Kwangmin mulai tersadar meski hanya sesaat. Dalam pandangannya yang kabur, samar terlihat wajah cemas Jin Ri. Gadis itu tersedu, limbung berdiri di samping So Hyun.
"Pabo! Bukankah sudah kubilang jangan mencemaskanku," batin Kwangmin menggerutu di dalam kesadarannya yang timbul tenggelam.
Bau obat yang terasa sangat menyengat dan demikian Kwangmin benci, mengkhianati fungsinya. Kesadaran Kwangmin justru berangsur menipis lagi. Sebelum akhirnya ia terseret ke suatu tempat yang sejak dulu amat dikenalnya, memorinya berhasil merekam bagaimana kacaunya Donghae yang berdiri saja harus dibantu So Hyun. Kwangmin berusaha keras mempertahankan kesadarannya. Hatinya tercabik melihat Donghae demikian sedih. Ia ingin bangun, kemudian mengusap air mata yang tumpah di wajah Donghae. Lalu, dengan senyum ceria seperti biasa, ia akan mengatakan jika ia baik-baik saja ... jangan mencemaskanku. Sayangnya, seberapa keras pun usaha yang dilakukannya, Kwangmin tetap tumbang. Ia koma.
Dalam tidur panjangnya, jiwa Kwangmin terbangun di tempat yang awalnya terasa asing. Cahaya putih menyilaukan, memaksa Kwangmin menyipitkan mata kecilnya. Perlahan, penglihatannya menangkap pemandangan yang rasanya amat ia kenal. Kwangmin mengerutkan kening, bingung. Diliputi penasaran, Kwangmin mengedarkan pandangan. Bukankah ini halaman rumahnya? Rumah yang sudah belasan tahun ia tinggali bersama keluarga Donghae. Tapi, ada yang mengganjal hati Kwangmin. Pekarangan itu sekilas memang tampak sama, namun ada satu hal mencolok yang berbeda. Bukankah pagar kayu di rumah mereka sudah diganti menjadi besi sejak empat tahun lalu? Kenapa sekarang dilihatnya pagar itu menjadi kayu lagi? Selain itu, bukankah pohon sakura yang tertanam di pekarangan rumah mereka kini sudah lebih tua dan jarang lagi berbunga. Bahkan beberapa rantingnya telah lapuk dimakan usia. Kenapa, pohon sakura itu terlihat seperti saat 12 tahun lalu? Kokoh, lebat dengan bunga bermekaran.
"Eomma ... kenapa kita ke rumah paman Lee? Apa kita akan menginap lagi?"
Kwangmin terhenyak ketika mendengar suara anak kecil dengan dialog yang rasanya tak asing untuknya. Ia sekonyong-konyong menoleh, segera ingin tahu siapa yang sedang bicara. Ada desiran aneh dalam dirinya, saat menemukan si anak kecil yang tengah berbicara dengan ibunya itu. Rasanya ... adegan yang tengah ia saksikan adalah potongan kenangan miliknya. Kenangan yang pernah ia hapus.
"Nde," jawab seorang wanita yang wajahnya terlihat samar di mata Kwangmin.
Air mata Kwangmin sesaat kemudian jatuh bersusul-susulan. Sekarang ia tahu, kenapa adegan itu amat tak asing untuknya. Itulah satu potongan kenangan yang hilang dari dalam memorinya. Scene paling menyedihkan, yang dengan usaha sangat kuat berhasil ia hapus. Bagian dimana ibunya meninggalkannya. Meski Kwangmin dapat dengan jelas melihat sosok kecilnya yang lugu berdiri di samping seorang wanita yang terus memamukan pandangan ke arah pekarangan rumah, tapi ia tak bisa melihat wajah ibunya. Dulu, ketika ia begitu terluka karena merasa dibuang, Kwangmin bukan saja menghapus ingatan tentang bagaimana ibunya meninggalkannya dan tak pernah kembali, tapi ia juga telah menghapus bagaimana rupa ibunya. Sekeras apa pun sekarang ia berusaha melihat wajah ibunya, wajah itu hanya samar.
"Jongmalyo? Waaah, itu sangat menyenangkan. Aku bisa bermain dengan Donghae Hyung sepuasnya. Terakhir kali aku ke sini ..."
"Donghae Hyung berjanji akan mengajariku bermain game," gumam Kwangmin berbarengan dengan si anak yang mengatakan kata-kata yang sama. Setelah sekian lama ia membuang ingatan itu, kini ingatannyalah yang menemukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE SKY
FanfictionHarapan ... Kim So Hyun sudah tak sudi untuk mengingatnya lagi. Harapan yang sekian lama begitu ia percayai telah mengkhianatinya dengan sangat kejam. Semenjak kematian kakaknya, Kim So Eun, gadis itu pun ikut mati. Raganya mungkin terlihat hidup, t...