Senja menghilangkan jingganya. Sang surya tenggelam meninggalkan pekat. Motor besar itu melaju cepat membelah jalanan ibu kota.
Malam sudah semakin larut dengan wajah - wajah lelaki remaja yang semerawut.
Mereka sampai di rumah sederhana.Rumah yang seminggu lalu Riko tinggalkan. Kini dia malah membawa Raiz ikut serta di tempat ini bukan lagi di pesantren atau di tempat yang lebih baik.
Ardi terlihat paling merasa bersalah. dia terlihat malu di hadapan sahabatnya sendiri.
"kalau bukan gara - gara gue, tidak akan seperti ini." Ujarnya kesal pada dirinya sendiri.
"Andai gue, gak sok jagoan menantang orang - orang pasti para cecunguk itu tidak buat masalah di hidup loe Rai."
Raiz diam, dia mendengar ocehan Ardi terhadap dirinya sendiri.
"Gue tidak apa - apa. Santai aja." Raiz bersuara.
"Rik, gue numpang tinggal ya.. Masalah makan kita usaha bareng - bareng." Ujar Raiz lagi.
Raiz langsung berdiri dan masuk ke kamar yang biasanya dia tempati saat menginap di rumah Riko. Ketiga sahabatnya saling terdiam merasakan rasa bersalah di hati mereka masing - masing.
Sebelum adzan shubuh berkumandang. Terdengar suara indah yang sedang mengaji. Di sepertiga malam yang hening. Raiz duduk bersila dengan Al - qur'an di hadapannya.
Riko yang memang tidak bisa tidur. Langsung bergegas wudhu dan menegakan shalat malam di kamarnya. Ardi dan Aldi sudah pulang ke rumahnya masing - masing.
Suara itu selesai membacakan ayat suci. Lalu terdengarlah suara lirihnya berdo'a.
"Hambamu ini buta jalan kehidupan jika tidak ada Kau sebagai penerang. Langkah hambamu ini pincang jika tidak ada kau menjadi pengiring. Ya Allah, Diri ini kerdil jika tidak ada kasih sayangmu. Diri ini pengemis yang melunta - lunta diatas bumimu. Aku tidak meminta lebih, Sudah cukup kenikmatan ini kau curahkan tiap harinya untukku. Hanya ajarkanlah aku untuk sabar, untuk ikhlas dan tegar dalam menghadapi semua yang telah di tetapkan untukku."
Riko yang mendengar do'a lirih itu sudah menangis tersedu - sedu. Mengingat masa muda yang dia sepelekan. Padahal masa ini akan jadi pertanyaan di akhirat kelak.
"Tidak akan bergeser kaki seorang manusia dari sisi Allah pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya tentang lima (perkara): tentang umurnya, untuk apa dihabiskan ?. Tentang masa mudanya, untuk apa digunakan ? Hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan ? Ilmunya, bagaimana dia amalkan ilmunya ?” (HR. Tirmidzy: 2416, dihasankan oleh syaikh al-Albny).
Tangisnya serasa mencekik tenggorokannya.
"Ya Allah. Ya Allah." Lirihh Riko dalam tangisnya.
Betapa dia masih menyepelekan umur. Serasa diri masih muda berleha - leha dikarenakan umur masih panjang sampai lupa kalau maut bisa menjemput siapa saja, tak pandang usia dan rupa.
Raiz mendengar tangis sahabatnya itu. Bibirnya tersenyum. Mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT telah menurunkan hidayah itu kepada sahabatnya.
Dia tidak risau. Disaat orang tuanya berpaling darinya walaupun sakiit rasanya di perlakukan seperti itu. Tapi tak apa, Raiz yakin ada pelajaran penting yang ingin Allah ajarkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You #ZahRaiz
Spiritual[COMPLETED] Muhammad Raiz seorang anak muda yang mengaku dirinya sebagai anak munafik di keluarganya. Zahra Nurazizah seorang perempuan shalihah yang mondok dipesantren. Dikejutkan dengan pertemuannya yang tiba-tiba dengan lelaki yang jauh dari eks...