita akan bersama - sama. Insya Allah, Bedo'a sama Allah ya."

"Siip. Gue mulai senang bercengkrama denganNYA lewat do'a. Gue yakin salam rindu gue kepada nenek gue akan tersampaikan dengan baik."

Riko terlihat mulai senang di lingkungan pesantren. Sudah seminggu dia disini bersama Raiz. Teman - temannya selalu menjenguk tiap hari setelah pulang sekolah. Dia merasa tidak sendiri lagi.

Riko juga selalu ikut pelajaran tambahan dari Ihsan tiap malam. Pikirannya menjadi cerah menatap kehidupan.

"Gue pengen ngemil, ke kantin nyok." Ajak Raiz.

"Dengan senang hati." Jawab Riko.

Dua sahabat itu berjalan beriringan menuju kantin pesantren. Membeli makanan ringan untuk di makan sebelum bel jam kedua berbunyi kembali.

Langkah Raiz terhenti saat melihat Ihsan, Ayyaz dan Zahra sedang dalam obrolan. Mereka berjalan mengikuti ustadznya itu. Entah apa yang mereka bicarakan, Raiz tidak mau tahu.

"Rai." Panggil Ihsan.

Rai langsung berlari kecil menghampiri ustadznya. Mencium tangannya dengan khidmat begitupun dengan Riko.

"Assalamualaikum Ustadz."

"Wa'alaikumussalam. Mau kemana?"

"Rai, mau beli makanan. Laper."

Ihsan mengangguk.

"Senang saya lihat kalian berdua." Ujar Ihsan menepuk bahu kedua anak remaja itu.

Tangan yang tidak pernah berhenti dari tasbih itu mengusap kepala Rai terlebih dahulu. Ihsan menatap Rai dengan seksama.

"Saya do'akan keberkahan ilmu kepadamu, Melekat erat dalam dirimu. Sehingga sikapmu adalah cerminan baik dalam segala ilmu yang kamu pahami. Semoga jadi penerang hati yang tersembunyi dalam kesesatan dunia..Aamiin Ya Allah Ya Rabbal alamin." Do'a Ihsan siang itu lalu meniup ubun - ubun Raiz.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang