Empat

9.2K 829 54
                                    

Erisa berdoa semoga hari ini Cikita sakit sehingga dirinya tidak akan bertemu dengan gadis itu. Dan juga doa tambahannya adalah tidak akan bertemu dengan Idam lagi. Tentu ia tidak sungguh-sungguh mendoakan hal itu, toh di lubuk hati terdalamnya tertulis nama Idam.

Upacara bendera hari ini dipimpin oleh anak kelas 1-3. Erisa bertugas dalam paduan suara. Beruntung Cikita ditugaskan membawa Undang-Undang sehingga Erisa bisa menghindari interogasi yang dijanjikan sahabatnya itu tadi malam. Erisa teringan pesan whatsapp dari Cikita,

Cikita: Lo utang cerita sama gue, okay?

Selama upacara Erisa tidak tenang. Sesekali dirinya bergerak gelisah. Kakinya terus-terusan menyentak lantai. Tangannya dingin hingga dahinya mengeluarkan keringat. Entah mata gadis itu mulai rabun, setiap objek yang ditatapnya berubah menjadi Idam. Pemimpin upacara memasuki lapangan upacara berubah menjadi Idam memasuki lapangan upacara. Pengibar bendera membentangkan sang saka merah putih. Di mata Erisa, ketiga orang pengibar bendera berubah menjadi Idam. Sampai pak kepala sekolah yang menjadi Pembina upacara berubah wujud menjadi Idam yang memakai kopiah hitam.

"Dosa gue apa Ya Tuhan" gumam Erisa.

Hingga tiba saat akhir upacara, pasukan upacara memberi hormat kepada Pemimpin upacara.

"Kepada pemimpin upacara, hormat... gerak!"

"Yaampunnnn Mas Idam ada banyakkkkk!!!" seluruh siswa hingga guru menatap tajam ke sumber suara. Rasanya Erisa ingin mati saja.

Karena salah mulut sendiri, Erisa kena hukuman. Membersihkan toilet perempuan. Sendirian. Di jam pertama. Ingin minta bantuan Cikita, tetapi ia masih malu berhadapan dengan sahabatnya itu. Dan dengan penuh gelisah, Erisa menyikat lobang kloset hingga mengkilat.

"Buset, sudah berapa tahun gak dibersihin? Gilak aja lobangnya sampai hitam dekil begini" dumel gadis itu. Sampai Erisa mendengar seseorang yang baru saja keluar dari bilik sebelah,

"Disiram gak? Baru selesai gue bersihin yang itu" tanya Erisa sambil menunjuk bilik sebelah dengan dagunya.

"i..iya.. sudah kok" jawab gadis yang seangkatan dengan dirinya, setelah itu gadis itu langsung kabur tak tahan berlama-lama ditatap Erisa penuh selidik.

Keasikan membersihkan toilet, Erisa sampai lupa waktu kalau sekarang sudah jam istirahat. Cikita datang menghampirinya. Senyum jahil terpampang jelas di wajahnya. Okay ini bukan saatnya Erisa untuk berbohong atau mengatur kata-kata untuk mengelak. Cikita tadi juga berada di lapangan upacara, sehingga tidak ada fakta yang menunjukkan kalau gadis itu tidak mendengar atraksi luar biasa Erisa, kecuali saat itu Cikita sedang memakai headset.

"Makan dulu sebelum gue interogasi" Erisa menerima roti coklat yang masih lengkap dengan plastiknya. Untung Cikita lagi tidak pelit, biasanya Cikita hanya memberi setengah porsi roti yang sudah digigitnya duluan.

"Elah gaya lo" tak perlu pikir panjang, Erisa langsung memakan roti itu di dalam toilet. Catat, di dalam toilet. Karena perut yang terus merengek, gadis itu sampai lupa tempat.

"Lo mau kita bicara disini atau di tempat yang lebih higienis?" tidak baik berlama-lama di kamar mandi, itulah saran yang pernah di dengar Erisa. Kata temannya dulu, pamali bergosip di kamar mandi, nanti di datangin valak. Apalagi kalau baca wattpad di kamar mandi, pas buang hajat lagi. Nanti ada tangan muncul dari lobang kloset.

Ujung-ujungnya mereka pindah ke pinggir lapangan basket. Duduk di kursi kayu, di bawah pohon. Angin sepoi-sepoi menerbangkan ikat kuda Erisa yang membuat gadis itu menambah nilai plusnya. Lengkap sudah deskripsi ala novel milik Cikita. Sehingga Cikita dapat menarik kesimpulan kenapa kakaknya itu terus menyinggung nama sahabatnya itu di rumah.

ACCISMUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang