[ S2 ] Chapter 5 : Dukun Desa

320 41 9
                                        

Pepohonan semakin lebat ketika aku ditarik paksa mengikuti langkah Natsu. Samar-samar aku mulai merasakan keberadaan kabut di sekitarku begitu aku sudah tidak mengenali daerah yang kupijaki. Dan lama-kelamaan, kabut pun menebal. Aku hampir tidak bisa melihat apapun di sekitar.

"Natsu, kita akan kemana?" tanyaku mulai panik.

Segala macam pikiran negatif mengenai Natsu kini berseliweran acak di dalam kepalaku. Walau bagaimanapun, Natsu tetaplah vampir. Kudengar dari para pelayan kerajaan, akhir-akhir ini ras tersebut memulai sebuah pemberontakan terhadap kerajaan. Saat itu aku sama sekali tidak peduli. Tapi sekarang, entah bagaimana caranya aku langsung terlibat ke dalam masalah tersebut. Dan kuakui, aku agak takut.

"Sudah ikuti saja." Hanya itu jawaban yang kudengar.

Aku berdecak kesal. Bukan itu jawaban yang kuinginkan untuk situasi sekarang. Ternyata dugaan awalku benar, Natsu benar-benar mirip dengan Paulina-sensei.

Seketika bulu kuduk milikku meremang bersamaan dengan terlihatnya sebuah desa diantara kabut yang kian menipis. Desa itu terlihat begitu sepi. Bahkan bagiku, desa itu seperti sebuah desa mati yang sudah ditinggal oleh para penduduknya entah sejak kapan.

Aku menenggak salivaku perlahan. Debaran di jantungku kini lepas dari kontrolnya. Instingku mengatakan ada sesuatu yang tak beres di depan sana. Tapi genggaman Natsu di lenganku tidak membiarkanku untuk kabur atau setidaknya berbalik sedikit saja.

"Erm? Kau takut?" Tiba-tiba Natsu malah menanyakan hal bodoh.

"Aku? Takut? Tcih. Tidak mungkin," jawabku yang tentu saja merupakan suatu kebohongan besar.

"Ohh, kukira kau takut. Soalnya darah di bawah kulitmu ini mendesir panas seakan dirimu sedang tersulut adrenalin," ungkap Natsu polos.

"Ha? Vampir bisa merasakan aliran darah rupanya," gumamku, berusaha mengalihkan topik.

"Tentu saja," balasnya singkat.

Natsu seketika menghentikan langkahnya begitu kami tiba di dekat sebuah pohon beringin besar. Kemudian ia berjalan perlahan menuntunku ke salah satu akar beringin besar yang membentuk sebuah gua mini. Ia melepaskan genggamannya dari lenganku lalu berbalik menghadap ke arahku.

"Ada apa?" tanyaku.

Natsu tidak bergeming. Yang ia lakukan hanyalah menarik topi jubahku hingga kepalaku sukses tersamarkan dari dunia luar. Kemudian kulihat ia menggigit sedikit ujung jarinya, membuat darah menetes keluar dari sana.

"Apa yang-" ucapku terputus begitu Natsu mengoleskan darahnya sendiri diantara kedua mataku.

"Ini untuk menyamarkan baumu," ujarnya.

"Bauku?" ulangku memastikan.

"Sebagian besar ras vampir sudah hapal betul dengan bau khas dari darah anggota kerajaan. Aku khawatir mereka akan memperlakukanmu dengan buruk," jelas Natsu.

"La-lalu kenapa kau membawaku kesini?" tanyaku protes.

"Aku ingin kau menemui seseorang. Dia adalah yang bijak diantara yang paling bijak. Dia bukan keturunan dari ras manapun namun dia memutuskan untuk tinggal disini," jawab Natsu.

"Lho? Lalu dia itu apa?" tanyaku lagi.

"Entahlah. Tapi beberapa para petinggi kami ada yang menyebutnya 'Tuhan'. Menurutmu itu pasti bodoh, kan?" jawab Natsu mengedikan bahu.

Aku menggeleng menanggapi kalimat Natsu. Melihatku begitu, Natsu pun tersenyum. Meski aku menggeleng, sebenarnya otakku sekarang ini sedang menyangkal mentah-mentah apa yang baru saja Natsu katakan.

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang