Dua puluh - End

9.9K 666 14
                                    

            

Orang dewasa lebih tahu dan berpengalaman. Seperti kata Ayah Erisa. Pria paru baya itu tidak akan khawatir jika melepaskan anak sematawayangnya pada pria yang sudah saling menyebutkan kata cinta. Erisa juga telah menjawab tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. dia telah berbohong.

            Kapan Idam pernah bilang padanya kalau pria itu mencintainya? Tidak. Pria itu tidak pernah mengucapkan kata itu. Yang ada malahan Erga yang mengatakannya duluan. Miris memang, tetapi yang dia pilih adalah pria itu.

            Erisa sudah merasa nyaman pada Idam. Dan Erisa merasakan semua debaran hanya pada pria itu. Dia menyukai setiap saat bersama Idam, bukan orang lain. Erisa juga melihat Idam memiliki wajah bahagia yang sama sepertinya. Idam selalu menghampirinya duluan sambil berkata ia merindukan Erisa. Lantas mengapa Idam tidak pernah mengatakan Cinta padanya?

            Erisa pernah membaca sebuah buku, Cinta tak perlu diungkapkan cukup dirasakan. Tetapi rasanya berada pada hubungan yang tidak pasti. Jika saja saat itu Idam mengatakan "Ayo kita pacaran" mungkin Erisa bakalan lebih tenang. Tetapi yang ada pria itu berkata "Kita jalani saja dulu". Kalau begitu hubungan seperti apa yang sedang mereka jalani sekarang? Rasanya ambigu.

            Hari-hari berikutnya Erisa dan Idam masih dalam hubungan yang baik-baik saja. Erisa membuang pikiran itu jauh-jauh. Dia mencoba berpegangan pada kata-kata di buku 'Cinta tak perlu diungkapkan cukup dirasakan'. Erisa sadar kalau gadis itu mencintai Idam, dia sendiri tidak pernah mengungkapkan kata cintanya.

Selama berbulan-bulan Erisa mencoba mencari tahu apakah Idam juga berpikiran sama dengannya. Apakah pria itu juga mencintainya dan berpikir kalau cinta itu tidak perlu diungkapkan tetapi cukup dirasakan. Tetapi bagaimana cara mencari tahu itu semua? Ia terlalu gengsi menanyai hal itu.

"Erisa! Idam sudah nungguin kamu di bawah!"

Erisa melirik sekilas wajahnya dikaca. Sempurna. Bedaknya tidak tebal dan dandanannya gak norak. Gadis itu segera turun menghampiri Idam yang sudah menunggunya. Seperti biasa, pria itu akan menjemputnya dengan baju yang sangat rapi. Sejak bertemu Ayahnya, Idam selalu datang memakai kemeja atau baju berkerah. Katanya agar terlihat sopan.

"Rapi banget. Padahal kita gak ke kondangan" Erisa kembali melihat dirinya. Lantas ia membandingkan dirinya dan pria itu.

"Masih lebih rapih Mas Idam" kata Erisa gak mau kalah.

"Wah sekarang sudah berani ngeledek"

            Berhubung sekarang hari sabtu, Idam mengajak Erisa nginap di puncak selama 2 hari. Dia juga sudah mendapat ijin kedua orangtua gadis itu. Tentu saja semuanya tidak gampang. Ayah Erisa bisa lunak karena Idam juga mengajak Cikita yang saat ini sudah berada di puncak.

            "Aneh, saya gak pernah bosan setiap hari ngeliatin wajahmu" Erisa bersemu merah. Pria itu menggenggam tangannya dengan mata yang masih fokus ke jalanan.

            "Jadi Mas Idam maunya apa?" gadis itu memasang wajah jutek. Dia hanya ingin menggoda pria itu.

            "Terus seperti ini. Saya penasaran, kalau sudah tua wajah kamu bakalan tetap cantik atau berubah bulet" Erisa mendengus sebal. Pria itu meragukan kulit wajahnya.

            "Aku juga penasaran, rambut siapa duluan yang ubanan. Aku atau Mas Idam"

            Membahas masa depan dari sekarang, kedengarannya lucu. Sebisa mungkin kalau mereka berdua masih menjalin hubungan tanpa keraguan, hal itu bisa saja terjadi.

            "Kalau sama-sama penasaran, harusnya kita menikah dong"

Jika mereka berdua saling menginginkan tanpa keraguan, hal itu bisa saja terjadi.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang