Aku menghembuskan nafas berat kemudian kembali beralih ke arah si pemuda vampir, Natsu. Sedari tadi ia hanya menatapku dengan mata berbinar sembari sesekali bertepuk tangan begitu objek-objek latihanku berhasil berubah menjadi kristal.
"Kau hebat sekali, Yu- eh maksudku Putri Yuki!" ujarnya entah sudah untuk yang keberapa kalinya.
"Kau boleh memanggilku Yuki jika kau mau," ujarku.
"Eh? Bolehkah? Padahal tadinya kupikir kau adalah orang yang sombong," terang Natsu blak-blakan.
Mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya tersebut, aku pun berdecak kesal. Natsu, vampir bodoh ini memiliki cara bicara yang mirip seperti Paulina-sensei. Tentu saja hal itu jelas-jelas menyebalkan.
Aku tersenyum.
Tapi sejujurnya aku suka cara bicara yang seperti itu. Daripada cara bicara orang-orang yang sok hormat kepadaku.
"Seandainya saja... aku bisa mengendalikan sihir seperti yang kau lakukan," gumam Natsu berandai-andai.
Oh iya, juga. Aku melupakan sesuatu yang terpenting. Ras vampir tidak bisa menggunakan sihir.
"Kamu ini tidak bisa menggunakan sihir sama sekali, ya?" tanyaku.
Natsu mengangguk lalu berkata, "Ya, seperti itulah. Bahkan mantra-mantra tingkat rendah saja aku tidak bisa menggunakannya."
"Ngomong-ngomong Yuki, kenapa kau berlatih membekukan objek-objek hutan?" tanya Natsu. Kepalanya ia miringkan sedikit.
Aku meremas keras ujung rok yang kupakai. Sial, gara-gara pertanyaan yang Natsu lontarkan, aku jadi teringat kembali dengan tujuan awalku datang ke tempat ini. Dan bersamaan dengan itu, kepingan-kepingan memori bersama Ferdinand terputar kembali di dalam kepalaku.
Natsu mengerutkan keningnya, bingung. Kemudian ia berjalan mendekatiku.
TUK.
"Eh?" gumamku terkejut. Seketika semua memori buruk itupun sirna dan aku kembali ke kenyataan. Dihadapkan dengan dua manik heterochromia di depanku, entah kenapa membuatku merasa sedikit lebih baik.
Telapak tangan Natsu perlahan mengelus puncak kepalaku. Bibirnya tersenyum, membiarkan ujung taring runcingnya sedikit mencuat keluar.
"Aku tidak suka ekspresi wajah yang seperti itu," ucapnya. "Jika kau tidak mau menceritakannya padaku, tak apa."
Angin sepoi-sepoi pun bertiup. Menerbangkan kelopak bunga dan rumput yang sudah saatnya bagi mereka untuk lepas dari bagian baru yang lebih kuat. Bersamaan dengan itu, aku pun tersadar dan langsung menepis tangan Natsu.
Suasana hening sesaat. Baik aku maupun Natsu tidak ada satupun yang bergeming.
"Aku tidak keberatan untuk menceritakannya padamu," ujarku memecah keheningan.
"Jadi?" tanya Natsu, meminta penjelasan.
"Apakah kau tahu cara mengikat ikatan sehidup semati ala ras manusia?" tanyaku balik.
"Ahh, memberi ciuman, kan?" jawab Natsu ragu.
Aku mengangguk miris. Kemudian kuceritakan semua yang telah terjadi siang lalu bersama Ferdinand. Tentang bagaimana semuanya dimulai, tentang tiba-tiba dia menciumku, dan tentang ancaman yang ia berikan.
Natsu menatapku dengan tatapan tajam. Aura yang keluar dari badannya kini tidak terasa hangat lagi. Sepertinya baik aku maupun Natsu sama-sama tidak siap menerima resiko yang harus dihadapi.
"Perang? Hehehe," gumam Natsu.
Aku menengadah untuk menatap wajah Natsu. Kenapa dia malah terkekeh?
"Pangeran itu sudah gila," lanjutnya.
"Yah, karena itu aku berniat melawannya sendiri. Sejauh ini aku belum memberitahukan apapun pada orang tuaku karena apapun penjelasanku, pasti mereka akan memilih pilihan terburuk," jelasku sambil tersenyum miris.
"Mereka akan menikahkanmu dengan pangeran itu, ya?" tebak Natsu tepat sasaran.
Aku mengangguk.
"Terimakasih sudah mendengarkan," ujarku lalu berbalik menuju ke tempat dimana Goldie terakhir kali kutinggalkan.
GREP.
Seketika, Natsu pun menggenggam telapak tanganku dengan erat. Rasa hangat pun perlahan mulai menjalar di telapak tanganku yang bersuhu dingin akibat efek samping sihir es milikku. Aku gengsi mengakuinya, tapi sebenarnya... sekarang aku sungguh merasa nyaman.
"Apa?" tanyaku datar. Berusaha menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya.
"Yuki-sama, kumohon jangan pergi!" ujarnya.
DEG. Kedua bola mataku seketika terbelalak kaget merespon ucapan Natsu. Tapi bukankah di situasi seperti ini, seharusnya aku merasa kesal? Kemudian seharusnya aku akan marah-marah, kan?
"Jika kau pulang lalu setelahnya kau tidak akan menemuiku lagi, selamanya masalahmu itu akan terasa semakin berat," ucap Natsu. Kedua manik heterchromia miliknya memancarkan aura bersungguh-sungguh.
"Secara kebetulan, hanya aku-- orang di dunia ini yang tahu tentang masalahmu. Jadi izinkanlah aku untuk membantumu!"
DEG DEG.
"Na-Nastu?" gumamku bingung.
"Sampai aku mati nanti, gunakanlah aku sebagai sayap pelindungmu, Yuki." Natsu mengakhiri kalimatnya kemudian ia menarikku lebih jauh ke dalam hutan.
❄
Tanpa siapapun sadari, jauh dibalik pepohonan hutan, terdapat sepasang manik biru emerald yang serius memperhatikan.
"Yu..Yuki-chan? Apa yang dilakukannya dengan vampir itu?"
❄
Bonus Pic by me :
Kuakan selalu~ jadi sayap pelindungmu~ //author nyanyi :V
//auto digebukin readers🎵The Overtune - Sayap Pelindungmu
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Fantasía[ Fantasy, Adventure, Magic & Minor Romance ] Mirror S1 + S2 Tadinya aku berpikir, negeriku begitu membosankan. Tadinya..., kupikir kedamaian di negeriku begitu memuakkan. Aku berharap terjadi kejahatan agar aku bisa menjadi seorang pahlawan seperti...