Tiga

10.4K 968 28
                                    

Biasanya Erisa bakal lupa dengan mimpi semalam. Tetapi hari ini tidak berlaku, ia ingat dan terus-terusan mencoba mengingat. Sampai ia memutuskan memasukkan mimpinya itu ke memo ponselnya.

"Bisa gila gue. Arrrghhh" erang Erisa. Beberapa siswa di gerbang ikut memperhatikannya. Erisa berjalan cepat karena sadar jadi pusat perhatian.

Lonceng sekolah belum berbunyi, murid di kelas Erisa sudah sibuk melakukan aktivitas biasanya. Menyalin pekerjaan rumah. Termasuk Erisa.

"Makanya, di rumah jangan nonton tv doang. Ngerjain PR dong" omel Cikita. Walau begitu, Erisa hanya menyengir lebar karena Cikita masih mau membantunya menyalin PR.

"Udah dong, gue lagi konsentrasi nih"

"Muka doang yang cakep, kelakuan gak beda jauh sama Sulastri" Erisa melirik gadis berambut pendek berbadan gendut. Ia adalah Sulastri si super-pemalas, hobbynya makan dan memukul anak laki-laki.

Tak lama terdengar bunyi bel bertepatan selesainya aksi menyalin PR Erisa. Guru Sejarah masuk, namanya bu Magdalena yang sedang hamil besar. Murid-murid mengambil posisi di tempat masing-masing.

"Selamat pagi anak-anak"

"Pagi bu" koor mereka ramai-ramai.

"Buka halaman 54, kita akan membahas tentang..."

Mata Erisa menatap buku cetak dengan pandangan kosong. Disitu tertulis 'cara masyarakat mewariskan masa lalunya' namun Eriska mengartikannya sebagai 'cara masyarakat melakukan flashback'. Kata berawalan F itu menyentilnya. Diingatnya kembali, ia punya beberapa pertanyaan untuk Cikita. Tetapi untuk saat ini ia hanya membutuhkan satu pertanyaan saja. Gampang saja untuk bertanya, namun ia perlu hati-hati jangan sampai radar sahabatnya itu menangkap basah dirinya.

Sekarang ia memikirkan pertanyaan model apa yang tidak mengundang kecurigaan.

"Cik" panggil Erisa. Cikita menoleh. Masih ada bu Magdalena sehingga mereka berdua berbisik-bisikan.

"Lo ngerti gak arti dari Pra-aksara? Itu bukannya pelajaran anak kuliahan yah?" Cikita menatap temannya dengan tatapan ni orang pura-pura bego atau memang bego?.

"Masa gini aja lo gak tahu? Anak kelas 6 SD aja sudah tahu kali" Erisa ber'oh'ria.

"Gue kirain materi anak kuliah" kata Erisa diikuti ketawaan garing khasnya.

"Masa iya anak kuliahan masih belajar sejarah. Iya kali kalo memang ngambil jurusan ilmu sejarah. Tapi gue denger sih umumnya gak ada, paling mata kuliah umum itu kayak Pancasila, Kewarganegaraan, sama Agama" jelas Cikita.

"Tau dari mana? Dari Kakak lo?" pancing Erisa. Please Cikita nangkep umpan gue, batinnya.

"Dari bokap"

"Oh. Gue kira dari kakak lo"

"Kakak gue gak pernah bahas sesuatu yang berkaitan dengan kuliah sedetail itu. Terakhirkali pas gue nanya dia mau masuk jurusan apa, tapi itu dulu banget" Erisa menyimak dengan baik, namun sampai saat ini dia masih menangkap abu-abu.

"Oh terus dia masuk apa?"

"Arsitek"

"Tapi gak tau juga selanjutnya, masil labil pengen gonta-ganti pindah jurusan, orangnya tuh punya jiwa putih abu-abu banget jadi dia males bicarain begituan" Erisa mengambil kesimpulan dalam diam. Setelah itu mereka berdua kembali fokus ke papan tulis.

Pak Suryo sudah menunggu di depan gerbang, Erisa melambaikan tangan dan masuk ke mobil. Tak jauh dari situ Cikita juga masuk ke mobilnya. Hari ini Erisa tidak naik angkot, sehingga dirinya masih bisa menabung beberapa ribu rupiah di dompetnya. Diliriknya isi dompet yang menyisakan tiga lembar uang seratusribu dan dua lembar uang duapuluhribu.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang