Hati yang Mulai Tersentuh

130 19 4
                                    

So Hyun mulai membuka mata ketika sinar hangat berwarna perak masuk melalui celah-celah jendela kamar. Tirai putih yang menutupi kaca jendela kamarnya telah disibak sejak sepuluh menit yang lalu oleh seorang pelayan rumah, namun ia tak berani membangunkan So Hyun.

"Apa kau sudah lebih baik?"

So Hyun menoleh terkejut saat suara Donghae tiba-tiba terdengar. Dan matanya semakin melebar ketika Donghae telah berada di sampingnya dan memegang keningnya.

"Panasmu sudah turun, baguslah."

Donghae tersenyum lega setelah memastikan jika panas So Hyun sudah turun. Ia berjalan keluar dari kamar So Hyun dengan menggeliat dan beberapa kali menguap. Ia baru sadar jika ia sangat mengantuk. Semalaman ia tidak tidur karena terus memainkan piano untuk So Hyun. Entah kenapa, saat denting piano bergema, So Hyun terlihat lebih tenang. Dan itu membuat Donghae lebih lega.

"Kuberi waktu kau 20 menit untuk bersiap. Aku sudah mengurus ijinmu ke sekolah karena hari ini banyak hal yang harus kau urus di kantor. Kemarin banyak pekerjaan yang terpaksa aku batalkan, jadi hari ini sebagai gantinya kau harus lembur dan tak masuk sekolah," kata Donghae sebelum benar-benar keluar dari kamar So Hyun.

So Hyun mengernyit heran dan melotot. Ucapan macam apa itu? Terdengar memerintah, cerewet dan otoriter. Donghae pikir, dirinya siapa berani memerintah? Donghae boleh saja berumur lebih tua, tapi di dalam lingkungannya, pria itu adalah bawahannya. Sejak kapan seorang bawahan mempunyai otoritas? Apalagi berani lancang memerintah atasannya.

"Jangan menatapku seperti itu. Aku adalah orang yang dipercaya oleh ayahmu untuk membantumu menghadapi masalah perusahaan, jadi berterima kasihlah padaku, karena aku dengan begitu baik hatinya mengesampingkan hinaanmu dan ayahmu waktu itu dan bersedia membantumu."

So Hyun menatap Donghae semakin jengkel, namun pria itu tak mempedulikannya. Ia menguap lagi dan meneruskan langkah keluar dari kamar So Hyun. Ia yakin, So Hyun pasti akan menuruti kata-katanya.

"Sejak kapan dia di kamarku?" tanya So Hyun yang akhirnya bangkit, pada salah seorang pelayan yang masih berada di kamarnya.

"Sejak dia membawa pulang Nona dalam keadaan pingsan. Dia sama sekali tak pernah beringsut dari kamar Nona. Bahkan selama semalaman ini dia tidak tidur untuk memainkan piano untuk nona," jelas salah pelayan itu.

Kejengkelan So Hyun perlahan surut begitu mendapatkan penjelasan dari pelayan itu. Wajah acuh tak acuh yang selama ini mendominasi ekspresinya pelan-pelan berubah menjadi sendu ketika ia memandang grand piano putih yang terletak di kamarnya. Aneh, ia tiba-tiba membayangkan Donghae, dengan pakaian yang masih setengah basah dan rambut kusut acak-acakkan yang lembab, duduk penuh penghayatan memainkan sonata Beethoven.

"Dasar bodoh," gumam So Hyun tersenyum miris.

***
Tepat dua puluh menit kemudian, Donghae tersenyum dengan memandang jam tangannya. Dugaannya tidak meleset. So Hyun telah keluar dari kamarnya dalam keadaan rapi dan siap untuk bekerja.

"Hari ini kau terlihat begitu manis," ujar Donghae memuji So Hyun.

So Hyun masih tak bisa tersentuh, meskipun pujian Donghae terdengar sangat tulus. Ia melengos begitu saja meninggalkan Donghae.

Donghae tersenyum getir. Ia merasa gagal. Sikap dingin So Hyun seolah telah membatu.

"Apa kau tahu sewaktu masih sekolah dulu aku dijuluki apa?" tanya Donghae mulai cerewet dengan mengejar langkah So Hyun.

"Apa peduliku," ujar So Hyun masih enggan acuh.

"Pria pemikat. Hampir semua yeoja yang pernah melihatku selalu memuji mataku. Mereka bilang mataku indah, penuh daya tarik dan romantis. Aku tidak bermaksud membanggakan hal ini padamu, tapi aku hanya ingin sekadar memberitahumu jika sampai beberapa minggu yang lalu, belum pernah ada yeoja yang tak mengacuhkanku. Kau tahu kenapa? Karena menurut standar umum para yeoja, aku ini menarik. Namun, kau tahu apa yang kau lakukan? Kau menghancurkan reputasiku."

BLUE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang