EPILOG

1.8K 122 30
                                    

DI bangku kantin Farah duduk sendirian. Sebenarnya jam belajar sudah selesai dari tadi, namun Farah belum ingin untuk pulang. Tak seperti biasanya Farah begini.

     Kantin yang sepi, di temani dengan segelas es teh manis dan lagu yang mengalun di telinganya melalui perantara earphone.

     "Gue bingung, antara harus tetap berjuang atau mengikhlaskan aja." Gumam Farah.

     Seseorang menyahuti perkataannya. "Lo harus tetap berjuang."

     Farah menoleh ke asal suara tersebut.

     Begitu malu dirinya setelah mengetahui bahwa Alvin mendengar ucapannya tadi.

     "Lo belum balik?" Farah berusaha bertingkah biasa saja.

     "Belum. Gue aja masih nungguin lo. Gue cari-cari eh malah di kantin." Jawab Alvin.

     Alvin berkata lagi. "Far, lo itu harus yakin sama 'kita'. Lo nggak boleh gampang goyah cuman gara-gara Ferena. Dia itu cewek gila biarin aja."

     "Gue udah berusaha, Vin."

     "Usaha lo masih kurang karena lo masih gampang terkontaminasi sama ucapan-ucapan Ferena." Kata Alvin.

     Dan setelahnya Farah hanya diam dan meminum es teh manisnya.

     "Lo tau 'kan gue sayang sama lo?"

     Farah hanya mengangguk. Namun di dalam hatinya, Farah yakin bahwa Alvin memang serius dengan hal itu.

     "Inget, gue cuman mau lo, bukan yang lain." Kata Alvin.

     Alvin menarik pergelangan Farah. "Ayo pulang."

     Farah hanya mengikutinya.

***

Sampai di depan rumah Farah, Alvin meminta Farah untuk meluangkan waktu sebentar dengannya.

     Alvin turun dari motornya dan mereka bicara empat mata. Tak ada siapa-siapa selain mereka--ini juga faktor lingkungan rumah Farah yang sepi.

      Alvin menatap Farah intens. "Lo sayang sama gue?"

     "Pertanyaan bodoh apa itu? Jelas sayang lah." Jawab Farah.

     "Kenapa lo bisa suka sama gue?" Tanya Alvin lagi.

     "Sayang itu nggak perlu alasan. Cukup bisa buat gue nyaman aja gue udah sayang sama lo." Jawabnya.

     "Lo janji?"

     Rasanya Farah sudah seperti maling yang sedang di introgasi oleh pihak kepolisian. Banyak sekali pertanyaan yang di lontarkan Alvin.

     Farah mengernyit. "Janji apa?"

     "Janji kita bakal kayak gini terus sampai nanti."

     Farah mendengus sebal. "Ah alay banget sih. Kita masih SMA, Vin."

     Namun Alvin malah tertawa. "Liat beberapa tahun lagi kalau gue udah sukses, gue bakal ngelamar lo."

     Tak bisa dipungkiri, jantung Farah berdebar tak karuan begitu Alvin bicara seperti itu. Seserius itu kah Alvin?

     Farah menunjuk hidung Alvin sambil berkata. "Gue pegang janji lo."

     Sebelum Alvin pulang, Alvin menyempatkan memeluk Farah untuk beberapa detik. Menyalurkan energi satu sama lain dan membuat atmosfer di sekelilingnya menjadi melow.

AlfaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang