2

284 33 15
                                    

"Jadi, siapa nama kamu?" Pak Polisi mengucapkan pertanyaan yang sama untuk kesebelas kalinya. Selena menghitungnya dengan jari. Pria itu menggeleng polos untuk kesebelas kalinya juga. Sudah setengah jam dan polisi belum mendapatkan info yang sesederhana nama.

Setelah sadar kemarin, Melody mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Siapa kamu? Dari mana? Kenapa bisa terkapar di halaman rumahku? Namun, dia juga tidak mendapatkan petunjuk. Laki-laki itu bungkam, dokter mengatakan bahwa dia mengalami amnesia.

"Kamu sudah baikan?" tanya Melody setelah mengantar polisi itu keluar. "Nggak apa-apa kalau nggak ingat, pelan-pelan aja. Ingat namaku, 'kan? Yang aku sebutin kemarin?" Dia membungkukkan tubuh saat menatap orang itu.

"Mel ...." Dari kemarin, laki-laki itu tidak bicara apa pun, entah bisu atau depresi. "Melody. Senandung Melody. Aku nemuin kamu di depan rumahku." Melody bercerita pelan-pelan. Orang itu menarik selimut hingga leher, seperti ketakutan. "Nama kamu siapa?"

Melody menghela napas karena orang itu malah berbalik memunggunginya. "Oke, oke. Karena kamu belum punya nama, biar gampang, gimana kalau aku panggil kamu ...," Melody sedikit berpikir, "Olaf aja, ya?"

Sama sekali tidak cocok. Olaf itu putih, sedangkan kulitnya kusam sekali. "Oke, Olaf, istirahatlah, biar kamu cepat sembuh." Melody menepuk pundak orang itu dan berkata, "Aku harus kerja, cicilanku semakin banyak."

Hari ini, dia dapat job memotret nikahan orang. Ilmu fotografinya lumayan. Selain itu, dia juga bekerja sebagai guru honorer di SMA. Pun menulis novel untuk menambah penghasi-lan.

"Dari mana aja lo?" Saat Melody sedang mencangklong tas, Selena muncul dengan tiba-tiba. Selena bukan hantu menyeram-kan, dia hantu gaul dan cantik. Sekarang saja, dia memakai dress peach dan rambutnya dicepol.

"Keluyuran aja, lo! Gue pergi, ya! Jagain dia. Kalau ada apa-apa, susul aja, gue di tempat Pak Frans." Dia sudah bisa melihat Selena sejak bayi. Mendiang mama bilang, dulunya Selena adalah arwah gentayangan yang suka mengganggu. Kakek yang seorang guru di pesantren kemudian menangkap dan merawatnya. Hingga akhirnya, dia menjadi teman bagi cucunya yang baru lahir—yang menjaga dan mengikutinya ke mana pun. Tentu saja dulunya dia tidak punya nama. Nama Selena dipilihnya saat melihat Selena Gomez di Barney.

Setelah Melody pergi, Selena masuk dan duduk di pinggiran ranjang. Dia menyilangkan kaki dan meniup-niup udara hanya untuk iseng semata. Orang itu menurunkan selimutnya, seperti merasakan sesuatu.

"Gue sama Melody itu udah ngabisin banyak uang buat lo, tau! Masa, lo nginget nama aja nggak bisa? Cari duit itu susah!" katanya kesal. Namun, tentu saja orang itu tidak dapat mendengarnya. Dia mendapat uang untuk operasi dari temannya sesama hantu. Kebetulan temannya bersahabat baik dengan manusia juga, seperti dia dan Melody. Beruntunglah karena dia kaya dan baik hati hingga tidak sungkan meminjamkan uangnya. Pengembaliannya dicicil, ada surat perjanjian bermaterai.

Orang itu menurunkan selimutnya, berkedip-kedip dan memandang seluruh ruangan.

"Kenapa? Mau protes ini bukan kamar nomor satu?" Selena berpindah ke atas nakas ketika orang itu menjatuhkan selimut-nya dan bangun. "Eh, lo mau ngapain?"

Terdengar suara rintihan ketika orang itu menjejakkan kaki di lantai. Dia mencengkeram tiang infus, berusaha keras untuk bangun.

"Wah, wah! Lo ini bener-bener nggak tahu terima kasih, ya! Ck, ck ...."

Orang itu memandangi tangannya yang tertusuk jarum infus, juga kantong darah yang menetes, lalu ventilator. Begitu berulang kali, seperti melihat benda purba.

"Eh, lo mau kabur? Lo bukan buronan, 'kan?" Selena berkacak pinggang. Setelah berhasil berdiri, orang itu tertatih menyeret kakinya. Kabel yang terhubung dengan ventilator itu pun terulur seiring dia berjalan jauh hingga akhirnya lepas.

Kutunggu Kau di 2017 (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang