Melangkah

7.5K 715 30
                                    

Siang ini begitu terik. Peluh mengucur membasahi wajah. Terburu-buru orang berjalan di jalanan. Tak seperti satu pemuda yang terlihat teduh sekali. Bias-bias air wudhu membuat wajahnya segar tertimpa angin siang hari.

Di sampingnya seorang perempuan berambut panjang berjalan dengan santainya. Gayanya yang cuek. Celana jeans bolong sana sini lalu pakaian kemeja tak ia kancingkan. Dengan tangannya di gulung sampai siku. Sepatu converse belel dan tas lepek dia gendong di punggungnya.

Mereka mampir di kedai Bakso.

"Thanks Rai, Tau aja gue laper."

"Gimana kaki loe?"

"Udah tidak masalah. Biasa gue mah."

"Bisa! gak selalu buat masalah?"

"Gak seruu." Ujar perempuan yang bernama Bunga itu sambil tertawa.

Bakso terhidang di hadapan mereka. "Loe gak puasa broh?" Tanya Bunga seperti teringat.

"Ini hari sabtu."

"Yeee dikirain loe seneng puasa Daud yang bolong sehari lalu puasa lagi."

Raiz hanya tersenyum ikut memakan baksonya. Tidak ada percakapan lagi karena perempuan itu tampak memesan lagi sambil mengedipkan matanya kepada Raiz.

"Mang, Bungkus emm 20 ya. Pisah semuanya." Ujar Bunga setelah selesai memakan baksonya.

"Buat siapa?"

"Buat anak gue." Jawabnya.

"Udah biar gue yang bayar." Tawar Bunga.

"Uang apa itu?" Tanya Raiz curiga.

"Hasil nyopet." Jawab Bunga sambil ngakak.

"Nga, Serius. Loe~"

"Iyeeee gue tahu. Sama aja lu kayak sodara lu tuh, bawel. Yaudah bayarin sono."

Raiz geleng-geleng kepala sambil membayar pesanan Bunga plus pesanan mereka. Sekarang mereka naik kembali ke angkutan umum. Raiz ngikut aja. Dia memang diajak untuk tahu kehidupan gadis ini.

Mereka sampai di pemukiman samping rel kereta api. Yang dindingnya dari kardus. Melihat Bunga anak-anak yang sedang membereskan kardus dan botol bekas air minum itu berlarian ke arahnya.

"Bundaaa." Panggil mereka.

"Haloo.. Nih Bunda bawa apa. Baksooo." Pekik Bunga ceria sekali.

Anak-anak itu tampak berbinar penuh kebahagiaan. Bunga memberikan kresek itu kepada salah satu anak untuk di bagikan rata.

Raiz sedikit tercengang. Dia diajak duduk oleh Bunga di dipan reot salah satu rumah.

"Mereka hidup gue, Dimana disini, gue tidak mengenal keputus asaan."

Raiz tahu Bunga itu anak dari keluarga kaya raya. Pusat perbelanjaan berjejer, Hotel dan lain sebagainya. Tapi dia terlahir dari pernikahan beda agama. Ayahnya bule sedangkan ibunya orang Indonesia.

Dari kecil Bunga selalu di perlihatkan perbedaan. Seatap tapi tak ada kasih sayang. Hanya saling menguntungkan satu sama lain.

"Loe seneng disini?"

"Ya."

"Tapi kenapa harus mencuri?" Tanya Raiz menyayangkan.

"Gue gak ngasih mereka makan uang itu kok. Gue hanya ingin cari gara-gara aja. Ternyata hukum negara ini masih tumpul oleh uang bokap gue. Rese kan."

"Pedih gue lihat dunia ini Rai, Banyak pencuri berdasi  tapi semua orang membiarkan tak peduli. Terlalu gagap melihat pangkat mereka dalam negri ini. Malas, Melihat celotehan pembangun jati diri sendiri tapi nihil bukti. Gue ingin pindah dari bumi. Tapi takut mati gue gak dikubur disana. Kasian jasad gue." Sambung Bunga lagi sambil menghela.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang