Berbeda

6.7K 673 14
                                    

Dikediaman  Raiz setelah pulang dari pondok menjenguk Ayyaz tadi malam, suasananya mendadak menjadi lebih menegangkan bagi Raiz. Pagi ini keluarga kecil itu sarapan bersama.

Bundanya mempersiapkan semuanya dengan diam.

"Ayah selalu pengen kamu mondok kayak Ayyaz. Kalau di pesantren ilmu yang di dapatkan lebih mumpuni dibanding sekolah umum." Ayah bersuara seperti perkiraan Raiz.

Raiz terlihat menelan nasi susah payah. Dia ingin sekolah disekolah umum saja itu harus meminta berkali - kali baru diberi ijin. Tidak cukup waktu sekolah menengah pertama dia mondok? Raiz entah kenap tidak suka ada banyak aturan seperti itu.

"Walaupun di sekolah umum, Raiz baik - baik sajakan yah."

Ayah terlihat menghela dan menatap anaknya dengan seksama. Ayahnya itu terlihat masih muda. Dikarenakan orang tuanya menikah muda di umur 20 tahunan dan bundanya 18 tahun kala itu.

"Ayah selalu berharap kamu bisa menjaga amanah yang ayah berikan. Kepercayaan yang ayah dan bundamu kasih dengan memberimu kebebasan diluar sana."

Raiz tersenyum kaku. Jika Ayahnya tau perilakunya diluar sana yang dalam pandangan ayahnya pasti jauh dari syariat.

Di rumahnya sejak kecil Raiz dijauhkan dari berbagai siaran televisi. Di tempa dengan ilmu yang kedua orang tuanya miliki.

"Insya Allah yah. Bun. Raiz bisa. Raiz berangkat sekolah dulu. Assalamualaikum." 

Raiz mencium kedua tangan orang yang sangat dia hormati itu dan berlalu. Keluar dari rumah, Raiz merasakan perasaan bersalah.

Dia merasa mengkhianati kedua orang tuanya tapi walaupun Raiz seperti itu. Dia tetap menjalankan syariat walaupun tidak mudah. Raiz menunggu angkot. Bukan sebenarnya, melainkan menunggu temannya menjemput.

Motor besar itu berhenti didepan Raiz. Raizpun menaikinya dan sahabatnya menjalankannya dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya disekolah. Dia berubah dengan gaya slengeannya. Matanya tajam memindai seluruh objek tidak seperti dirumah yang tertunduk patuh mentap segala hal.

"Pagi Rai." Sapa para geng cewek-cewek.

"Pagi." Jawab Rai sambil menyunggingkan senyum menawannya.

Ardi, Riko, Aldi ketiga sahabatnya selalu mengaping dirinya. Mereka seolah jadi pusat perhatian karena Raiz ada ditengah - tengah mereka.

Mereka masuk ke kelas untuk menjadi murid yang patuh. Raiz tidak pernah main - main jika perihal pelajaran.

Di jam istirahat. Ke empat lelaki itu bercanda di koridor sekolah. Saling senggol dengan bercandaan lainnya.

Sesampainya di kantin Raiz di dorong begitu keras sehingga menubruk Tania. Tania seperti diberi kesempatan. Dia langsung memeluk pinggang Raiz. Raiz langsung mengangkat tangannya.

"Pelanggaran nih. Maa, boleh dilepasin." Ujar Raiz.

Tania malah sengaja menyandarkan kepalanya di dada Raiz.

"Dadamu nyaman yah Rai." Tania bersuara dengan nada menggoda.

"Wuhuuiiii." Sorak - sorai teman - temannya.

"Hey, bro. bantuin dong. Lepasin nih." Ujar Raiz mulai tidak suka jadi pusat perhatian seperti ini.

Teman-temannya malah cekikikan. Raiz tetap mengangkat tangannya. Tania menyandarkan dagunya di dada Raiz dengan menengadahkan wajahnya menatap Raiz.
Raiz jelas tidak menatap sama sekali wajah itu.

"Hey,, sayang. Coba lihat wajah ini. Mata ini. Ada cinta yang besar untuk kamu." Ujar Tania.

Teman sekolahnya dikantin semakin bersorak sorai.

Found You #ZahRaizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang