Motor besar itu berhenti di halaman rumah neneknya Riko. Rumah itu tampak sepi. Ardi, keluar dan menyambut Raiz.
"Seneng ketemu lagi sama lu bro." Ujarnya.
Sudah begitu lama mereka tidak bertemu setelah kejadian tawuran saat itu.
Raiz hanya menepuk bahu sahabatnya itu."Riko mana?" Ardi hanya mennjukan dengan kepalanya. Riko, lelaki remaja itu sedang menonton TV.
"Assalamualaikum." Salam Raiz.
Tidak ada jawaban dari mulut Riko. Hanya kedua sahabatnya yang menjawab salam tersebut. Dengan gaya menyenangkannya Raiz duduk disamping Riko.
"Maaf bro, gue telat datangnya. Turut berduka cita atas meninggalnya nenek lu."
Riko tidak bersuara. Dia tetap diam menonton entah acara apa. Raiz bingung sendiri.
"Rik, gue tahu loe kehilangan tapi jangan siksa diri loe kayak gini. Loe masih punya kehidupan yang harus di jalani." Ujar Raiz lagi.
"Persetan dengan kehidupan." Ujar Riko pelan.
"Kehidupan tidak pernah menginginkan gue Rai, Apa - apa diambil. Bahkan orang yang gue sayangi sekalipun." Sambung Riko lagi.
"Gue tahu, karena guepun sama. Orang tua gue sendiripun begitu." Ujar Raiz.
"Seenggaknya loe punya orang tua yang peduli. Gue, mereka kesini hanya menanyakan gue mampu hidup sendiri gak? Karena untuk membiayai hidup mereka saja, mereka susah."
Raiz tahu, Riko mengatakannya di perjalanan tadi kepadanya. Bahwasannya ibunya Riko yang notabene anaknya nenek Raiz datang tapi cuma mengatakan hal itu dan pergi lagi.
"La yukallifullahu nafsan illa wus’aha,Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al - baqarah : 286)"
Raiz bersuara.
Riko mengalihkam pandangannya menatap Raiz kali ini."Ayat itu tidak berguna, Semua ini diluar batas kemampuan gue sebagai anak remaja." Bantah Riko.
"Ini berguna Rik, Berguna. Hanya dampingi langkahmu dengan iman dan taqwa. Mari ikut gue ke pesantren. Ustadz Ihsan pasti bisa menerima."
Riko diam, Aldi dan Ardi saling lirik.
"Gue tidak punya waktu banyak, kalau mau ikut dengan gue ayo. Kalau enggak. Gue akan sering menjenguk loe." Raiz sudah bergegas akan pergi tapi Riko langsung ke kamarnya.
Raiz pikir sahabatnya itu menolak pergi dengannya tapi tidak berapa lama datang dengan membawa tas besar.
"Gue ikut." Ujarnya.
Raiz tersenyum. Dua sahabat itu saling rangkul. Raiz meminjam motor Aldi. Besok Aldi bisa ambil sendiri sepulang sekolah ke pesantren karena Raiz mengejar Ayyaz dan rombongannya yang pulang dari belanja barang keperluan pesantren.
Riko menatap rumah sederhana itu. Dia menguncinya.
"Nek, Riko bukan pergi. hanya menuju tempat yang mudah - mudahan bisa menerima Riko." Ujarnya.
Ke empat sahabat itu saling Rangkul berusaha menguatkan Riko. Riko selalu merasa disaat dia mengikuti Raiz dia akan baik - baik saja. Dia beruntung mempunyai sahabat - sahabatnya ini.
Raiz sudah duduk keren diatas motor. Riko sudah duduk dibelakangnya.
"Kalau takut jatuh, peluk aja gak papa." Goda Raiz kepada Riko. Riko tertawa dan memukul kepala Raiz yang sudah tertutup helm.
"Al, Di. Kita pamit. Besok tengok kita di pesantren yaakk." Ujar Rai.
"Oke, Bro. Kita bawa makanan yang banyak besok." Ujar Ardi. Aldi hanya memperlihatkan jempolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Found You #ZahRaiz
Spiritual[COMPLETED] Muhammad Raiz seorang anak muda yang mengaku dirinya sebagai anak munafik di keluarganya. Zahra Nurazizah seorang perempuan shalihah yang mondok dipesantren. Dikejutkan dengan pertemuannya yang tiba-tiba dengan lelaki yang jauh dari eks...