Pelaku penculikan Irish ternyata adalah teman sekolah Papanya saat SMA. Bukan hanya teman namun sebagai saingan. Grey tidak terima karena Reynand selalu mendapat hal yang ia inginkan. Prestasi di sekolah, gadis yang disukai mereka yaitu Mamanya Rafa dan Irish, keluarga yang harmonis dan perusahaan yang maju. Grey jugalah ternyata yang menjadi penyebab kecelakaan yang menghilangkan nyawa Mama Irish, namun setelah mengetahui keluarga Reynand yang retak karena kecelakaan itu kembali utuh, Grey kembali berulah ingin menghancurkan Reynand.
Dua hari setelah kejadian diculiknya Irish, Irish sudah sehat kembali seperti biasanya. Kemarin dirinya sampai ikut mengantarkan Adis ke bandara untuk kembali ke Jerman.
Kevan terlihat lesu merasa belum puas berduaan dengan Adis ditambah lagi melihat pemandangan Irish dan Edo yang semakin hari semakin menempel sukses membuat Kevan envy.
"Udah Do, kasian itu Kevan dari tadi mendung gara-gara lo nempel mulu sama Irish." Ucap Adit.
"Biar aja, dulu juga waktu sekolah dia nempel mulu sama Adis di depan gue." Edo masih betah menyandarkan kepalanya dipundak Irish yang sedang asik membaca novel miliknya.
Irish merasa tak terganggu karena fokusnya terpusat pada novel ditangannya.
"Ya kan lo belum rasain jatuh cinta waktu itu jadi bisa cuek aja!" Protes Kevan tak terima.
"Udah ngga usah debat di kantin gini, ngga enak tuh jadi tontanan." Lerai Al.
Adit mengangguk setuju, "iya ngga usah berantem."
"Salah lo ini Dit!" Sewot Kevan.
"Kok jadi gue?!"
"Kalau aja lo bilang Adis pulang."
Adit menatap datar pacar saudara kembarnya ini, "Adis sendiri yang bilang kalau ngga mau ada yang tau karena dia ngga mau nanti berat buat balik lagi ke Jerman karena ketemu sama lo Van." Jelas Adit.
Kevan terdiam.
"Tuh dengerin Van, Adis mikirin perasaan lo makanya ngga mau lo tau dia dateng, karena dia ngga mau lo uring-uringan gini." Timpal Edo.
"Berarti gue jahat banget dong kalo ngambek gini ke Adis?"
Edo, Al dan Adit menggangguk, "betul!" Jawab ketiganya bersamaan.
Kevan berdiri dari kursinya lalu keluar kantin sambil menempelkan ponsel di telinganya.
"Paling mau telpon Adis." Ucap Al.
"Paling ngga dijawab." Timpal Adit.
"Kenapa?" Tanya Al.
"Adis pasti masih kuliah."
Al mengangguk paham, "biarlah."
"Jadi seminggu lalu lo sering balik duluan--"
"Jemput Adis di bandara dan temenin dia bolak balik rumah sakit buat tugasnya." Jawab Adit melanjutkan ucapan Edo yang menggantung.
Edo ber-oh-ria merespon jawaban Adit.
"Gue balik duluan ya Do, tadi nyokap nitip beliin sesuatu." Pamit Adit.
"Gue juga deh mau kirim barang ke kakak gue, pesenan dia."
"Oke."
Edo menatap kepergian Adit dan Al keluar kantin hingga keduanya menghilang. Tatapannya beralih pada gadis disampingnya yang masih belum terganggu konsentrasinya membaca.
Irish terkejut hampir melempar novelnya saat Edo meniup pelan daun telinga Irish.
"Iiihh Edo! Kaget tau!" Irish mengusap telinganya sambil menatap sebal pada Edo. Edo hanya terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."