31 : Kembar

5.8K 201 10
                                    

Author's Pov

Di salah satu restoran sebuah mall yang padat Arta dan Keina saling diam memandang. Bingung untuk memulai perbincangan.

"H...Hai?"

"Oke.. Hai"

"Ck" Arta bergeleng geleng sambil menahan senyumnya, menahan bahagia demi gengsinya, berada di hadapan perempuan ini setelah sekian..hari.

"Halo Keina..."

Tak tahan tawa meledak dari mulut Keina. Arta benar-benar payah kali ini. Ia sangat gugup. Sebenarnya bukan hanya Arta yang merasakannya, namun Keina lebih pandai mengendalikan diri.

"Halo Kak, ini Keina, ya ya ini Kak Arta, dan... apa kabar?"

"Sangat baik setelah kamu nanyain kabarku." Arta datar sekilas lalu tersenyum.

"Ah.."

"Gimana kabarmu?"

"Jawabanku udah kakak ambil sayangnya,"

Mereka berdua kembali tertawa. Lupa akan masalah yang sebenarnya saling ditutupi, saling ingin mengetahui.

*

"Puas ya kamu Kei di pantai"

"Kurang puas kak"

"Masa?" Arta menyedot jus jambunya sambil memandangi Keina penasaran.

"Kurang kakak sih lagian," Keina menyengir lalu menutupi wajahnya dengan buku menu makanan.

Arta tersenyum sambil menyendokan nasi gorengnya lalu mengembalikan pandangannya pada Keina.

"Oya, aku sama yang lain juga lagi mikirin buat ke pantai nih anak pecinta alam."

"Serius?" Keina bersemangat.

"Nggaklah, bohong."

"Idih"

"Serius lah,"

Keina menatap Arta setengah malas "Jadi..mana yang bener?"

"Lagi diomongin, yang pasti kamu jaga kesehatan aja, ini perjalanan berat, oke?"

Dering handphone Arta yang mengakhiri percakapan mereka.

***

Tok tok

Tok tok

"Siapa sih ini gak sabaran banget," Revan turun dari tangga dengan terburu-buru.

Belum lama ia baru saja selesai mandi, jadilah ini menerima tamu dengan rambut basahnya.

Tanpa melirik-lirik siapa yang mengetuk pintu melalui jendela, Revan langsung membukakan pintu.

"...ya?"

"Loh, Siara?"

Siara yang sedang menunduk langsung mengangkat wajahnya begitu sadar pintu telah dibuka. Dengan hidung dan matanya yang memerah, Siara berkata dengan suara parau.

"B-bantu aku.. Van"

*

Siara menceritakan singkat masalahnya pada Revan. Ia perlu bantuan Revan untuk mengantarnya ke kota. Revan tidak bisa menolak, tentu saja. Mengingat Siara juga telah banyak membantunya.

"Bentar ya Ra, gue ke kamar dulu, gak sampe lima menit, nanti kita berangkat. Yang sabar, oke?" Revan yang sedang berlutut di hadapan Siara pun segera bangkit dan menaiki tangga menuju kamarnya.

Siara masih menduduk di ruang tamu, menunggu.

**

"Kak, daritadi kakak belum jawab pertanyaanku, sebenernya kita ini mau jenguk siapa?"

Keina terus melangkah cepat demi menyamai langkah kaki Arta. Arta belum juga menanggapi perkataan Keina.

"Kak.."

Arta menghentikan langkahnya, menoleh pada Keina. Wajahnya datar.

"Keina. Diam dulu. Aku mohon." tanpa memberi waktu Keina untuk berbicara, Arta kembali berjalan cepat. Lupa akan Keina di belakangnya, yang terus berusaha menyamai langkah kakinya.

Mereka berhenti di depan sebuah kamar rawat inap. Nomor 214. Siapa? Sebenarnya siapa? Keina terus bertanya dalam hatinya.

"Arta.." Seorang perempuan paruh baya menyambut Arta saat mereka berdua memasuki kamar itu. Kamar yang dihuni beberapa orang itu.

"Ini...teman Tiara?" Tante Tiara itu memandangi Keina lalu menatap Arta penuh tanya.

"Ya, ya tante. Ini Keina, adik kelas Tiara. Gimana Tiara tante?"

"T-Tapi.." Tante itu kembali memandangi Keina, dan kembali memandangi Arta. "Dokter bilang Tiara belum boleh dikunjungi banya--"

"Keina." Belum selesai Tante itu berbicara, Arta memotongnya dengan memegang bahu Keina.

"Kamu tunggu sini ya, a-aku mau jenguk Tiara, gak lama. Gakpapa?"

Keina tak sempat berpikir banyak. Wajah cemas dan buru-buru Kak Arta sontak membuat Keina menjawab, "Ya. I-iya aku di sini kak,"

Arta tersenyum sekilas menyubit pipi Keina. Tanpa membuang banyak waktu ia langung masuk ke dalam tirai yang di baliknya sudah ada Tiara yang berbaring sadarkan diri.

***

"Adik kandung lo?" Dengan wajah setengah kaget Revan menoleh pada Siara sambil tetap fokus mengendalikan mobilnya.

"Iya, Van."

Revan tak memberi balasan apapun selain tatapan matanya yang sesekali melirik pertanda ia ingin mendengar lebih lanjut.

"Tiara. Dia adik kembarku. Sebenarnya dia udah sadarkan diri dan seharusnya aku gak perlu sesedih ini. Tapi aku kecewa van sama bibi.. Aku kecewa" Suara Siara mulai terdengar parau.

"Ra, tenang Ra" Revan mengelus lengan Siara dengan pandangan lurus ke jalan.

"Bibi baru kasih tau aku sekarang. Sedangkan dia udah tau tentang ini sejak 2 hari yang lalu." Siara menerima tisu yang diberikan oleh Revan dan menghapus air matanya.

Saat Siara berusaha untuk tenang, Revan tersenyum dengan tatapan mengintimidasinya. "Kita akan kesana, dan gue di sini, jadi apa lagi yang perlu lo khawatirin?"

=========================

Maaf pendek dulu yaaa! Doain aku bisa update secepatnya. Minggu depan aku UHB! Jangan lupa vote dan comment yahhh.

Oiya readersku ada yg anak SMAN 47 Jakarta??? :v :p

KEINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang