Tujuh

7.2K 716 36
                                    

Benar gak sih ikan paus bisa menelan manusia hidup-hidup? Jika iya, Erisa ingin ditelan ikan paus dengan syarat ia masih tetap hidup dan akan tinggal di perut ikan paus saja. Dia tidak kuat hidup di atas daratan lagi. Berebutan oksigen dengan manusia lain. Bahkan dibuat baper dengan manusia lain juga.

Sudah tiga hari berlalu, sudah tiga hari pula Erisa mengalami masa bimbang-bimbangnya percintaan. Idam bukannya hilang kabar dan pergi seperti di telenovela. Setibanya di Sydney, pria itu langsung mengirimkan Erisa chat di facebook. Memberinya kabar bahwa dia sudah tiba dengan selamat.

Saya sudah sampai. Kamu lagi apa disana?

Hal itu membuat Erisa bernafas lega. Setidaknya dia tak harus ber-kode kodean dengan Cikita sekedar untuk mengetahui kabar Idam.

Tak hanya disitu, setiap harinya Idam mengirim chat beruntun. Entah sekedar menanyakan 'lagi apa?' atau 'sudah makan?'. Semuanya pertanyaan normal bagi sepasang kekasih. Hingga hari ketiga, tepatnya di sekolahan. Erisa mengecek ponselnya, ada notif facebook messanger dari Idam.

Lagi ngapain? Masih jam istirahat? jangan lupa makan yah

Semuanya pertanyaan sederhana yang membuat Erisa merasa diperhatikan.

Masih jam istirahat, sekarang lagi makan bareng Cikita

Erisa juga membalas chat Idam dengan jawaban sederhana. Semuanya hanya jawaban dari pertanyaan yang selalu diajukan Idam. Tak ada pertanyaan balik yang selama ini Idam harapkan. Erisa juga ingin bilang,

Mas Idam lagi apa? Jangan lupa makan juga

Simpel? yep. Tetapi tak sesimpel gengsi Erisa yang luar biasa rumit. Apa susahnya ngetik sederet kata itu ditambah satu tanda tanya. Erisa bisa melakukan hal itu. Hanya saja kepala batunya mengatakan tuk jangan menunjukkan kesan balik. Munafik banget, kata malaikat berbaju putih.

"Ris, muka lo kayak burung kakak tua" kata Cikita. Erisa menatap jengkel gadis itu.

"Terima kasih" kemudian kembali hening. Erisa kembali menatap ponselnya, sedangkan Cikita kembali diacuhkan.

"Bagaimana kabar hubungan lo dan kakak gue?" Erisa tahu itu sindiran. Sudah beberapa hari Cikita memberinya masukan. Mulai dari tahap membangun hubungan yang dimulai dengan berbagi kabar. Okay, sampai saat ini tahap tersebut sedang berlangsung dengan ngadat.

"Good. Masih kontek-kontekan" cikita menautkan satu alisnya.

"Tapi lo sudah coba kasih kabar duluankan? Say hallo duluan begitu? Atau lo sudah pernah coba balik nanyain kabarnya?"

"Belom" jawab Erisa singkat, padat, dan jelas.

"Yaampun! Kasian banget kakak gue. Nanti dia mikirnya lo gak ada minat sama dia. Kasihan tahu kakak gue, dia coba deketin lo dengan sabar. Sekali-kali lo balik nanyain kabarnya coba"

Erisa tidak bisa mengelak. Jika sekarang dia akan membekap mulut Cikita dengan alasan "bisa diam gak sih?" artinya dia tidak mau mengakui kesalahannya. Gadis itu memilih diam.

"Gue cuma mau lo jujur sama gue. Apa sih yang lo mau sekarang?"

Bilang... gak... bilang... gak. Erisa butuh teman curhat. Dan karena dirinya hanya memiliki satu sahabat, dan parahnya lagi sahabatnya itu adalah adik kandung dari biang permasalahannya sehingga dia kembali menimbang-nimbang.

"Kalau ditanya pilih Pororo atau Keroro, gue bakalan jawab Pororo walaupun Keroro itu kesukaan gue banget. Kenapa? Bukan karena Keroro itu hijau dan bertampang jelek makanya gue gak mau akuin, tetapi gue hanya gak ingin menunjukkan ketertarikan gue. Apalagi kalau si Keroro ngenyaksiin sendiri, gue gak mau bikin si Keroro jadi ngefly. Gue hanya malu ngakuin perasaan gue" curhat Erisa. Beberapa orang yang duduk tak jauh dari mereka berbisik-bisik. Mungkin saja mereka merasa aneh mendengar topik Pororo dan Keroro yang biasanya ditonton anak SD.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang