Adis dan Edo mengambil cetak biru gedung dan memeriksanya. Kevan menghitung waktu yang tersisa dan Irish mencari sesuatu yang ia butuhkan.
"Edo, Kevan, kalian coba pakai lift ke basemant, cek di sana." Pinta Adis.
"Gue dan Adis coba cari ke tempat lain." Timpal Irish.
"Kenapa begini pembagiannya?" Protes Edo dan Kevan bersamaan.
Adis menatap keduanya datar. "Udah gue bilang percaya aja sama gue."
Kevan berjalan lesu ke luar ruangan, Irish memasukan beberapa barang dan laptop ke dalam sebuah tas lalu mengikuti Adis.
"Apa lo tau tempatnya Dis?"
Adis berjalan sambil melihat cetak biru gedung di tangannya. "Gue harap Ris."
Irish mengangguk.
"Tuh dua cewe nekat banget sih." Keluh Kevan setelah sampai di basemant kantor. Sudah sepi karena semua pegawai sudah pulang mengamankan diri.
"Udah ngga usah ngeluh, waktu kita ngga banyak."
Edo dan Kevan mulai mencari. Sementara Adis dan Irish.
"Kenapa lo bisa yakin di sini Dis?" Irish menatap sebuah pintu besi bertuliskan ruang pembangkit listrik.
Adis mengangkat bahunya sekilas. "Feeling gue sering bener, sampai gue hampir mati karena ikutin feeling gue buat lindungin Kevan dulu, jadi mungkin kali ini gue bisa percaya pada feeling gue lagi."
Irish menatap sebentar Adis, "kayaknya gue juga bisa percaya." Lalu tersenyum begitupula Adis.
Keduanya bersama membuka pintu besi di depan mereka. Cukup berat.
"Seharusnya tadi kita minta para pria ikut kita." Ucap Irish sambil berusaha mendorong pintu besi tersebut.
Ponsel Irish beberapa kali berbunyi, pesan dan telpon masuk dari Rafa. Ia yakin kakaknya ini mau menyuruhnya keluar gedung namun Irish belum menyerah saat ini.
Setelah pintu terbuka, keduanya masuk.
"Setelah gue pikir ada benernya juga Dis feeling lo."
"Kenapa?"
"Karena hanya ruangan ini mungkin yang dapat menyebabkan ledakan paling besar, gue bisa memperkirakan bom yang mereka pasang seperti apa sampai membutuhkan ruangan di mana semua sumber energi gedung ini berada." Jelas Irish.
Adis mengangguk, "jenius."
Keduanya kembali mencari.
Adis mengirimkan pesan pada Kevan dan Edo untuk menyusul dan membantu mereka jika tidak menemukan bomnya di basemant.
"Ketemu!" Pekik Irish.
Irish membuka tas dan laptop kakaknya yang sengaja ia bawa.
Adis menghampiri Irish karena tadi keduanya sempat berpencar.
"Wow bom apa nih?"
"Bom ini dirakit dengan sebuah program, sama seperti bom waktu biasa namun harus mematikan keamanannya dulu untuk menonaktifkan bom ini."
Irish meletakkan laptop di lantai. Mengambil sebuah kabel di tasnya, menghubungkan salah satu ujungnya ke bom dan ujung lainnya ke laptop.
"Bagaimana?" Tanya Edo yang baru tiba dengan nafas yang cepat. Sepertinya mereka berlari ke sini, pikir Adis.
"Sedang ditangani."
Kevan juga muncul beberapa detik kemudian di belakang Edo.
Dengan lihai dan cepat jari lentik Irish mengetik di keyboard laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Romance"Kamu adalah pelangi indah yang muncul ketika hujan reda. Tidak akan kubiarkan seorangpun membuat warna indahmu pudar."