Chapter 20 < Fight For Love >

166 11 0
                                    

Apa yang ada dipikiran lo sih, Nin. Lo tuh gila ya. Lo emang gak punya perasaan, Nin. Kalo aja malam itu--

"Nindy? Kamu kenapa? Lagi mikirin apa?" Sapa Axel mengejutkanku.

"Lagi mikirin Dit--. Aahh enggak, gak papa," Aku hampir membocorkan isi pikiranku.

"Hmmm, ini aku bawain sandwich sama cokelat kesukaan kamu." Katanya lalu duduk disebelahku.

Mataku menatap tajam kearah makanan itu, makanan itu mengingatkanku lagi pada kejadian dua tahun lalu saat aku membuang sandwich pemberian Dito.

"Kamu nih kenapa sih? Aku serasa pacaran sama patung tau gak." Dengan nada naik.

Aku terhentak, "aku nggak papa. Makasih ya sandwichnya. Tapi aku makannya nanti."

Aku pergi meninggalkan Axel sendirian dimeja kantin favourite kami.

Saat aku berjalan kearah kelas, handphoneku berbunyi. Ternyata itu adalah BBM dari Dito.

"Ciiee.. jadian sama Axel ya? Selamat ya"

Aku menepi ditangga, mengeluarkan ekspresi kesal, marah, menyesal, dan merasa menjadi orang bodoh sedunia(lagi).

"Hah? Jadian? Lo tau dari mana?" Jawabku.

"Adadeh, yaa pj nya lah jangan lupa. Mama ais enak nih."

Aku merasa canggung, dan sempat memikirkan tentang ini, apakah benar Dito tidak ada perasaan kepadaku? Bisa kulihat dari cara chatnya kepadaku, totally gak keliatan ada perasaan suka dan layaknya teman biasa.

"Hahaha, mama ais? Hmm yaudah, nanti ya pulang sekolah, ajak Michael sama Darma juga, To" Balasku.

*************

Saat kami berjalan menuju cafe kesukaan kami, Dito terlihat sangat murung, dan berbeda seperti biasanya, aku mendekatinya dan mencoba menghiburnya

"Kenapa pak? Galau mulu" Sahutku

"Gak galau, lagi bete aja sama seseorang" Lanjutnya

"Siapa emang? Sini biar gue hajar kalo ada yang bikin lo bete. By the way, waktu itu lo mau ngomong apa? Ngomong sekarang aja mumpung lagi ketemu" Aku melemparkan senyum manisku.

"Lo mau tau siapa yang bikin gue bete? Mau tau juga gue mau ngomong apa sama lo?" Jawabnya

"Iya," Kataku

"Gue bete sama lo, dan gue mau ngomong kalo gue bete sama lo." Ia mempercepat jalannya dan meninggalkanku sendiri,

Aku mengerutkan dahi, memasang ekspresi bingung, dan terdapat dihati kecilku, aku sangat menyesal. Apakah mungkin Dito cemburu?

Selama kami berada di cafe, Dito sama sekali tidak menegurku seperti yang lainnya, ia asik mengobrol dengan yang lain, kecuali denganku. Aku tidak ingin ada perasaan canggung apalagi dijauhi.

"Eh Neng Nindy, mau pesen apa?" Tanya Mang Dimas, pelayan cafe yang sudah akrab denganku.

"Hmm, orange juice aja, Mang" Jawabku dengan seulas senyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang