"Mbak Meeel ...."
Melody yang sedang berdiri di depan kulkas terbuka itu pun memutar bola mata. Sejak pagi, Agus terus mengikutinya, merengek seperti bayi ingin pinjam laptopnya. Dia ingin mencari tahu bagaimana kabar Kinanti dan Tarjo sekarang. Dipinjami juga percuma, dia tidak akan bisa menggunakannya.
"Tadi katane Mbak Mel, kalau saya sudah bantu cuci piring akan dipinjami."
"Dengan catatan nggak pakai mecahin gelas juga, Suga. Udah, sekarang lo mandi, ganti baju, terus kita pergi ke rumah sakit. Gue juga mau siap-siap."
"Saya sudah sembuh, ndak ke rumah sakit ndak apa-apa." Kalau sakit, Agus biasanya hanya ke puskesmas di kecamatan atau minta dikeroki simbok. Kadang simbok membuatkannya jamu juga.
"Mbak, saya harus tahu kabar Kinanti." Agus memohon. Semalam, Melody menggunakan benda kotak itu untuk berbicara dengan temannya, jadi dia ingin berbicara dengan Kinanti.
"Terus, kalaupun lo tahu kabarnya dia, lo bisa apa? Lo udah lama hilang. Dia pasti udah nganggap lo mati dan ngelupain lo. Udah empat puluh tiga tahun, Kinanti pasti udah move on." Melody menutup pintu kulkas dengan setengah dibanting, lalu berkacak pinggang.
Agus diam, merasa ditembak tepat di jantungnya. Satu-satunya hal yang harus dia terima adalah bahwa sudah empat puluh tiga tahun berlalu sejak terakhir dia bertemu Kinanti.
Dia tidak sadarkan diri hanya lima hari, namun waktu telah berlalu empat puluh tiga tahun. Dia tidak pernah membayang-kan berpisah dengan cah ayu itu lama-lama. Namun, kenyataannya, dia yang mengkhianati sumpahnya sendiri. Pergi tanpa pamit, tanpa penjelasan apa pun, tanpa pernah memberi kabar. Tanpa pernah kembali.
"Sadar, Gus, Kinanti pasti udah menikah dan udah tua. Yang perlu lo lakuin di sini adalah cari kebenaran dan ngebersihin nama lo. Lo yakin lo nggak salah, 'kan?"
Agus mengangguk pasrah. Dia pamit untuk kembali ke gudang belakang. Dirinya tidak muncul lagi hingga Melody siap dengan motornya, setengah jam kemudian. Setelah berpikir panjang, akhirnya dia memutuskan membawa Agus ke rumah sakit dengan motor. Dia yang di depan, Agus yang di belakang, mau bagaimana lagi?
"Suga, cepetan, nanti dokternya keburu pulang. Sugaa, buruuu!" Melody menoleh ke arah gudang yang pintunya tertutup rapat. Mulanya, sih, mau naik taksi, tapi mehong. Kalau naik angkot, turunnya jauh, mesti jalan dan panas. Pakai gojek harus misah, pasti lebih repot.
Agus muncul lebih dari lima menit kemudian, wajahnya tampak loyo. Hanya memakai kaus, celana jins agak kebesaran, dan sandal jepit. Melody menelan salivanya, sedikit merasa bersalah belum membelikan Agus sepatu.
"Ayo naik! Selena udah ngambilin antrean, jadi kita nggak perlu daftar lagi." Melody menepuk jok belakang motornya. "Nih, helmnya pakai." Dia punya dua helm, warnanya pink semua. Satunya berstiker Hello Kitty, satunya Dear Daniel. "Ampe bunyi klik."
Agus memperhatikan motor Melody. Di masanya, hanya Pak Dalijo yang punya motor, itu pun bentuknya tidak seperti yang ada di depannya sekarang.
"Oke, gue jelasin. Ini namanya motor matic. Gue yang akan boncengin lo, lo duduk manis aja di belakang. Let's go!"
Agus naik ke jok belakang dengan ragu, lalu memegangi pundak Melody. Melody mendengus geli. Agus hampir terjengkang ketika Melody tancap gas tanpa aba-aba.
"Suga, jangan pegangan di situ. Geli, tau!" Melody agak berteriak karena suaranya kalah oleh deru berbagai kendaraan yang memadati jalan raya.
Masalah sesungguhnya dimulai kemudian. Sepanjang jalan, Agus terus mengoceh. Menanyakan, mengomentari, mengagumi hal-hal baru yang tidak ada di kampungnya. Truk yang di belakangnya ada tulisan, penak jamanku, to? Bus telolet, motor sport, ambulance, hingga gedung-gedung bertingkat di pinggir jalan. Restoran dan anak SMA yang nongkrong di pinggir jalan juga tidak lepas dari komentarnya. Dan delapan puluh persennya dia ngomong pakai bahasa Jawa. Heol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu Kau di 2017 (Edisi Revisi)
Misterio / Suspenso((TELAH TERBIT)) Agus Supriyatno hidup di tahun 1973 dan dituduh menjadi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan. Agus nyaris mati, namun sebelum menutup mata dia sempat meminta pada Tuhan agar dilindungi. Tuhan mengabulkan doanya, Agus membuka mata di ta...