19. Waktu yang Tepat?

1.4K 91 6
                                    

RASANYA Farah ingin secepatnya pulang dari kafe itu. Moodnya yang sebelumnya bagus mendadak down melihat Alvin. Ini menyakitkan. Alvin rela bolos demi cewek itu? Bahkan dari kemarin Farah SMS, Alvin tak membalas-balasnya. Mungkin dia terlalu sibuk dengan 'cewek itu'

     "Jangan mikir yang enggak-enggak dulu, Far." Saran Ana.

     Ani menyesap kopinya. "Coba gue pura-pura lewat mereka. Siapa tahu itu keluarganya." Setelah itu Ani berdiri dan menghampiri mereka.

     Tapi Farah yakin betul, bahwa yang dihadapan Alvin bukanlah Kak Venya. Ia berbeda dengan perawakan Venya yang tinggi dan berkulit gelap. Cewek yang sekarang berada dihadapan Alvin berkulit putih dan bertubuh mungil.

     'Jangan' Umpat Farah dalam hati.

     Ani melewati Alvin dan cewek itu, ia melirik cewek itu untuk melihat wajahnya. Alvin malah menyapa Ani. "Eh, Ani! Kok ada disini?" Sedangkan cewek yang bersama Alvin hanya melihat mereka bicara.

     "Ehm--" Ani bingung mau berkata jujur ia dengan Farah dan Ana atau tidak. "--iya, eehh, gue nemenin Farah."

     Barulah Alvin engeh bahwa dari tadi Farah memerhatikannya. Pikirannya jadi bercabang. Pikirnya, Farah pasti berpikir sampai kemana-mana dan akan curiga kepadanya.

     "Vin, ini teman lo?" Tanya Ani ragu-ragu.

     Sekejap Alvin langsung memalingkan pandangannya dari Farah. "Hah? Eh iya ini teman gue. Ren, kenalan dong."

     Cewek dihadapan Alvin itu memberikan tangannya. "Ferena, Rena aja biar gampang." Cewek itu memakai aksen Jepang sebagai penekanan ucapannya.

     'Aksen Jepang, muka Jepang' Pikir Ani. "Octaviani, Ani. Yaudah gue balik ya."

     Kembali ke tempatnya, Ani langsung berbisik kepada Ana dan Farah. "Namanya Ferena, she accented Japanese, mukanya juga."

     Mata Farah malah berkaca-kaca, ia tak mengerti dengan dirinya yang malah ingin menangis. Ternyata Ferena memang bukan gadis biasa bagi Alvin. Apa selama ini Alvin hanya menjadikannya pelampiasan untuk Ferena yang sebelumnya tinggal di Jepang?

     "Far, udah jangan gini. Malu dilihatin orang." Ana berusaha menenangkan.

     "Kita kerjain tugasnya besok aja. Gue mau pulang."

     Farah membereskan laptop dan membawa minumannya yang belum habis itu keluar dari kafe tanpa memandang Alvin dan Ferena sedikitpun. Ani dan Ana buru-buru memasukkan laptop mereka dan mengejar Farah.

***

Di rumah, Farah hanya tidur-tiduran dikasurnya dan memeluk guling juga selimutnya. Suhu AC yang ia setel hanya 23 derajat, tapi tubuhnya sudah kedinginan.

     "Jatuh cinta memang selalu menyakitkan. Tak mungkin ada jatuh yang tak sakit, pasti semua jatuh sakit, termasuk jatuh cinta. Apa aku salah mencintainya? Kenapa ini terjadi untuk yang kedua kalinya?"

     Masih dengan isakannya, Farah membuka ponselnya dan menuju aplikasi BBM. Ia melihat recent update dan Alvin baru saja mengganti display picturenya...berdua dengan seorang cewek? Mereka berdua tersenyum dalam satu jepretan dan latar belakangnya adalah kafe yang tadi Farah kunjungi.

     Farah memperbesar foto itu, muka cewek itu... apa itu Ferena? Ya. Pasti itu Ferena. Wajah dengan paras cantik dan kulit putihnya, mata sipitnya dengan rambut panjang yang tergerai, bibir tipis dengan lipgloss tipis.

     Mengingat-ingat lagi, Farah benar-benar ingat deskripsi anak kecil yang ada di dinding kamar Alvin persis seperti Ferena. Dugaan Farah benar lagi, anak kecil yang selalu Alvin gendong dan Alvin rangkul itu adalah Ferena.

AlfaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang