Dua

13.1K 1K 58
                                    

Kata orangtua, banyak senyum bakal awet muda. Hari ini setelah dilihat wajahnya di cermin, tidak ada senyum sama sekali, bete. Erisa ingin awet muda, tebar senyum sana sini tetapi kalau ada jerawat di wajahnya kan jadi gak pede. Pengen bolos tapi gak punya rangkaian alasan buat mamanya.

Tringggg

Telfon dari Cikita. Angkat tidak yah? Males juga dengar suara cempreng itu.

"Ya halo" sapa Erisa,

"Hari ini naik angkot Ris?" buset sapaan Erisa diacuhkan. Erisa mengangguk walau tidak terlihat. "Yep" jawabnya singkat.

"Gue jemput yah?" Erisa menautkan alisnya, dipikirnya ada sesuatu dan lain hal.

"Tumben baik" terdengar diseberang telepon ada suara tawa.

"Kakak gue lagi mau mengumpulkan pahala. Tolong bantu dia teman" Kakak?, apa sangkut pautnya coba. Erisa tidak mau mengambil pusing, walau ada beberapa adegan drama korea terlintas di kepalanya.

"Kakak lo minta tolong apaan? Kalau gue bisa sih nanti gue bantuin" tawar Erisa.

"Huft. Baru bangun tidur neng?" nada Cikita terdengar jengkel. "Iya baru bangun".

"Pantesan lalod" omel gadis itu diseberang. "Tunggu aja di rumah, entar Mas Idam anter ke sekolah. Bye" tuuutttt. Diakhir telepon dan bunyi tut, Erisa melempar ponselnya ke kasur. Mimpi apa tadi malam?! Diingatnya kembali. Gue gak mimpi basahkan?.

Erisa berkali-kali mengiris pesan whatsapp ke Cikita. Ingin banget gadis itu mengumpat karena hanya diread. Okay harusnya ia berpositif thinking, mungkin Cikita lagi buru-buru mandi, ganti baju, atau sarapan sehingga tak sempat membalas pesannya. Lupakan semua itu. Sekarang dia hanya perlu menempelkan plester ke jerawatnya di jidat. Erisa menyesal tidak memotong pendek poninya agar dapat diatur menutupi jerawat sialan itu.

"Ris, ada teman kamu diluar" secepat kilat Erisa turun ke lantai satu. Bayangan pria bertubuh jangkung. Sebelum menengok yang punya badan, gadis itu menyempatkan diri mengatur rambutnya.

"Pagi ris" lemes kaki Erisa ngelihat Idam baru mandi. Bau badannya coy, maskulin banget. Abang-abang tukang parfum aja kalah.

"Pagi.. .." kaku banget, gerutu Erisa. Perlu gitu dia panggil kakak? Atau sebaiknya gak usah berembel-embelria?.

"Jangan canggung gitu dong. Panggil Idam aja, anggep teman" Erisa menggeleng cepat.

"Aku gak enak... soalnya lebih tua" Idam berpikir sejenak, ia menimbang-nimbang panggilan apa yang cocok buatnya.

"Yaudah terserah kamu saja, enaknya manggil saya apa. Senyaman mungkin"

"Mas Idam? disamain sama Ciki aja yah?" duh, Mas? berasa tukang sayur, batin Idam. "Iya gak apa-apa, yang penting kamu nyaman. Yaudah, mau ke sekolahkan? Aku antar yah".

AC mobil tidak disetel dingin, tapi tangan Erisa dingin kayak es batu. Awalnya ia pikir ada Cikita di dalam mobil, dan ternyata oh ternyataaa... hanya berdua. Mereka berdua. Erisa jadi ingat lagu Bruno Mars, jangan sampai lagu itu keputar terus mobil ini belok ke motel harga duaratus ribuan.

"Erisa jatuh dimana? Kok jidatnya diplester gitu?" pengen ketawa karena cowok secakep itu bisa ketipu. Dan Erisa bisa sujud syukur, setidaknya gak malu-maluin di depan orang yang ditaksir.

"Oh ini hanya kejedot tembok kamar mandi" Idam tertawa, Erisa tidak ambil pusing. Apakah selucu itu?. Untunglah dia terlihat cute.

"Lain kali hati-hati yah, nanti cakepnya hilang direbut tembok" aduhh ni cowok jago banget bikin Erisa tepar. Dikatai cakep? Gak salah dengarkan? Erisa melirik Idam dari sudut mata. Yaampun, dia bisa lihat Idam lagi senyum dan balas ngelirik. Lirik-lirikan mata euy, masih pagi pula. Terima kasih dewi fortuna, pagi ini sangat berkesan. Erisa berjanji akan rajin belajar dengan giat asalkan bisa mendapatkan momen-momen seperti ini lagi.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang