Lelaki seindah senja

7K 705 30
                                    

Bulan menggantung cantik di langit sana. Bintang berkedip samar diatas sana. Awan tak berjejak kali ini. Membiarkan langit kelam terhampar tanpa ada warna putih menghalangi.

Desau angin terdengar riuh. Menggoyangkan dedaunan yang terlewati. Seorang lelaki sedikit terdiam di halaman rumahnya saat baru saja pulang dari pinangan sahabatnya Riko.

Ayahnya menepuk bahu anaknya yang menatap jalanan lengang "Apa yang kamu pikirkan anak muda?"

Raiz terkesiap lalu tersenyum kikuk. "Hanya berpikir langkahku sudah membawaku jauh. Ada beberapa hal yang membuat diriku asing."

Ayah Raiz tersenyum. Mengajak anaknya untuk masuk ke dalam rumah. "Pasti masalah perempuan."

Raiz tercengang menatap Ayahnya "Yahh. Tidak seperti itu."

"Lalu apa?"

"Entahlah." Jawab Raiz.

Kini mereka sudah berada di dalam rumah. Duduk saling berhadapan di ruang tengah. "Ada yang kamu harapkan jadi istrimu?"

Raiz tertunduk "Memang ada yang mau mendampingi lelaki yang sudah punya istri sebelumnya?"

"Adaa. Apalagi lelaki itu Muhammad Raiz."

Raiz terkekeh "Raiz pamit ke kamar Yah. Sudah malam. Ayah juga harus istirahat."

Ayahnya Raiz mengangguk. Sebelum anaknya jauh dari dirinya. Ia berkata "Suami istri itu adalah pakaian bagi satu dan yang lain dan Kamu harus tetap berpakaian Raiz." Ujar Ayahnya menyentak kesadarannya.

Raiz hanya mengangguk. Membawa langkahnya masuk ke kamarnya. Dia duduk di meja kerjanya. Membuka buku catatannya. Terselip photo pernikahannya dengan Zainab waktu itu.

Tergagap Raiz untuk meraba hatinya. Mendesah ia sambil memejamkan mata berdo'a untuk istrinya di alam sana. Ada suara hatinya yang dia abaikan. Ada getar dirinya yang dia sembunyikan.

Ketidak pantasan terbesit dalam benakku sendiri
Ketidaktahudirian tergambar jelas dalam pikiranku sendiri.

Jika rasa ini masih pantas
Jika rasa ini masih layak
Jika getar ini di haruskan kembali bergerak
Haruskah langkah itu kembali berderap untuk tak kembali memberi jarak.

Niatan selalu terlukis indah
Keinginan selalu di harapkan tak pernah sudah
Tapi, ada rasa malu untuk mengutarakan
Ada rasa tahu diri untuk memintanya kembali ke dalam pelukan.

Pena itu berakhir di sebuah titik. Terjungkal kembali ia diatas meja. Lembaran putih itu terisi kata seperti itu saja untuk hari ini.

Si penggerak pena terlihat sudah merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Berdzikir sampai rasa kantuk menelan kesadarannya utuh - utuh.

Ke esokan paginya Raiz lari pagi beserta Ayahnya. Membicarakan keikut sertaannya dalam dakwah ayahnya hari ini.

"Jama'ah pasti seneng ada ustadz yang lebih Fresh dari Ayah."

Raiz mengiyakan untuk ikut serta. Di rumah Khadijah berbinar menyambut kedatangan mereka di pintu.

"Sarapan belum siap. Maka dari itu Ayah dan Kakak di haruskan mandi terlebih dahulu."

"Siap." Ujar Ayah dan Raiz bebarengan.

Di kamarnya setelah selesai mandi group chatnya tampak ramai. Raiz hanya menengoknya saja.

Telah rapih dengan pakaian gamis dan kopiah di kepalanya dia langsung ke ruang makan. Ayahnya terlihat sudah rapi juga.

"Bunda dan Khadijah ikut kajian ya. Pengen denger dakwahnya Kakak." Ujar Khadijah.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang