12 : Sampah Kemah

12.7K 288 3
                                    

Arta's Pov

Bibirku masih mengangkat sehabis melihat ekspresi Keina barusan. Ntah dia ketakutan, atau malah ngebayangin. Ngebayangin? Absurd abis. Sial, lupain. Dan aku sekarang jadi senang memikirkan hal-hal yang tak seharusnya dipikirkan. Tapi soal omonganku tadi ke Keina, aku gak begitu serius. Gak begitu? Gak gak, maksudnya emang gak serius. Ahelah.

"Anjrit Nano menang duluan!!"

Rame-rame apaan coba ini? Aku tengok kumpulan anak-anak yang lagi ngemper deket tenda kelompokku. Anak-anak lagi main bridge. Aku gak diajak?! Ok bentar, barusan juga aku abis pergi sama Keina. Ok. Aku berjalan santai menuju tenda berusaha tak menghiraukan mereka-mereka yang nampak sangat asik dengan kartu-kartu itu bahkan mungkin sampai gak nyadar kehadiranku di sini.

"Ta"

Aish. Nyadar ternyata.

Aku memutar kepala beberapa derajat dengan perlahan.

"Ya, kenapa?"

"Huanjir lo kemana aja? Gue nyariin lo tau gak!" teriak Gilang dengan lebainya dan segera mendapat teguran agar lanjut gilirannya.

Aku memutuskan untuk menghampiri mereka dan duduk tak jauh dari Gilang. Memerhatikan mereka main dan tak lama Gilang kembali bersuara.

"Gue tanya lo kemana tadi?" tanyanya namun tanpa menolehkan muka padaku dan masih fokus ke permainan.

"Ya kan dia lagi deket sama adek kelas itu, Lang" celetuk Nano yang sudah santai sambil makan snack.

"Adek kelas?" kemudian Gilang memutar kepalanya menatapku dengan pandangan yang berkata "Jelasin maksud perkataan Nano."

Aku berusaha tetep calm untuk menunjukkan ke Gilang bahwa itu bukan suatu yang penting dan dia tak perlu merasa tidak kuanggap penting karena tidak mengetahui hal itu.

"Apa? Adek kelas banyak" tanggapku dengan santai sambil mengangkat bahu sekilas kemudian mengedarkan pandanganku dari mereka-mereka.

"Dan dari banyaknya adek kelas baru ini gue denger lo deket sama adek kelas. C'mon Ta?"

Aku bertopang dagu dengan siku yang kutumpukan pada paha. Masih mengedarkan pandangan kosong tak berniat untuk menanggapi lebih lanjut kekepoan Gilang saat ini. Karena pada waktunya juga nanti aku bakal cerita. Cuma gak di sini, dan gak sekarang.

"Kalo gue denger-denger sih yang namanya Keina-Keina itu tuh. Cantik sih emang. Jago lo, Ta!"

Aku merasa dilempari sesuatu. Saat melihat ke tanah tepat di samping kakiku menyila, snack. Nano melempariku dengan snack.

"Jago apa sih, No?" refleks aku tertawa saat mengucapkan kalimat barusan. Sampe-sampe disebut 'jago' cuma karena deket sama Keina. Terdengar menggelikan. Temen gue yang satu itu emang menggelikan.

Seketika Gilang mengangkat kedua alisnya dan mulutnya terbuka "Ooo! Gue tau gue tau! Bener-bener lo ta parah banget sampe gue baru tau sekarang"

Aku menghela napas panjang "Kapan lo menangnya? Anter gue mandi"

"Iya bentar lagi menang nih" jawab Gilang sambil mengeluarkan kartu sepulu wajik.

"Jangan jalan itu harusnya, yang itu aja" usulku melihat kartu Gilang yang masih sangat banyak dan sangat jauh dari kata 'bentar lagi menang'.

--

"Ta, cerita kek! Helah"

Aku dan Gilang sedang jalan berduaan menuju kamar mandi di wilayah berkemah ini dengan handuk yang kami lingkarkan masing-masing di bahu. Yap, kami, karena ternyata Gilang juga sama sepertiku. Belum mandi. Betapa manisnya kami berdua? Dan sepanjang perjalanan Gilang terus merongrongku untuk menceritakan tentang apa yang teradi denganku dan Keina. Apa memangnya?

KEINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang