Edo masuk ke perpustakaan dan bertemu dengan seorang gadis yang belakangan ini mulai membuatnya tak tenang.
Gadis yang dengan seenaknya masuk memenuhi pikirannya tanpa Edo minta.
Irish.
Edo duduk tepat disamping Irish yang sedang membaringkan kepalanya di atas meja. Wajahnya ditutup kedua lengannya. Di depannya terdapat dua buah buku, tas serta ponselnya yang tergeletak begitu saja.
"Nih anak ceroboh bener biarin barangnya berserakan gini."
Dengan perlahan Edo mencoba memasukan ponsel Irish ke dalam tasnya namun sedetik kemudian diurungkannya.
.
."Ris, bangun oy!" Bisik Karin sambil mengguncang lengan sahabatnya.
"Apa sih Rin." Irish menegakan badannya dengan mata setengah terbuka.
"Udah sore ini, ayo ke kafe!"
"Iya iya sabar."
Irish merapikan tasnya lalu mengikuti Karin yang akan keluar dari perpustakaan.
Selama di jalan ke pos satpam, tempat biasa Irish menitipkan sepeda, ia mengecek ponselnya.
"Satu pesan?"
Irish segera membuka pesan yang diterima dari dua jam lalu.
'Ini nomor gue, jangan dihapus!'
~Edo.Mata Irish membulat sempurna. "Astaga! Dari mana nih orang dapet nomor gue?!!"
Irish berniat menghapus kontak Edo namun satu pesan baru lagi mengalihkannya.
'Ngeyel banget sih! Gue bilang jangan dihapus!!'
~Edo."Horor nih anak." Akhirnya diurungkan niatnya sebelum Edo kembali membanjiri kotak masuk pesan di ponselnya.
"Percuma juga gue hapus dia juga udah simpen nomor gue."
Irish memasukan ponselnya ke dalam tas lalu berjalan ke arah pos satpam untuk mengambil sepedanya.
Pukul 9 malam Irish sudah diizinkan pulang.
"Irish jangan lupa besok malam minggu isi live music ya nak." Pesan Laras, tante Karin.
"Iya tante, Irish pamit dulu tante." Irish mencium tangan Laras lalu beranjak keluar kafe.
"Hati-hati Irish!"
"Siap tante!"
Baru saja dirinya akan mengayuh sepeda, Irish dikejutkan kehadiran tamu tak diundang.
Edo berdiri disamping mobilnya sambil memainkan ponselnya.
"Lo ngapain di sini?" Tanya Irish begitu berada didekat Edo.
"Jemput lo." Jawab Edo datar.
Irish menaikan satu alisnya, "kan gue bilang ngga usah jemput, masih jam 9 kok, jalan masih aman."
Edo meraih sepeda Irish, "kejahatan tuh ngga kenal jam, cuma kenal kesempatan."
Irish menghembuskan nafasnya pelan meniup poni yang menutup keningnya.
"Ayo naik." Ujar Edo setelah menyimpan sepeda Irish di bagasi mobilnya.
Mau tidak mau Irish patuh.
"Dari mana lo dapet nomor gue?"
Edo hanya diam fokus menyetir.
"Ih Edo gue nanya!"
"Dari hp lo sendiri." Jawab Edo tanpa mengalihkan pandangannya. Irish menatap Edo bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."