Sudah tiga hari Irish tidak bertemu Edo atas permintaan Irish karena dirinya sedang mengerjakan tugas akhir berkelompok dari salah satu mata kuliah yang mengharuskannya lebih sering bersama kelompoknya.
"Apa tugasnya susah banget?" Tanya Edo saat Irish mengatakan untuk tidak menjemputnya.
"Tugas gue buat sebuah program, dan jangan tanya itu susah apa ngga."
Irish berlalu meninggalkan Edo menuju ke kelasnya.
...
"Sabar aja bro, lo harus paham kita kan beda jurusan sama dia, jadi kita ngga akan ngerti seberapa sulit tugas dia." Hibur Adit merangkul Edo saat mereka berempat berkumpul di kantin.
"Emang buat program tuh susah ya?" Tanya Al.
Kevan membuka aplikasi browser di ponselnya, setelah mengetikan beberapa kata keyword, dan mengklik salah satu artikel, Kevan menunjukan ke hadapan Al.
"Bahasa apa itu?"
"Ini namanya pengcodingan program, gue ngga paham sih tapi berdasarkan yang gue denger dari anak TI, itu susah. Gue aja ngga paham maksud bahasanya ini apaan." Kevan masih memperhatikan layar ponselnya.
"Lo coba aja nanti malam mampir ke kafe kalau emang kangen." Usul Adit.
Edo hanya diam menghabiskan minumannya.
Malamnya, Edo benar melaksanakan usulan Adit. Edo hanya ingin melihat Irish walau sebentar.
"Cari Irish Do?" Tanya Karin begitu Edo masuk ke dalam kafe.
"Dia ngga kerja?"
Karin menggeleng. "Udah dua hari dia izin, ngga tau sih kenapa, padahal sehari sebelum izin dia masih bisa kerja walaupun tugas kuliahnya berat."
"Memangnya Irish ngga bilang alasan izinnya?"
Karin kembali menggeleng, "dia cuma bilang lagi berhalangan buat kerja, bukan karena tugas, gue pingin ke rumahnya tapi dilarang."
"Oke makasih."
Edo kembali ke mobilnya lalu menjalankannya. Mobilnya berhenti di depan rumah Irish.
Beberapa ketukan namun tak ada jawaban dari dalam rumah. Saat Edo akan mengetuk pintu lagi, pintunya dibuka.
"Ada apa ke sini?" Tanya si pemilik rumah.
"Lo baru bangun?" Edo balik bertanya melihat wajah lusuh dan pucat Irish.
"Ngga perlu tau." Irish menutup kembali pintu rumahnya namun ditahan Edo.
Irish menahan agar pintunya kembali tertutup namun tenaganya kalah. Edo sedikit mendorong pintu rumah Irish membuat Irish sedikit terhuyung ke belakang namun Edo berhasil menangkapnya sebelum jatuh.
"Lo demam?!" Tanya Edo saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Irish.
"Gue ngga apa!" Irish menepis tangan Edo yang menahan tangannya agar dirinya tidak jatuh tadi.
"Lo sakit, lo sendirian di rumah dan ngga izinin sahabat lo buat datang? Lo merasa sanggup hadapin sendirian?!" Edo kembali memegang pergelangan tangan Irish.
"Ngga usah peduliin gue, gue ngga apa!" Irish kembali menepis tangan Edo namun gagal.
Irish memegang keningnya dengan tangannya yang bebas. Kepalanya kembali pusing.
"Lo ngga usah sok kuat!" Edo menggendong Irish ke kamar dan membaringkannya di tempat tidur.
Kamar Irish nampak berantakan, beberapa buku berserakan, kertas-kertas berisi tulisan yang tidak dimengerti Edo bertumpuk dilantai dan diatas laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."