Cinta Yang Berkata

7.6K 706 32
                                    

Pagi kembali memberi kesempatan. Kicau burung bernarasikan keagungan sang maha kuasa lewat kicau merdu yang enak di dengar oleh telinga.

Angin hilir mudik menyentuh apapun yang ia lewati. Memberitahukan alampun memiliki bahasa mereka sendiri. Bahasa ketaatan yang mereka ujarkan dalam rasa yang menyejukan.

Aku malu kepada hati, Disaat ia telah memilih sebuah pelabuhan hati tapi bibir mengatup rapat enggan membeberkan niatan diri.

Pemuda itu berdiri menjulang di depan halaman pesantren yang luas. Hari ini dia masuk ke pesantren ini sebagai pengajar. Pakaiannya sudah rapi dan segala persiapan telah di persiapkan.

Hatinya sejenak bernarasi, lalu dia tersenyum kecil seorang diri. Dia menghela, Melihat sekeliling pesantren yang sudah sepi.

Perihal tahu malu. Kuharap kamu paham kenapa aku tak selantang dulu dalam menawarkan sebuah ikatan pernikahan, KarenaAda aku yang pernah melukaimu. Dahulu.

Pemuda yang bernama Raiz itu kembali berpuisi dalam hati. Mendadak semua kata-kata itu menjadi indah jika di rangkaikan oleh orang yang sedang mencintai.

"Assalamualaikum Ustadz, Mau mengajar?" Tanya salah seorang lelaki yang menutup dirinya dengan topi. Pakaian santai dengan sandal jepitnya. Raiz ternganga sendiri.

"Ustadz Ihsan."

Ihsan mendongakan kepalanya dan terlihatlah mata teduh itu menatap Raiz penuh godaan.

"Ganteng sekali Ustadz kita ini."

"Raiz mulai mengajar hari ini kan ustadz? Tapi Ustadz kok pakaiannya begini."

"Kenapa? Kamu yang rapih sekali. Orang yang sedang jatuh cinta suka berbeda." Ledek Ihsan.

"Ustadz..Ahh hari ini panen padi?" Tanya Raiz. Acara rutin pesantren kalau padi yang mereka tanam sudah siap panen.

Semua aktifitas belajar mengajar di liburkan sehari. Semua santri turun ke sawah dan itu rame sekali.

"Iya. Panen padi. Kamu yang tampan sendirian disini."

"Kenapa gak ada yang memberitahu Raiz?"

"Tidak ada? Kirain Ustadz,  kamu berpakaian begini karena mau tebar pesona kepada Zahra."

"Astagfirulloh. Sejak kapan Ustadz Usil begini?" Wajah Raiz merah padam.

Ihsan tertawa pelan. Tidak berapa lama Parjo datang beserta Fahim.

"Om salah kostum." Ujar Fahim langsung.

Raiz kikuk sendiri. Parjo cengengesan di tempat.

"Itu bukti sedang jatuh cinta kak, Seorang lelaki suka begitu." Goda Ihsan menanggapi ucapan putranya.

"Iya bi?" Tanya Fahim kepada Abinya.

"Iya."

Raiz mati gaya. Sejak kapan keluarga sidik ini pintar memojokan orang begini. Ihsanpun langsung menepuk bahu Raiz meminta maaf. Dia hanya becanda.

"Ganti pakaianmu, Mbakmu masih di rumah."

Raiz mengangguk. Berlari kecil menuju kediaman sidik. Untuk mengganti pakaiannya. Di rumah Ihsan, betapa terkejutnya dia, saat di pintu hampir bertabrakan dengan Zahra yang baru keluar dari rumah.

"Astagfirulloh." Pekik mereka bebarengan. Kikuklah mereka berdua menjauhkan kembali tubuh mereka.

"Maaf." Raiz bersuara.

"Tak apa."

Tidak ada yang bersuara lagi.

"Saya duluan, mau ke dapur." Ujar Zahra sambil lalu.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang