1

313 33 6
                                    

Oktober 2016

"Melody, Mel, cepat bangun! Melody, ini genting!" Selena mengguncangkan lengan Melody, tetapi dia hanya melenguh dan menarik selimut. "Urgent, Mel."

Selena menarik-narik selimut itu. Melody baru membuka mata ketika Selena membuatnya jatuh dari ranjang. Melody memandang Selena, murka. Dia menempelkan ponsel di hidung sahabatnya itu.

"Ini jam berapa? Lo kebiasaan, deh. Lo ngerti angka, 'kan? Ini jam 2 pagi."

"Itu, itu ...," Selena menunjuk jendela, wajahnya panik dan hidungnya kembang kempis. Gorden dan daun jendela itu terbuka lebar sehingga angin bebas masuk. Tercium aroma kuat petrichor dari sana. Melody tertidur sejak sore, jadi tidak tahu kalau hujan.

"I-itu ada ...."

"Apaan, sih? Hantu? Gue bisa lihat hantu dari bayi, udah biasa."

Selena menyeret paksa Melody mendekati jendela. Dia menunjuk pohon mangga besar di depan rumah, hitam, dan bergoyang-goyang ditiup angin. Seperti raksasa yang muncul dari kegelapan. Melody mengarahkan senter ke sana. Tidak ada apa-apa.

"Ada kuntilanak lagi di sana?" Beberapa hari lalu, ada wanita cantik di bawah pohon mangganya, tapi sudah pergi sekarang.

"Ada ... ada manusia, Mel, tadi di sana." Selena akhirnya bisa bicara dengan jelas. Melody berlari keluar lewat pintu depan.

Senter Melody terlempar dan dia menjerit-jerit sambil menutupi wajah ketika apa yang dikatakan Selena itu benar. Ada orang terkapar di bawah pohon mangga. Kotor oleh air, lumpur, dan darah.

"Diem, Mel, jangan lebay!" Selena mendekat. Dia dan Melody bisa melihat hantu. Saat melihat hantu paling seram pun Melody tidak seheboh sekarang.

"Mel, dari baunya, dia masih hidup." Selena mengendus-endus. "Coba cek nadinya, Mel!"

Selena memberi isyarat agar Melody mendekat. Melody pun mendekat dengan takut-takut. Selena mendorongnya paksa hingga dia hampir mencium tanah. "Cek leher sama nadinya, cepetan!"

Melody mengarahkan senter, memeriksa orang itu dari atas hingga bawah. Seorang laki-laki dengan rambut menutupi tengkuk, memakai baju cokelat, entah karena lumpur atau memang seperti itu warnanya. Wajahnya penuh memar dan luka.

"Masih hidup, 'kan?" Selena membungkuk ketika Melody meletakkan jarinya di leher orang itu.

"Ma-sih." Yang keluar dari mulut Melody hanya cicitan.

"Aduh, Mel, harus diapain, nih? Lapor Pak RT aja, sana! Siapa juga kita nggak tahu, 'kan? Coba cek sakunya! Mungkin ada KTP atau apa. Atau lapor polisi aja?"

Melody malah berpindah ke belakang Selena. "Nggak mau, ah, takut."

Gerimis mendadak turun lagi sehingga mereka berlari ke teras.

"Lo mau biarin gitu aja? Bisa-bisa, nanti lo yang dituduh. Sana lapor Pak RT!"

"Mana mungkin Pak RT-nya bangun jam segini!" Melody menjulurkan leher panjang-panjang agar bisa melihat pohon mangga. "Gue juga nggak tahu harus gimana, Sel."

"Lapor polisi aja yang 24 jam."

"Gimana kalau dia mati, Sel?" Suara Melody gemetaran. Kalau ada orang mati di depan rumahnya, dia pasti diseret ke kantor polisi. Dia mencari kontak polisi, lalu menunjukkannya pada Selena. "Yakin?"

Selena menggigit bibir bawah. Kalau lapor polisi dan ternyata orang itu penjahat, malah mereka yang dalam bahaya.

"Cepetan, Sel, jangan banyak mikir!" Yang ada di layar saat ini adalah nomor Pak RT.

Kutunggu Kau di 2017 (Edisi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang