Hanya dua hari Irish berada di kota kelahirannya. Bandung.
Selama dua hari ia tidak bertemu dengan Papanya, namun justru hal itu membuat Irish lega karena jika bertemu dengan Papanya mungkin akan terasa canggung dan membuat moodnya buruk.
"Kamu jaga diri, jaga kesehatan juga. Jangan telat makan dan jangan kurang tidur." Pesan Rafa sebelum Irish masuk ke mobil Edo.
"Iya kakak bawel, Irish ngga bakal lupa."
Rafa tersenyum mengusap puncak kepala Irish.
Edo juga berpamitan lalu menjalankan mobilnya setelah Irish juga naik, meninggalkan pekarangan rumah Irish dan kembali ke Jakarta.
Selama perjalanan Irish hanya menatap keluar jendela, langit sedang mendung. Tak lama hujan turun cukup deras.
"Lo ngga berpikir buat lompat keluar mobil kan Rish? Ini jalan tol." Ingat Edo sambil fokus menyetir.
Irish melirik sebal pada Edo, "gue emang suka hujan tapi ngga segila itu juga."
Edo terkekeh kecil, "yah orang khilap kadang susah berpikir jernih."
Irish memanyunkan bibirnya semakin sebal lalu kembali menatap hujan yang membasahi sisi luar jendela disampingnya.
"Lo suka banget sama hujan?" Tanya Edo.
Irish mengangguk masih sambil menatap keluar jendela. Suasana kembali hening.
Setelah beberapa menit, Irish meluruskan posisi duduknya menghadap ke depan.
"Sore itu saat hujan turun sangat deras, Papa melarikan Mama yang akan melahirkan ke rumah sakit. Namun hujan berhenti tepat saat gue mengeluarkan tangisan pertama gue ke dunia. Itulah kenapa Mama memberikan gue nama Irish karena bagi Mama gue adalah pelangi yang lahir setelah hujan."
Irish menatap Edo yang juga sedang menatap ke arahnya. Kondisi jalan yang macet membuatnya menghentikan mobil sesaat dan memperhatikan Irish yang tiba-tiba bercerita padanya.
"Itulah yang Mama ceritakan dulu sebelum kepergiannya selamanya."
Satu air mata Irish lolos. Edo langsung menyeka lembut dengan jarinya.
Edo kembali menjalankan mobilnya setelah kemacetan berkurang.
"Sorry gue jadi cerita hal cengeng sama lo." Ucap Irish kembali menatap keluar jendela, hujan belum memberikan tanda untuk berhenti.
Edo membelokan mobilnya ke arah rest area. Irish menatap Edo bingung setelah Edo menghentikan mobilnya ke parkiran yang cukup sepi.
"Apa hal yang lo hadapi sangat menyakitkan?" Tanya Edo.
Irish tersenyum getir, "entahlah." Lalu kembali menatap keluar jendela, hujan yang turun dengan deras dan langit kelabu seolah menggambarkan perasaannya.
Tubuh Irish menegang karena tiba-tiba Edo memeluknya.
"Selama hujan turun lo boleh mengeluarkan semua rasa sakit itu Ris, tapi saat hujan berhenti lo harus tersenyum karena lo adalah pelangi indah yang muncul sehabis hujan." Bisik Edo.
"Irish boleh menangis sepuasnya saat hujan, tapi kalau hujan berhenti Irish harus tersenyum ya sayang, karena Irish adalah pelangi yang sangat indah yang muncul sehabis hujan."
"Mama..."
Tangis Irish terpecah dipelukan Edo. Bersamaan dengan suara hujan yang deras, Irish terisak mengeluarkan semua rasa sakit yang ia simpan seorang diri. Rasa sepi, rasa kecewa, rasa marah, semuanya.
Edo melepas pelukannya setelah Irish berhenti menangis. Tepat saat hujan reda.
"Udah baikan?"
Irish mengangguk. Mungkin belum sepenuhnya hatinya sembuh namun ia yakin suatu saat nanti Irish dapat menerima semua keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."