Delapan belas

5.2K 516 6
                                    

Tak henti-hentinya Cikita terus mengomel. Erisa hanya mendengar dengan pasrah.

"Pantesan dari tadi aku tungguin gak nongol-nongol, eh ternyata asyik berduaan" rupanya gadis itu masih dendam pada Idam. Erisa jadi merasa tidak enak hati.

"Mas Idam tadi bantuin bangun tenda kok. Terus istirahat sebentar" kata Erisa. Entah mengapa ia jadi geli sendiri mendengar dirinya sedang membela Idam.

"Sebentar gentong lo. Lama banget tahu gak? mana gue yang angkatin kayu bakarnya dia. Huh, pokoknya gue bete banget sama Mas Idam"

"Tapi Mas Idamnya juga kasian ngangkatin bawaan kita yang berat-berat" kata Erisa lagi. Sepertinya dia sudah mulai berubah menjadi pacar yang perhatian. Jika mendengar seseorang menjelek-jelekan nama Idam, secara naluriah Erisa akan membela pria itu.

"Ih bela saja terus Mas Idam. Mentang-mentang sekarang pacaran, Mas Idam jadi nomor 1. Terus gue dilupain"

Ya ngambek deh. Erisa memeluk gemas sahabatnya. Sesekali mereka berantem, ujung-ujungnya juga bakalan baikan lagi. Begitu juga saat mereka saling ngambekan, ujung-ujungnya juga bakalan baikan lagi.

"Enggaklah, lo tetap sahabat gue tersayang" bujuk Erisa.

"Kalau begitu lo harus bantuin gue balas dendam ke Mas Idam" kata Cikita sambil tersenyum licik.

Okay, Erisa akui sebenarnya dia tidak menyetujui rencana Cikita satu ini. Pasalnya dia merasa tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kakak beradik tersebut. Dan, dia tidak ingin berselisih dengan kekasihnya.

"Jangan yang aneh-aneh deh" kata Erisa mengingatkan.

"Tenang saja. Lo cukup ikutin saja kata-kata gue"

...

Semua siswa dikumpulkan di lapangan yang luas. Seorang bapak berbaju coklat sedang memberi materi seputaran pohon dan hutan. Rupanya dia salah seorang pembicara yang diundang dari dinas kehutanan.

"Kalau pohon ditebang, yang rugi kalian sendiri"

Semua siswa memberi tepuk tangan setelah materi itu selesai. Kesimpulannya, pohon dan manusia saling ketergantungan. Dan pada saat ini, manusia mulai serakah menjajah rumah dari pohon-pohon tersebut untuk membuka lahan perumahan.

Dari pihak sekolah sudah menyediakan ratusan pohon yang akan ditanam oleh siswa-siswanya. Mereka semua sudah memegang alat-alat kerja, termasuk Erisa dan Cikita.

"Ris.. Erisa"

Erisa celingukan mencari asal suara itu. Disana terlalu banyak orang.

"Kenapa ris?" tanya Cikita keheranan.

"Kayaknya ada yang manggil gue"

"Masa? Kok gue gak dengar ya"

Erisa tidak memusingkan lagi hal itu. Dia kembali berjalan menyusul Cikita. Lokasi penanaman pohon tidak terlalu jauh dari tempat mereka berkumpul.

"Erisa" hampir saja cangkulnya jatuh. Erisa mengelus dada saking kaget karena ulah Idam.

"Kagetin tahu" Idam hanya tertawa. Pria itu juga menenteng pohon yang dibagikan serta cangkul kecil, sama seperti Erisa.

"Sini saya bawain"

"Gak usah. Ringan kok" tolak gadis itu. Cangkulnya memang

"Yaelah gak apa-apa juga. Sini biar saya yang bawain"

"Erisa bilang gak usah ya gak usah. Maksa banget jadi cowok" kata Cikita yang langsung membawa kabur Erisa. Idam hanya bisa bengong melihat adik kandungnya itu sudah membawa kabur kekasihnya.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang