X

2.8K 344 37
                                    

Jantung Jungkook terasa berhenti. Ia tidak dapat mendengar apapun, merasakan apapun. Kebisingan semula menghilang, semuanya bagaikan televisi yang dibisukan. Sesuatu yang buruk telah terjadi, sesuatu itu telah menekan tombol bisu itu. Jungkook hanya mampu menyaksikan. Bagaimana pisau tajam itu menancap sempurna pada punggung seorang kakak, seorang yang ia sayangi, yang ia kagumi. Waktu seolah-olah melambat. Air mata yang mengalir di wajahnya berhenti, menolak keluar.

"Hyung..." bisik Jungkook. Apakah yang ia harapkan? Bahwa semua ini mimpi? Bahwa sesuatu yang luar biasa buruk yang terjadi dalam satu hari ini tidak nyata?

Sayangnya ini adalah tawa awal sang takdir yang telah mempertemukan mereka berdua, Kim Namjoon dan Jeon Jungkook.

Taehyung meninju salah satu teman Jinra yang lengah, lalu yang satu lagi, hingga mereka semua yang tersisa, yang berdiri menghadapinya tidak bisa lagi membuka mata. Setelah itu dilangkahkan kakinya cepat, ke arah Jungkook, Namjoon, dan Jinra.

Jinra yang menyadari perbuatannya, dengan tangan bergetar melepas pisau yang tertanam dalam punggung orang yang disukainya itu. Kedua tangannya bergerak menutup mulutnya, berusaha menyembunyikan kekagetannya.

Taehyung tidak sama sekali menganggap keberadaan Jinra. Kakinya membawanya langsung kepada Namjoon dan Jungkook.

"Hyung! Namjoon-hyung! Astaga, Namjoon-hyung!" seru Taehyung panik. Semakin panik ketika cairan merah mulai terlihat dari seragam putihnya.

Napas berat Namjoon terdengar jelas oleh Taehyung, apalagi Jungkook. Jungkook, yang masih tidak dapat berkata-kata, dan Taehyung, yang merasa dadanya sesak.

Namjoon terbatuk. Tetapi setelah itu mengangkat wajahnya menatap adiknya yang masih terbungkam dalam dekapannya.

"Kookie-ya, gwenchana?" tanya Namjoon langsung. Sama sekali tidak menghiraukan keadaanya sendiri.

Jungkook tidak menjawab. Tentu tidak dapat menjawab. Hal yang disaksikannya barusan merebut habis suaranya.

Baru setelah itu waktu bagi Jungkook kembali berjalan. Air mata kembali menetes, semakin deras dari sebelumnya.

"Hyung..." panggil Jungkook dengan suara tercekat, "Namjoon... hyung..."

Tetesan itu mengalir cepat, menganak sungai di pipinya.

Namjoon menghela napas lega mendengar Jungkook merespon. Taehyung yakin helaan itu terdengar bergetar, terdengar perih dan sakit.

Jungkook tidak mengerti, tidak ada yang mengerti. Ketika kalimat itu Namjoon lontarkan dan masuk pada pendengarannya, Jungkook tidak mengerti.

Namjoon merintih, tetapi ia lebih mementingkan Jungkook dan Taehyung yang masih terpaku. Pertama-tama ia harus mengeluarkan pisau itu. Dengan sekali tarik, pisau itu sudah tercabut. Namjoon menahan erangannya. Pisau itu tergeletak dengan dentingan keras, berlumuran darah hingga sepertiganya.

Sakit, sakit sekali. Perih.

Tapi Namjoon tetap menatap Taehyung dan mengatakan, "Panggil polisi dan kepala sekolah."

Taehyung gelagapan, lalu langsung meraih ponselnya. Tangannya tidak dapat tenang saat jarinya menekan tombol-tombol angka pada aplikasi panggilan. Pikirannya kacau, bertebaran di mana-mana.

Kemudian diliriknya Jinra selagi ponselnya ia tekan ke telinganya, menunggu panggilan tersambung. Gadis itu diam. Menatap syok akan hal yang telah terjadi, hal yang terjadi karenanya.

"N-Namjoon-oppa... maaf..." gagap Jinra.

Sial, pandangan Namjoon semakin buram, ia tidak dapat mendengar semuanya dengan baik. Ia harus tetap sadar. Paling tidak hingga polisi datang.

Goodbye, HyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang