8 : Tragedi Pak Lian

12.4K 266 3
                                    

Revan's Pov

Beberapa daun gugur dari pohonnya bahkan sudah tertiup angin jauh hingga lenyap dari pandangan, namun Siara belum juga berkata apa-apa. Aku harus apa? Gak mungkin aku ninggalin Radit dan Keina gitu aja di rumah. Oke aku bakal coba bertanya lagi pada Siara, kalo dia tetap begini aku akan mengantarnya pulang.

"Ra.. Kenapa"

Tangis Siara kian memelan. Bahunya berhenti mengguncang. Oh bagus. Dia mulai merenggangkan pelukannya padaku. Sekarang dia sudah melepasnya, dan sedang menunduk.

Ayo.. Aku menunggu jawabannya.

E-eh? Perempuan itu menggelengkan kepala? Ah, oke aku mengerti. Aku harus mengantarnya pulang.

Aku tersenyum sambil mengusap punggungnya yang tertutup rambut.

"Ra.. Tenangin diri lo dulu"

Siara menatapku sebentar. Kulihat matanya merah dan mulai membengkak.

"Gue anter pulang, ok?"

Dia menjawabnya dengan anggukan. Aku langsung berdiri dan membantu Siara bangun dari posisinya.

Sekarang aku dalam perjalanan kembali menuju rumah dengan setengah berlari. Kulihat jam, sudah 25 menit aku membiarkan Keina dan Radit. Oh, aku harap mereka gak akan marah, apalah arti 20 menit bagi orang yang keasikan download film.

Hey, ini kenapa rumah terasa kosong? Mana si Radit?

Menyadari lantai dasar rumahku tak berpenghuni aku langsung berlaru menuju tangga.

Saat kubuka pintu kulihat kamar sudah kosong--tak ada lagi perempuan yang berbaring di tempat tidurku. Kulihat handphone, ada pesan dari Radit.

Keina's Pov

Sekarang aku sedang melamun memandang rerumputan di luar jendela mobil. Ada dua hal yang biasa kurasakan ketika sedang melakukan hal ini. Senang dan sedih. Dan sekarang, yang kurasakan adalah yang kedua. Kenapa? Karena pemandangan ini kupandang bukan untuk menuju Aysiven, namun untuk meninggalkannya, dan meninggalkan orang yang tinggal di suatu tempat di dalamnya.

"Aduh Calista udah nunggu 15 menit lagi. Kasiaan"

Calista. Pacar Kadit ini adalah alasan kuat Kadit ninggalin Revan dan download-annya dengan segera tanpa menunggu persetujuanku dan Revan. Huh.

Memang benar, saat kami sampai di rumah terdapat Calista yang nampak sudah berjamur. Hih.

"Kak--Calista" aku menyapanya sok ramah. Sumpah ini gak enak banget disebut karena diucapkannya jadi 'Ka Kalista' mau disingkat jadi "Ka kalis" juga gak enak. 'Ka' nya double-double gitu.

Kak Calista tersenyum hingga matanya menyipit "Panggil aja 'Kellie', gak usah pake 'Kak'"

Apa? 'Keli' ? Ooooo terdengar aneh tapi tak apa lah..

Tanpa banyak basa-basi dengannya aku segera pergi ke kamar. Aku kurang suka orang yang belum begitu ku kenal.

Tiba-tiba aku terbayang dengan kejadian tadi. Apa benar perempuan itu pacar Kak Revan? Aku menggelengkan kepala sekuat tenaga untuk menjawab pertanyaan hatiku sendiri.

Aku sedikit meragukan itu padahal semua sudah jelas terjadi di depan mataku. Apa mata ini dapat dipercayai? Kuharap masih ada kebenaran yang tak kasat mata.

SMA Todetecoz, Senin

Suasana kelas sangatlah gaduh karena Bu Dhea tak kunjung datang. Posisiku sekarang adalah duduk di kursi menghadap ke belakang, memerhatikan Jevo yang sedang asik membaca buku. Yang aku yakin buku itu adalah buku bacaan anak kacamata tebel dan berbehel. Jauh lebih seru komik Jepang pastinya.

KEINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang