Dua belas

5K 515 16
                                    

Dia pacar gue, dan lo semua gak boleh lagi ngefan sama Mas Idam. Haha, Erisa masih melamun dan membayangkan sesuatu yang konyol. Entah bagaimana dirinya bisa berada di pinggir lapangan basket bersama teman sekelas yang semuanya perempuan!. Kalau bukan karena paksaan Cikita, Erisa tidak mungkin menambah jaraknya dengan Idam. Bahkan dari balik tembok saja sudah membuatnya deg degan, apalagi jika berdiri di tempatnya anak cheers.

"Mumpung Bu Murni gak masuk. Kita habisin jam matematika disini saja yaaaaa" kata Cikita yang masih membujuk Erisa walaupun sebenarnya mereka memang sudah di pinggir lapangan. Hanya saja wajah Erisa yang tertekuk membuat Cikita tidak nyaman.

"Capek tahu berdiri terus, mana disini panas banget lagi. Balik ke kelas yuk" kata Erisa. Bibirnya sampai manyun seperti bebek yang merengek.

"Lah, panas darimana Ris? Sekarangkan lagi mendung"

"Hah.. eh iya mendung Cik. Yuk balik keburu hujan" bujuk Erisa.

"Yaelah, belum ada tanda-tanda bakalan turun hujan. Bilang saja lo gugup liatin Mas Idam" Iyaaaaa, makanya Erisa sampai keringat dingin. Bahkan tidak hanya diliatin Mas Idam, Kak Erga juga dari tadi ngelirik Erisa.

Skor dipimpin oleh tim Erga dengan selisih 3 poin. Anak-anak perempuan antusias menonton pertandingan kecil-kecilan mereka. Bahkan kali ini lebih ramai dari biasanya. Sahutan yang biasa diteriakkan untuk Erga, kali ini terbagi dua semenjak kedatangan Idam.

Mata Erga melirik salah seorang gadis yang dikenalnya. Jarang-jarang gadis itu muncul di lapangan untuk menonton pertandingan. Walau dia tahu Erisa sudah ada yang punya, tak bisa dipungkiri rasa yang dimiliki Erga tidak hilang begitu saja. Sesekali matanya bertabrakan dengan mata gadis itu walau hanya sedetik, karena detik berikutnya Erisa akan langsung melempar muka ke arah lain dengan telinga memerah.

Bunyi pluit istirahat menghentikan gerak para pemain. Tim Idam tertinggal 6 angka dan masih ada satu babak lagi. Idam menghampiri Erisa dan Cikita.

"Bolos?"

"Enak saja. Bu guru berhalangan masuk" kata Cikita yang diikuti Erisa dengan anggukan.

"Sudah makan?"

"Sudah"

"Bukan lo" Cikita mendengus sebal. Diliriknya Erisa setengah tersenyum.. alias bibirnya ingin tertarik keatas tetapi ditahan olehnya. Sedangkan sekarang mata Idam hanya terfokus pada orang dan menunggu jawaban gadis itu.

"Sudah"

"By the way ngapain sih Mas Idam bicara dari jarak 1,5 m? Bisa gak sih mendekat kesini gak perlu jauh jauhan" kata Cikita.

"Saya bau keringat, pulang sekolah saya nyamperin ke kelas kamu" jawab Idam yang tepatnya diarahkan untuk Erisa. Gadis itu hanya bisa melemparkan senyum. Setelah itu Idam kembali ke tempatnya dan melanjutkan babak kedua.

"Duh, Cikita! Kakak lo hot banget"

"Wajahnya mirip artis"

"Masih jomblo gak? boleh buat gue ya"

"Username Instagramnya apa?"

Erisa dan Cikita saling bertatapan. Sepertinya teman-teman mereka tidak mengerti suasana yang ada. Apakah Erisa terlihat tidak sedang menjalin hubungan dengan Idam. Bisa jadi seperti itu, toh Erisa tadi hanya melemparkan senyum dan tidak menjawab secara verbal. Dan juga Idam tidak pernah melakukan sesuatu yang berlebihan di sekolah, sehingga anak-anak sekolah tidak ada yang tahu.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang