Suhu udara terasa semakin bertambah dingin. Angin - angin dingin berhembus kencang menusuk tulang. Refleks, aku memeluk Iru untuk menjaganya tetap hangat. Diantara suara angin yang bergemuruh kencang, aku dapat mendengar suara para prajurit yang saling berteriak.
Dengan hati - hati, aku menolehkan kepalaku ke arah belakang untuk melihat apa yang membuat para prajurit itu berteriak. Dan, yang kulihat selanjutnya adalah....
es.
Para prajurit itu membeku tak bisa bergerak di dalam baju jirah platina mereka. Kini, entah bagaimana caranya baju jirah mereka diselimuti oleh lapisan - lapisan putih yang mengkristal.
"Salju di musim panas?" gumamku.
"Kalian baik - baik saja?" terdengar suara seseorang yang sudah sangat familiar di telingaku.
Aku memicingkan mataku untuk memperjelas penglihatanku diantara kegelapan malam. Lalu kudapati seorang gadis dengan surai perak yang berwajah masam.
"Ame!?" aku terpekik kaget.
Gadis itu, Ame menghampiriku. Ia menanyaiku beberapa pertanyaan akan apa yang sebenarnya telah terjadi. Setelah puas akan semua jawaban dariku, ia beralih menatap Iru. Wajahnya berubah kembali menjadi masam.
"Kenapa Yang Mulia Raja Iru bisa terluka parah seperti ini?" tanyanya cemas.
"Yuusaku yang melakukannya!" jawabku.
"Ck, ini gawat." gerutu Ame.
Kemudian dengan cekatan, tangannya merogoh sesuatu dari dalam kantung jubahnya. Sebuah botol kaca mini yang berisi cairan hijau apel. Seingatku, cairan yang dipegang Ame sekarang adalah sebuah ramuan penyembuh. Siapapun yang meminumnya, maka seluruh luka maupun penyakit yang bersarang pada tubuhnya akan sirna dalam sekejap.
"Cepat, berikan Raja Iru ini!" perintah Ame sambil menyodorkan ramuan itu kepadaku.
"Ya!" jawabku sambil buru - buru melaksanakan perintahnya.
"Glek..glek.." Iru meminum ramuan penyembuh dengan wajah tidak suka. Namun beberapa saat kemudian, ia langsung bangkit dari posisi tidurnya ke posisi duduk.
"Syukurlah, kau baik - baik saja, Yang Mulia!" ujar Ame dengan nada sopan.
"Eh? Sejak kapan kau memanggilku dengan embel - embel seperti itu?" tanya Iru tiba - tiba.
Ditanya seperti itu, wajah Ame nampak terkejut. Kemudian perlahan wajahnya dihiasi oleh warna merah muda. Bola matanya bergerak kesana - kemari, seakan ia baru saja merasa bersalah akan sesuatu. Kuakui, daritadi sikapnya aneh sekali.
BRUK!
Tanpa diduga, Ame langsung berlutut di hadapan Iru. Wajahnya tertunduk dalam, matanya tak berani menatap Iru. Kutahu ada rasa takut disana. Tapi kenapa?
"Maafkan atas kelancangan hamba, Yang Mulia!" sahutnya tegas.
"He? Kau ini kenapa, sih?" tanyaku khawatir.
"Selama ini hamba telah berlaku tidak sopan di hadapan Yang Mulia. Untuk itu, hamba rela mendapatkan hukuman." ujar Ame tanpa nada ragu.
"Eh..eh? Sudahlah, Ame." ucap Iru canggung.
"Tapi..." ujar Ame.
"Sudahlah, lagipula kau sudah menyelamatkan kami berdua. Begiku itu setimpal dengan kesalahan yang pernah kau perbuat." ujar Iru mencoba meyakinkan.
"Kesalahan hamba lebih dari itu..." ujar Ame pelan.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Ame, hentikan gaya bahasa formalmu itu! Aku tidak menyukainya. Kau membuatnya seakan terdengar seperti kau adalah budakku." ujar Iru mulai kesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Fantasía[ Fantasy, Adventure, Magic & Minor Romance ] Mirror S1 + S2 Tadinya aku berpikir, negeriku begitu membosankan. Tadinya..., kupikir kedamaian di negeriku begitu memuakkan. Aku berharap terjadi kejahatan agar aku bisa menjadi seorang pahlawan seperti...