#16

2.2K 165 4
                                    

"Lo serius Rish mau masuk ke database Pranaja Grup?" Tanya Edo.

Irish mengangguk.

"Apa yang mau kamu lakukan?" Ganti Rafa yang bertanya.

"Aku akan mengambil data karyawan mereka, entah kenapa Irish yakin kalau pelakunya ini orang kepercayaan mereka."

"Yosh! Berhasil."

Rafa dan yang lain duduk mendekat, melihat hasil kerja Irish.

"Ada dua orang yang terdaftar di perusahaan ini ternyata bekerja di sana, seperti dugaan Irish."

"Apa tidak apa mengakses data mereka?" Tanya Kevan ragu.

"Tenang aja Van, mereka mungkin sekarang sudah tahu ada yang mengakses tapi gue udah mengubah IP gue sebelum masuk tadi jadi mereka cukup sulit melacak gue."

Rafa menghela nafasnya pelan, "ini bahaya dek."

Irish terkekeh, "Irish lebih ngga rela apa yang kakak bangun harus hilang begitu aja, pokoknya sebelum waktu yang Papa tentukan Irish akan menangkap orangnya."

"Walau awam lumayan rapi juga kerja mereka sampai perusahaan ini ngga tau ada penyusup."

Rafa tertawa garing, "terima kasih sindirannya Irish."

Irish dan yang lain terkekeh.

"Segeralah bertindak kak sebelum mereka sadar dan membawa keluar anak buah mereka dari sini."

Rafa mengangguk, mengambil teleponnya dan menghubungi sekretarisnya.

"Bagaimana kak?" Tanya Adis penasaran.

"Katanya beberapa menit lalu mereka pergi, seperti yang Irish bilang Pranaja tau kalau kita telah menemukan pelakunya."

"Mungkin besok akan ada surat pengunduran diri di meja Papa." Ujar Irish.

Rafa mengangguk.

.
.

Keesokan harinya. Rafa berhasil mendapatkan kembali tender besar yang sempat gagal ia dapat karena kecurangan perusahaan lawan.

"Baiklah Papa hargai usahamu, kamu masih bisa memimpin perusahaan cabang." Ucap Reynand pada Rafa di ruang kerjanya.

"Bukan Rafa yang menemukan pelakunya Pa, tapi Irish."

Reynand menatap anak sulungnya, "baiklah, katakan padanya terima kasih."

Rafa menatap tidak percaya pada Papanya, "kenapa Papa tidak katakan langsung saja pada Irish?"

Reynand hanya diam lalu berdiri dari kursinya.

"Pa--"

"Papa harus kembali ke kantor sekarang, masih banyak pekerjaan." Reynand berjalan keluar ruangan.

Tidak lama setelah Reynand pergi, Irish masuk.

"Segitu bencinya kah Papa ke Irish?" Tanya Irish pada Rafa.

Rafa terkejut lalu membalikan badannya, adiknya menangis.

"Irish," Rafa memeluk tubuh Irish yang gemetar, ia tidak menyangka kalau Papanya tidak ingin bertemu dengannya.

"Irish lelah kak, Irish capek, selama ini Irish tahan perlakuan Papa ke Irish, apa sih kak salah Irish? Apa?! Apa Irish yang menyebabkan mama meninggal jadi papa benci Irish?" Isakan Irish semakin keras dipelukan Rafa. Hati Rafa sangat sakit mendengar adiknya menyalahkan dirinya sendiri.

"Ngga Rish, ngga, semua ini takdir bukan salah kamu!" Rafa mengeratkan pelukannya.

"Rasanya Irish capek kak kalau hidup kayak gini, dibenci orang tua sendiri, mungkin kalau Irish ngga ada, Papa baru akan senang."

PluviophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang