Untuk sesaat Ferdinand menunjukkan raut wajah yang ketakutan begitu melihat sihir elemen milikku. Namun mengingat bahwa ia berada di pihak penantang, maka ia buru-buru merubah air mukanya menjadi seperti sedia kala--arogan dan menyebalkan.
"Tcih! Sihir murahan seperti itu tidak mungkin bisa menjatuhkanku!" serunya percaya diri. "Telepotaruko!"
Eh? Mantra apa itu?
"Itu mantra telepati. Sepertinya Ferdinand berusaha mengumpulkan bala bantuan ke tempat ini." Seketika Natsu menjawab pertanyaan yang baru saja kupikirkan.
"Hei, tidak sopan!" protesku. Lagi-lagi aku baru ingat kalau sosok vampir di sebelahku ini bisa membaca pikiranku. Huh, benar-benar merepotkan.
"Maaf saja, ya! Kalau aku ini merepotkan," celetuk Natsu.
"Ehh??? Lagi-lagi kamu membacanya lagi!?" Aku langsung memekik tidak terima.
Suasana sekitar terasa semakin ribut. Tiba-tiba saja muncul gerbang lingkaran sihir di langit. Gerbang-gerbang sihir itu mengeluarkan para ksatria dari pihak Kerajaan Troxe. Dari baju zirah yang mereka kenakan, kutahu bahwa Ferdinand baru saja memanggil para ksatria terbaiknya.
Aku menyeringai tipis. Ada sedikit kepuasan di hatiku. Jika Ferdinand memanggil para ksatria terbaiknya setelah ia melihat sihirku, itu berarti sosok pangeran dari Troxe tersebut menganggap aku sebagai lawan yang kuat. Hehe, ini menarik.
"Yuki." Natsu seketika membuyarkan pikiranku.
"Apa?" tanyaku datar.
"Kau tahu? Alasan kenapa aku bisa membaca pikiran ibuku adalah.." Natsu menjeda kalimatnya. Dari raut wajahnya sepertinya ia ragu untuk mengatakan lanjutannya.
Sementara itu, di depan sana Ferdinand tengah terkikik geli sambil menatap rendah pasukan kami yang kini kalah jumlah. Kami hanya berempat sedangkan pasukan yang menjadi lawan kami ada sepuluh orang.
"Lanjutkan saja apa yang mau kau katakan, Natsu!" ucapku. "Aku takut setelah ini kita tidak akan punya kesempatan untuk saling bicara lagi."
"Alasan kenapa aku bisa membaca pikiran ibuku karena aku menyayangi ibuku," ucapnya. "Dan, sejauh ini selain bisa membaca pikiran ibuku, aku hanya bisa membaca pikiranmu."
DEG.
"Ha? Maksudnya?" Aku terpekik kaget.
"SERANGG!!!" Ferdinand menyerukan kata pertama di peperangan itu. Secara jumlah, kami memang kalah. Tapi tidak ada yang bisa kami lakukan selain berusaha.
Para ksatria lawan diberi perintah utama untuk menghabisi aku dan Papa terlebih dahulu. Karenanya banyak dari mereka yang mencoba untuk menghunuskan pedangnya ke arahku dan Papa. Tapi sejauh ini, belum ada yang berhasil melukaiku. Entah kenapa, tubuhku rasanya ringan sekali. Aku bisa bebas berlompatan dan menghindar kesana-kemari.
BUG! Aku menendang wajah salah satu ksatria lawan. Kulihat beberapa giginya tanggal dan berserakan di tanah. Dan, setelah kuamati lagi di waktu yang sedikit tersebut, ternyata semua giginya yang tanggal itu diselimuti oleh kristal es.
Aneh, padahal aku tidak ingat pernah mengeluarkan sihir ketika melawannya.
"Bocah keterlaluan! Awas saja, ya! Saat kami menang nanti, kau akan kami jadikan mainan!" ujar salah satu ksatria yang menjadi lawanku.
Kuamati mereka satu-persatu. Oh, rupanya jumlah mereka yang menghampiriku ada empat orang.
"Coba saja kalau--" Ucapanku terputus.
Natsu langsung melesat entah dari arah mana dan menghabisi semua ksatria yang barusan berniat menjadikanku mainan mereka.
Eh? Jantungku kembali berdetak kencang. Apakah ini efek adrenalin yang semakin meningkat?

KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Fantasi[ Fantasy, Adventure, Magic & Minor Romance ] Mirror S1 + S2 Tadinya aku berpikir, negeriku begitu membosankan. Tadinya..., kupikir kedamaian di negeriku begitu memuakkan. Aku berharap terjadi kejahatan agar aku bisa menjadi seorang pahlawan seperti...