29

73 11 0
                                    

Semua orang memiliki harapan di tahun baru. Mereka punya list untuk diwujudkan dalam setahun ke depan.

Begitu juga dengan Melody, dia sudah membuat daftar panjang untuk tahun 2017 yang akan datang lima menit lagi. Tahun 2017 sangat istimewa karena dia sudah lama menantikannya. Tahun terakhir dalam perjanjiannya dan Alan. Sebentar lagi, dia bisa melihat Alan. Ujung empat belas tahunnya yang panjang.

Sekarang, dia berdiri di tengah ratusan orang yang serentak memandang ke langit. Dia menutup kedua telinganya dengan tangan karena tahu suara terompet dan kembang api akan sangat memekakkan. Telinganya sudah terlalu banyak mendapat tekanan hari ini.

"Saya sudah tidak sabar mau lihat kembang apinya, Mbak."

Ini pertama kalinya Melody menghabiskan malam tahun baru dengan laki-laki dan hanya berdua saja. Biasanya, dia beramai-ramai dengan teman-temannya. BBQ dan karaokean, lalu menyalakan kembang api.

Laki-laki yang tiba-tiba saja menyusulnya dengan penampi-lan berbeda. Agus yang sudah di-upgrade ke versi 2016. Dia sampai pangling.

"Lihat di mana?" Melody mengomentari gaya Agus. Rambut klimis, kemeja putih yang kontras dengan jaket hitam, celana jins dan sepatu putih plus wangi. Rencananya untuk mengomel karena Agus keluyuran seharian langsung menguap.

"Laptopnya Mbak Melody," jawabnya sambil menepuk jaket.

Alis Melody berkerut, seingatnya laptopnya dia password.

"Makanya jangan suka ketiduran di depan laptop."

Melody tersenyum malu. Dia sering ngiler dan ngomong kalau tidur, jadi ketahuan. Pantas saat dia bangun ada selimut di punggungnya.

"Kalau kayak gini, lo layak hidup di 2016." Melody memberi skor delapan dari sepuluh. Dibandingkan saat pertama datang, kulit Agus juga sudah tidak terlalu kusam. Warna aslinya yang putih mulai terlihat.

Lo nampung laki-laki yang nggak buruk-buruk amat, tapi masih mengharapkan orang yang bahkan nggak pernah ngabarin lo, Mel. Ada aura terang di belakangnya, Mel, ingat itu.

Namira bilang begitu di video call. Waktu itu, Melody langsung menyangkal. Nggak buruk apanya, dekil begitu.

Dia lupa sahabatnya itu cenayang.

"Oh, gue ngerti, sekarang." Melody menjentikkan jari. "Yang dibilang Namira aura terang itu pasti ini." Aura gelap itu pasti Agus kumal, aura terang pasti Agus versi bersih. Agus mengangguk mengiyakan. Walaupun dia yakin aura terang itu bukan miliknya, tapi orang lain—entah siapa—yang mengikuti-nya.

"Jadi, seperti ini tahun baru di zaman modern?" Semua orang pergi ke luar, musik di mana-mana. Ini bukan mimpi, 'kan? Menyambut tahun 2017 dalam usia dua puluh lima. Waktu memang selalu memberi banyak kejutan.

"Mulai noraknya, deh."

"Ayo, Mbak, cari makanan!" Agus mengusap perutnya. Dia punya uang banyak. Sekarang, dia pusing mencari jawaban kalau Melody bertanya dari mana dia punya banyak uang. Berkata jujur sama saja melompat ke jurang.

Dia sudah pernah melakukannya di tahun 1973, sakit, tidak ingin lagi.

"Oh, hujan." Melody merasakan hidungnya basah ketika dia sedang mengantre roti bakar. Orang-orang di sekelilingnya bergerak cepat untuk mencari tempat berteduh. Dia ikut berdempetan berteduh di boodi roti bakar yang kecil itu. Hujan seketika berubah menjadi lebat. Agus membeli minum entah di mana.

"Dia ke mana, sih? Nggak balik juga dari tadi!"

Suga, lo di mana? Cari payung, kek, apa, kek, jemput gue!

Kutunggu Kau di 2017 (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang