Suara perang terdengar semakin ricuh. Sekarang aku masih sendirian. Terduduk di tengah koridor istana sambil menangisi kepergian Noel. Aku sungguh menyesal atas sikapku yang sebelumnya kepadanya. Aku tidak menyangka bahwa seorang Noel bisa memiliki perasaan seindah itu kepadaku.
"Wah wah! Apa yang dilakukan seorang putri di tempat seperti ini?" Tiba-tiba terdengar sebuah suara berat yang sudah sangat familiar di telingaku.
Aku yang sedari tadi menunduk pun, terpaksa menengadah. Cahaya matahari yang merembes masuk melewati puing-puing dinding yang sudah hancur membuat pandanganku silau untuk sesaat. Lalu tak lama setelah itu, perlahan wajah seorang Varghna pun muncul di hadapanku. Ia tersenyum miring.
"Varghna? Kenapa kau ada disini?" tanyaku kaget.
"Aku menuntun ras vampir untuk membantu kerajaan," jawabnya.
"Maksudmu ras vampir sekarang sedang berperang bersama kerajaan?" tanyaku memastikan.
"Tentu saja," jawabnya.
"Ya Tuhan, terimakasih banyak, Varghna-san! Aku tidak tahu harus membalasmu dengan apa," ujarku.
"Tuan Putri Yuki, sebenarnya aku tidak bisa banyak membantu dalam perang ini. Aku sudah tidak muda lagi jadi setelah ini aku harus segera kembali ke Desa Batware," ungkapnya dengan nada menyesal.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Varghna, aku pun seketika bangkit berdiri dan langsung menatap matanya.
"Tak apa, Varghna. Bantuanmu sudah lebih dari cukup," ucapku tersenyum.
Varghna menghela nafas panjang lalu balas tersenyum. Kemudian ia berkata, "Aku menyempatkan datang mencarimu karena ada sesuatu yang lupa untuk aku bicarakan tempo hari."
Aku memiringkan kepalaku pertanda bingung. Lalu aku membiarkan Varghna melanjutkan kalimatnya.
"Jangan pernah membiarkan siapapun menyentuh liontimu! Karena jika itu terjadi, maka jiwamu adalah milik seseorang yang menyentuhnya," lanjut Varghna serius.
"Ha? Apa maksudmu, Varghna? Aku tidak--" Kalimatku seketika terputus ketika kudengar suara lain yang memanggil-manggil namaku.
Aku menoleh ke belakang dan kudapati seorang ksatria kepercayaan Papa tengah berlari menuju ke arahku.
"Aku mencarimu kemana-mana, Tuan Putri. Aku sangat ketakutan begitu orang-orang di pengungsian mengatakan bahwa kau belum tiba disana," ujarnya.
"Aku memang berniat tidak akan datang kesana," balasku datar.
"Tapi tetap saja tidak baik kalau sendirian di tempat serawan ini," ujarnya dengan nada agak kesal.
"Ha? Kau buta, ya? Aku disini bersama Varg--" Lagi-lagi kalimatku kembali terputus ketika tidak kudapati sosok Varghna di tempatnya tadi berdiri.
"Sudahlah! A--aku tahu ini gila tapi Yang Mulia Raja memanggilmu ke medan perang!" ujar sang ksatria pada akhirnya.
❄
Kini aku sedang menunggangi Goldie. Mengikuti sang ksatria yang akan menuntunku ke arah Papa. Kami terus memacu kuda kami lebih cepat. Takut semuanya sudah terlambat untuk dicegah.
Sepanjang perjalanan, aku dapat melihat keadaan distrik yang kacau balau. Rumah-rumah penduduk kini sudah tidak karuan lagi bentuknya. Berbagai bahan makanan pasar tumpah ruah ke jalanan seakan itu baru saja terhantam sebuah topan raksasa.
Aku memang selalu mengharapkan terjadi hal-hal yang diluar dugaan semacam ini hanya agar aku dipandang sebagai seorang pahlawan. Namun ternyata hal yang selama ini kuharapkan begitu mengerikan.
"Yuki!" Itu suara Papa.
Aku pun mempercepat laju lari Goldie ke arah sumber suara. Mendahului kecepatan laju lari kuda milik si ksatria yang sedari tadi menuntunku di depan. Semua rasa takut yang tadi sempat menghujam dadaku, seketika hilang entah kemana saat kudengar suara Papa. Lalu sampai lah kami di suatu daerah kecil yang sepi. Hanya ada tubuh-tubuh tak bernyawa yang tergelatak kaku.
"Papa!" panggilku begitu sosok Papa dan kudanya sudah terlihat.
Eh? Tunggu dulu. Di samping Papa aku melihat seorang pemuda bersurai merah. Ia tersenyum ke arahku lalu kulihat kedua taringnya mencuat keluar.
"Natsu!?" Aku terpekik kaget.
Ayolah, Yuki! disaat seperti ini bukan waktunya untuk membawa perasaan egoismu keluar. Lagipula Natsu bisa membaca pikiranmu, kan? Bisa gawat kalau dia menyimpulkan sesuatu yang aneh!
Natsu memiringkan kepalanya bingung lalu ia bertanya, "Tuan Putri memikirkan apa, sih?"
"Ekhem! Sudahkah kalian selesai?" Tiba-tiba terdengar suara yang familiar. Suara itu terdengar dengan nada yang menyebalkan.
Kami semua langsung menoleh ke sumber suara. Dan saat itu juga bola mata kami terbelalak lebar begitu mendapati Pangeran Ferdinand bersama empat orang prajuritnya tengah mengelilingi kami.
"Tcih! Fer--dinand," gumamku geram.
"Hmm, menyebalkan sekali. Kau tahu, Yuki? Aku begitu kesal melihat wajahmu bisa bersemu merah seperti itu ketika berhadapan dengan si vampir merah itu!" ujar Ferdinand dengan setiap penekanan di kalimatnya.
A--apa katanya?
"Aku beri kalian kesempatan! Pergi dari kerajaan kami dan kami tidak akan melukai kalian!" seru Papa dengan dipenuhi aura mengintimidasi.
"Kau menyuruh kami mundur? TIDAK AKAN!!" balas Pangeran Ferdinand lalu maju ke arah kami diikuti para prajuritnya.
Suhu tubuhku tiba-tiba menurun drastis. Lapisan salju tipis kini mulai bermunculan di permukaan lenganku. Aku tertegun. Belum pernah kukeluarkan kekuatan sihirku sebesar dengan kecepatan seperti ini.
Lalu ketika Ferdinand dan para prajuritnya tinggal tiga langkah mendekati kami, seketika aku pun berinisiatif untuk mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi. Dan bersamaan dengan itu, munculah cahaya di telapak tangan kananku.
Orang-orang di sekitarku terdiam mematung menatap cahaya tersebut. Bahkan Ferdinand dan para prajuritnya kini berhenti mendekati kami.
Kemudian dengan cepat, cahaya itu menyebar menjadi butiran-butiran besar dan segera kembali berkumpul membentuk sebuah pedang yang terbuat dari kristal.
Aku tersenyum miring ke arah Ferdinand dan juga para prajuritnya yang kini tengah bersiaga dengan pedang sihir mereka masing-masing. Percikan-percikan kecil berwarna ungu beterbangan bebas mengelilingi pedang mereka.
"Kenapa diam? Bukankah kalian tadi akan menyerang kami?" cibirku sambil memasang wajah pura-pura polos.
"Yappari, kau memang mirip dengan Mamamu," gumam Papa sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.
❄
Jeng jeng!! Yuki dan Natsu sudah selesaiiii~
Semoga terhibur dengan gambaranku, minna-san! Yahh, meskipun gambaranku jauh dari kata bagus, tapi aku sangat berharap semoga kalian terhibur^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Fantasía[ Fantasy, Adventure, Magic & Minor Romance ] Mirror S1 + S2 Tadinya aku berpikir, negeriku begitu membosankan. Tadinya..., kupikir kedamaian di negeriku begitu memuakkan. Aku berharap terjadi kejahatan agar aku bisa menjadi seorang pahlawan seperti...