II

4.4K 473 15
                                    

Selama pelajaran, benak Jungkook hanya fokus mengulang ajakan Namjoon pagi tadi. "Kook, ayo kita makan bersama nanti." begitu katanya. Senyum kecil menghias wajah Jungkook untuk yang kesekian kalinya selama pelajaran ini. Selama ini ia makan sendirian di pojok kantin. Untuk pertama kalinya ia mendapat teman yang akan menemaninya makan, dan ia senang itu adalah Namjoon. Bel akhir pelajaran bagaikan nyanyian burung-burung di telinganya. Penuh semangat, Jungkook beranjak keluar dari kelas segera setelah semua bukunya ia masukkan ke tasnya. Senyum lebar setia terpampang, diiringi kegembiraannya yang memuncak.

Baru saja Jungkook keluar dari kelasnya. Baru saja hatinya diliputi rasa senang yang jarang ada di hidupnya. Baru saja ia memperoleh harapan. Namun nasibnya sepertinya membenci kebahagiaan. Langkahnya terhenti ketika tubuhnya secara tak sengaja menabrak seorang gadis di depannya. Diangkatnya pandangannya dari lantai, yang semula bertujuan untuk menyembunyikan senyum bahagianya, untuk segera meminta maaf. Niatnya surut ketika menyadari siapa yang baru saja ia tabrak.

Jinra. Anak seorang yang kaya, direktur ternama suatu perusahaan besar. Jinra adalah seorang gadis yang terpandang dan memiliki banyak teman. Paras cantik, dihormati, dan disegani. Belum lagi Jinra adalah penggemar berat Namjoon. Sikapnya posesif ketika menyangkut kakak angkat Jungkook itu. Tak jarang Jinra menggoda Namjoon, meski berkali-kali Namjoon terlihat jelas sangat terganggu dengan perbuatannya itu. Bisa dibilang Jinra adalah seorang penguntit, sasaeng fans, atau semacamnya.

Jungkook bukan "secara tidak sengaja" menabrak Jinra. Tetapi Jinra-lah yang dengan sengaja berdiri menghalangi jalan Jungkook. Jinra berdiri di depannya, tatapannya merendahkan Jungkook. Kedua tangannya dilipat di depan dadanya, beberapa teman-temannya berdiri di belakangnya, mengawal gadis angkuh itu.

"M-mian..." ucap Jungkook pelan diliputi ketakutan. Apakah Jinra akan membully-nya juga sama seperti anak-anak kelas pagi itu? Ingin rasanya Jungkook berteriak untuk memanggil Namjoon, tetapi jelas itu tidak mungkin dalam kondisinya yang terpojok sekarang. "Kau yang namanya Jungkook?" tanya Jinra dengan nada tegas, membuat Jungkook terlonjak kaget. Jungkook mengangguk ragu. "Kalau begitu kau harus ikut kami." tegas Jinra berjalan mendekati Jungkook. Tatapan mata gadis itu tajam. Tanpa sadar, Jungkook berjalan mundur, alam bawah sadarnya ingin segera menjauhi Jinra. Tetapi ia tidak bisa ketika tubuhnya ditahan oleh beberapa teman-teman Jinra yang berdiri di belakangnya.

---

BUGH!

Darah terbatuk keluar dari kedua bibir Jungkook ketika sebuah tendangan mendarat tepat di perutnya. Tubuhnya penuh dengan memar dan luka. Entah sudah berapa lama Jinra dan kawan-kawannya menghabisi Jungkook di tempat yang sepi ini. Ia tidak akan dapat berteriak, meminta tolong, karena setiap kali ia akan mendapati pukulan atau tendangan yang memutus napasnya. Pandangannya berubah buram, kepalanya pusing, hanya terdengar dengungan di pendengarannya dengan samar-samar tawa orang-orang yang sekarang mengepungnya. Rasa sakit tak berhenti menyiksa tubuh lemahnya. Dalam pikirannya hanya ada Namjoon.

"Hyung... tolong..." lirihnya hampir tanpa suara.

"Mwo? Bicara yang jelas!" bentak Jinra tepat di telinganya. Setelahnya diikuti dengan perintah dari Jinra untuk teman-temannya agar kembali menghajar tubuh Jungkook.

"Ya! JEON Jungkook!" seru Jinra tegas, dengan penekanan pada marga aslinya itu, "Sadarlah posisimu! Kau hanyalah adik angkat Namjoon-oppa. Kau tidak pantas berada dekat dengannya!"

Gelak tawa teman-teman Jinra terdengar samar. Jungkook memejamkan matanya pasrah. "Hyung..." bisiknya sebelum kesadarannya meninggalkannya. Jinra kembali mengangkat pemukul bisbol dalam genggamannya dan hendak memukul kepala pemuda yang tergeletak tak berdaya di depannya sekarang.

"Berhenti!" seru seseorang tak begitu jauh dari kumpulan penindas itu. Serentak mereka semua menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah Namjoon. Jinra yang menyadari hal itu langsung berubah pucat dan menjatuhkan benda tumpul yang baru saja ingin ia gunakan untuk memukul Jungkook.

"Namjoon-oppa... I-ini bukan seperti yang kau pikirkan..." gagap Jinra mencari seribu alasan. Tetapi Namjoon hanya terpaku pada Jungkook yang penuh luka. Tak dihiraukannya Jinra yang ketakutan.

"Jungkook!" seru Namjoon segera menghampiri adiknya itu.

"Oppa, ketika aku datang dia sudah seperti ini. Aku mencoba untuk menolongnya. Lalu-" dusta gadis sombong itu segera disela oleh Namjoon.

"Tidak ada satupun orang di dunia ini yang menolong orang lain dengan memukuli mereka. Katakanlah yang sebenarnya dan mungkin pandanganku padamu tidak seburuk sekarang." sindir Namjoon dingin sembari menggendong Jungkook.

Jinra hanya melongo menatap kepergian Namjoon yang bahkan hampir tidak menganggapnya ada di situ. Mana mungkin ia dapat membohongi Namjoon? Antara ia yang sudah lupa dengan kejeniusan pujaan hatinya itu, atau karena kecerdasannya yang dibawah rata-rata, yang jelas Jinra hanya dapat memperhatikan punggung Namjoon yang semakin menjauh.

---

Ruang UKS hanya ditempati oleh dua orang. Yang satu terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang, dan yang satu lagi duduk di sebelah ranjang itu, menggenggam erat tangan yang terbaring lemah.

"Jungkookie... mianhae... aku gagal pada kesempatan pertamaku." ujar Namjoon penuh penyesalan. Ditatapnya luka memar di sekujur tubuh Jungkook serta sudut bibirnya yang sedikit robek. Dadanya semakin sesak, kembali ia berbicara, berharap yang lebih muda dapat mendengar, "Memang seharusnya aku tidak menyeretmu ke masalahku. Aku pasti akan menghancurkan hidupmu seperti aku menghancurkan hidup adikku." Tanpa diduga, Jungkook mendengar semuanya itu, Namjoon mengatakannya tepat setelah ia sadar.

"Ani... hyung." kata Jungkook serak. "Kookie? Kau sudah bangun?" senyum Namjoon gembira ketika akhirnya Jungkook siuman.

"Hyung, kau menyelamatkanku." kata Jungkook lagi. Kedua netranya terbuka dengan pelan, percayalah Namjoon sangat lega dapat kembali melihat kedua manik hitam itu.

Jungkook berusaha untuk duduk dari posisinya, tetapi malah meringis dan mendesis ketika rasa perih menghujam tubuhnya. "Jangan bergerak dulu, Kook." kata Namjoon khawatir dan membantu Jungkook untuk duduk dengan perlahan.

"Aku salah, Kook. Aku tidak bisa menyangkalnya." ucap Namjoon. "Kalau saja aku tidak mengajakmu makan bersama, mereka tidak akan berpikir untuk memukulimu. Jika saja aku tidak menunjukan secara terang-terangan bahwa kau adalah orang yang kusayangi, mereka tidak akan pernah mau mengganggumu. Ini semua salahku." sesal Namjoon.

"Hyung, jika kau tidak mengajakku makan siang bersama, maka aku akan makan siang sendiri, seperti biasanya. Jika kau tidak menunjukan bahwa aku adalah orang yang kau sayangi, maka aku akan terus kesepian. Hyung, kau tidak salah. Aku sangat berterima kasih." respon Jungkook tulus. Namjoon menatap Jungkook dengan terkejut.

"Kookie, aku..." Namjoon tak bisa melukiskan rasa terima kasihnya sekarang dalam bentuk kata-kata.

"Argh..." rintih Jungkook ketika lukanya mulai terasa sakit lagi.

"Gwenchanayo? Sebentar, aku akan memanggil penjaga UKS." Namjoon segera beranjak dari tempat duduknya.

"Gomawo, hyung." bisik Jungkook dari belakang Namjoon sambil tersenyum.

To Be Continued

Saran, please?

Goodbye, HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang