Irish mengayuh sepedanya ke kafe. Sore ini cuacanya cukup cerah.
Karin tidak masuk kampus karena sakit, Irish berencana menjenguk besok pagi karena hari ini kegiatannya penuh. Seharian juga Irish tidak melihat Edo. Itu lebih baik baginya karena setiap bertemu Edo, jantungnya suka ngga bisa diajak kompromi.
Kafe nampak sepi seperti biasa karena belum buka.
Tante Karin juga belum datang. Karena Karin tidak masuk jadi Irish yang membuka pintu kafe lebih dulu. Irish memang memegang kunci cadangan buat berjaga kalau dalam keadaan seperti ini.
Irish masuk ke dalam kafe dan semuanya gelap karena tirai jendela belum ada yang dibuka.
Baru saja Irish melangkah masuk, dentingan piano terdengar di kegelapan. Suaranya indah namun membuat Irish merinding.
"Sejak kapan nih kafe jadi berhantu?" Gumam Irish bergidik ngeri.
Irish mencoba memberanikan diri mencari saklar lampu, suara piano masih mengalun. Belum sempat menemukan saklar lampu, lampu sorot di panggung kecil menyala,
"Astaga dragon!" Irish terlonjak kaget lalu mengusap dadanya.
Terlihat seorang pria sedang memainkan piano yang selalu diletakan di sudut kafe ini.
"Edo?"
Edo tersenyum lembut melihat Irish yang berjalan mendekatinya.
Lampu kafe tiba-tiba menyala semua. Irish terkejut karena ada dua tangkai mawar di setiap meja kafe. Edo menghentikan permainan pianonya lalu berjalan mendekati Irish.
Edo terlihat lebih tampan sore ini di mata Irish, entah kenapa. Di banding saat menyatakan perasaannya yang pertama.
Saat hanya berjarak satu meter, Edo mengeluarkan setangkai mawar putih dari belakang. Menggenggam kedua tangan Irish yang masih terpaku.
"Irish Xavier."
Ada desiran aneh yang Irish rasakan saat Edo menyebutkan nama lengkapnya.
"Selama ini gue merasa bahwa hidup gue biasa aja, gue ngga pernah memiliki wanita istimewa selain nyokap, kakak dan sepupu gue. Tapi waktu lo tiba-tiba muncul, lo seperti pelangi yang memberi warna baru di hidup gue, lo membuat banyak hal baru, membuat gue mengerti tentang cinta. Dan saat ini gue mau bilang kalau gue sayang sama lo, gue cinta sama lo, semakin lama gue semakin ngga bisa buat berada terlalu jauh dari sekitar lo."
Edo berlutut di depan Irish, "lo mau terima perasaan gue?"
Wajah Irish memerah, matanya memanas, Irish mengangguk bersamaan dengan setetes air mata yang jatuh ke pipinya. Edo mengusap lembut pipi Irish lalu memeluknya.
Suara tepuk tangan muncul membuat Irish melepas pelukan Edo darinya lalu melihat ke belakang.
Para Bandit datang masih dengan bertepuk tangan dan ada Karin di sana.
"Ciee yang udah ngga jomblo lagi." Goda Karin membuat Irish terkekeh.
"Ini acara nembak udah kayak lamaran." Ucap Adit.
"Nanti gue mau lamar Adis lebih romantis dari acara Edo nembak ah." Ucap Kevan.
"Kuliah dulu Van." Celetuk Edo, semua terkekeh.
"Terima kasih ya Ris." Kevan menjabat tangan Irish.
Irish menatap heran Kevan, biasanya jika pasangan baru dikasih selamat tapi Kevan malah mengucap terima kasih.
"Kok makasih?" Tanya Karin mewakili pikiran Irish.
"Makasih lo udah mencabut kutukan perjaka tua Edo, gue pikir dia ngga bakal suka cewe sampai akhir hayatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."